Hal-hal Yang Perlu Diketahui Tentang Ramadhan
Allah mensyari'atkan shaum dan
berbagai ibadah Ramadhan sebagai salah satu program yang harus dilewati
setiap Muslim dan Mukmin dalam pembentukan karakter taqwa meraka.
Serial Manajemen Ramadhan Rasulullah saw.
Oleh: Fathuddin Ja'far, MA
Sebelum menjalankan ibadah Ramadhan, ada beberaa hal yang perlu dipahami. Di antaranya :
1. Shaum Ramadhan adalah rukun Islam
yang keempat. Hukumnya adalah fardhu (wajib) yang datang langsung dari
Tuhan Pencipta, Allah Ta'ala.
2. Allah mensyari'atkan shaum dan
berbagai ibadah Ramadhan sebagai salah satu program yang harus dilewati
setiap Muslim dan Mukmin dalam pembentukan karakter taqwa meraka. (Q.S.
Al-Baqoroh : 183).
3. Ancaman keras bagi orang-orang
beriman yang tidak melaksanakan ibadah Ramadhan, khususnya ibadah shaum
seperti yang dijelaskan Rasul Saw : Ikatan dan basis agama Islam itu ada
tiga. Siapa yang meniggalkan salah satu darinya, maka ia telah kafir;
halal darahnya : Syahadat Laa ilaaha illallah, sholat fardhu (5 X
sehari) dan shaum Ramadhan. (H.R. Abu Ya'la dan Dailami). Dalam hadiits
lain Rasul Saw. bersabda : Siapa berbuka satu hari dalam bulan Ramadhan
tanpa ada ruhkshah (faktor yang membolehkan berbuka / dispensasi) dari
Allah, maka tidak akan tergantikan kendati ia melaksanakan shaum
sepanjang masa. (H.R. Abu Daud, Ibnu Majad dan Turmuzi).
4. Ramadhan memiliki aturan main yang
perlu ditaati, agar proses dan pelaksanaan ibadahnya, khususnya shaum
Ramadhan dapat berjalan dengan baik dan maksimal. Paling tidak ada
sembilan hal terkait aturan main yang perlu diketahui sebelum kita
melaksanakan ibadah shaum Ramadhan :
4.1. Macam-Macam Shaum
Shaum terbagi menjadi dua macam :
A. Shaum fardhu (wajib).
B. Shaum Tathowwu' (puasa sunnah).
A. Adapun shaum wajib terbagi tiga :
Pertama, shaum Ramadhan, yakni shaum
yang dilaksanakan selama bulan Ramadhan (29 / 30 hari) seperti yang
dijelaskan Allah dalam Al-qur'an surat Al-Baqoroh : 183.
Kedua, Shaum Kafarat (Puasa Denda),
yakni shaum yang wajib dilakukan sebagai denda dari pelanggaran hukum
seperti pelanggaran dalam ibadah haji, membunuh tidak sengaja, melanggar
sumpah dan sebagainya.
Ketiga adalah shaum Nazar, yaitu jika
seseorang bernazar dengan shaum bagi perkara yang dinazarkannya seperti
jika ia sembuh dari penyakit, jika bisnisnya goal dan sebagainya maka ia
bernazar untuk shaum. Shaum seperti itu disebut dengan shaum nazar dan
wajib hukumnya.
B. Adapun shaum tathowwu' (Puasa Sunnah) adalah :
1. Shaum 6 hari di bulan Syawal. Dalam
hadits Rasul Saw. dijelaskan : Siapa yang shaum Ramadhan kemudian dia
teruskan dengan 6 hari di bulan Syawal, seakan ia shaum sepanjang masa
(tahun). (H.R. Al-Jama'ah kecuali Bukhari dan Nasa'i)
2. Shaum hari Arofah bagi yang tidak
menunaikan ibadah haji. Dalm hadiits dijelaskan : Shaum hari Arofah (9
Zul hijha) menghapuskan dosa dua tahun, setahun sebelum dan setahun
sesudahnya... (H.R Al Jama'ah kecuali Bukhari dan Nasa'i).
3. Shaum hari ‘Asyura (10 bulan
Muharrom). Dalam hadiits Rasul Saw. dijelaskan : Shaum pada hari ‘Arofah
(9 Zulhijjah) menghapus dosa dua tahun; yang lalu dan yang akan datang.
Dan shau hari Asyuro (10 Muharram) menghapuskan dosa setahun yang lalu.
(HR. Riwayat Al-Jama'ah kecuali Bukhari dan Turmizi). Terkait shaum
‘Asyura, Rasul Saw. menyarankan agar ditambah sehari sebelumnya agar
tidak sama dengan Yahudi, karena mereka juga puasa pada hari ‘Asyura.
4. Shaum diperbanyak di bulan Sya'ban.
Dari A'isyah radhiyalllu ‘anha dia berkata : Aku tidak melihat Rasul
Saw. menyempurnakan shaumnya kecuali di bulan Ramadhan saja, dan aku
tidak melihat banyak berpuasa di bulan selain Ramadhan kecuali di bulan
Sya'ban. (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Shaum Ayyamul bidh (tgl 13, 14 &
15 setiap bulan Hijriyah. Dari Abu Zar radhiyallahu ‘anhu beliau berkata
: Kami diperintah Rasul Saw untuk shaum dalam sebulan tiga hari; 13, 14
dan 15. Lalu Rasul berkata : Yang demikian itu sama dengan shaum
sepanjang masa. (HR. Nasa'i)
6. Shaum hari Senin dan Kamis. Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata : Rasul Saw paling banyak shaum
pada hari Senin dan Kamis. Lalu Beliau ditanya kenapa. Beliau menjawab :
Sesungguhnya semua amal diangkat (ke langit) setiap hari Senin dan
Kamis. Maka Allah akan mengampunkan setiap Muslim atau setiap Mukmin
kecuali dua orang yang sedang berbantah, maka Allah berkata : Tangguhkan
keduanya. (HR. Ahmad).
7. Shaum Nabi Daud; shaum satu hari dan
berbuka hari berikutnya dan begitu seterusnya. Dari Abdullah Bin Umar
dia berkata : Berkata Rasul Saw. : Shaum yang paling dicintai Allah
adalah shaum Daud, dan shalat (malam) yang paling dicintai Allah adalah
shalat Daud; dia tidur setengahnya, berdiri shalat sepertiganya dan
kemudian tidur lagi seperenamnya, dia juga shaum satu hari dan berbuka
satu hari. (HR. Muslim)
8. Shaum tathowwu' (sunnah) dibolehkan
berbuka, khususnya jika ada penyebabnya seperti diundang makan. Dari Abu
Sa'id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata : Saya menyiapkan
makanan untuk Rasul Saw. maka Beliau datang dengan beberapa Sahabatnya.
Ketika makanan dihidangkan salah seorang di antara mereka berkata :
Sesungguhnya saya sedang shaum. Lalu Rasul berkata : Saudaramu telah
mengundangmu dan telah bersusah payah untukmu. Kemudian Beliau bersabda :
Berbukalah dan shaumlah di hari lain sebagai gantinya jika kamu mau.
(HR. Baihaqi).
4.2. Hukum Shaum Ramadhan
Shaum Ramadhan hukumnya wajib atas
setiap Muslim dan Muslimah yang sehat akalnya (tidak gila) dan telah
mukallaf (umur remaja), tidak dalam keadaan musafir dan sakit. Khusus
bagi wanita, tidak dalam keadaan haidh dan nifas. Tentang wajibnya
shaum, Allah menjelaskannya dalam surat Al-baqoroh : 183 : Wahai
orang-orang beriman, diwajibkan atasmu sekalian shaum itu (shaum
Ramadhan) sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, semoga
kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa. Dalam sebuah hadits dijelaskan,
Rasul Saw. bersabda : Sesungguhnya Islam itu dibangun di atas lima
(dasar). Kesaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain
Allah dan Muhammad itu adalah utusan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan
zakat, melaksanakan shaum Ramadhan dan menunaikan haji. (HR. Muslim)
Oleh sebab itu, Rasulullah Saw. mewanti
wanti umatnya agar sekali-kali jangan meninggalkan shaum Ramadhan tanpa
alasan yang dibolehkan. Dalam salah satu haditsnya, Rasul Saw. bersabda :
Ikatan dan kaedah agama Islam itu ada tiga. Diatasnya dibangun Islam.
Siapa meninggalkan salah satu darinya maka ia kafir, halal darahnya
(karena sudah dihukumkan kepada orang murtad), syahadat La ilaaha
illallah, sholat yang difardhukan dan shaum Ramadhan. (H.R Abu Ya'la dan
Dailami)
4.3. Rukun Shaum
Setiap ibadah dalam Islam ada rukunnya
agar ibadah itu bisa tegak dan berjalan dengan benar. Demikian juga
dengan shaum Ramadhan. Rukunnya ada dua :
1. Niat. Niat adalah faktor pertama yang
akan menentukan sah atau tidaknya ibadah seseorang seperti yang
dijelaskan Rasul Saw. Sesungguhnya (sahnya) setiap amal itu tergantung
adanya niat (bagi setiap amal tersebut). Dan sesungguhnya setiap orang
(akan memperoleh) sesuai apa yang diniatkannya. Siapa yang berhijrah
karena kepentingan dunia yang akan dia peroleh atau wanita yang akan
dinikahinya, maka dia akan memperoleh apa yang diniatkannya. (HR.
Islam). Setiap amal ibadah, baik wajib maupun yang sunnah akan bernilai
di mata Allah jika didasari dengan niat. Niatnya harus hanya karena
Allah, tidak melenceng sedikitpun. Kemudian itu letaknya dalam hati,
bukan dilafazkan (diucapkan dengan lisan), termasuk niat shaum Ramadhan
harus dilakukan dalam hati. Waktunya sebelum terbit fajar.
2. Menahan diri dari hal-hal yang membantalkan shaum sejak terbit fajar sampai mata hari tenggelam. (QS. Al-Baqoroh : 187).
4.4. Hal-Hal Yang membatalkan Shaum
Semua ibadah dalam Islam memerlukan
syarat dan rukun agar ibadah tersebut sah dan bernilai di sisi Allah.
Amal ibadah yang sudah sesuai syarat dan rukun tersebut bisa batal jika
melanggar aturan mainnya atau terjadi hal-hal yang membatalkannya.
Adapun yang membatalkan shaum terbagi dua. Pertama hal-hal yang
membatalkan shaum dan wajib diqadha (diganti di hari-hari setelah
Ramadhan). Kedua adalah yang membatalkan shaum dan wajib qadha dan
kafarat (denda).
Adapun yang membatalkan shaum dan wajib qadha saja ialah:
1. Makan dan minun dengan sengaja. Rasul
Saw. bersabda : Siapa yang berbuka (makan dan minum) di siang hari
bulan Ramadhan karena lupa maka tidak perlu diqadha (diganti pada hari
di luar Ramadhan), dan tidak pula kafarat (denda). (HR. Daru Quthni,
Baihaqi dan Hakim).
2. Muntah dengan sengaja. Rasul Saw.
berkata : Siapa yang terpaksa muntah maka tidak wajib baginya mengqadha
(shaumnya). Namun siapa muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia
mengqadha (shaumnya). (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmizi)
3. Haidh/menstruasi dan nifas (melahirkan), kendati terjadi sesaat sebelum berbuka. Ini yang disepakati oleh jumhur Ulama
4. Mengeluakan sperma dengan sengaja baik dengan cara onani/masturbasi ataupun dengan berbuat mesum dengan istri.
5. Memakan apa saja yang bukan yang lazim di makan, seperti plastik dan sebagainya.
6. Yang berniat membatalkan shaumnya di siang hari. Dengan demikian dia sudah batal shaumnya kendati dia tidak makan atau minum.
7. Jika dia makan, minum atau bercampur
suami istri menduga waktu berbuka sudah masuk. Ternyata belum masuk. Dia
wajib mengqadhanya.
Adapun yang membatalkan shaum dan harus
diqadha dan kafarat menurut jumhur Ulama adalah berhubungan suami istri
dengan sengaja. Tidak ada perbedaan antara suami dan istri, keduanya
harus menjalankannya. Adapun kafarat bagi yang berhubungan suami istri
ialah memerdekakan budak. Jika tidak sanggup, shaum 2 bulan
berturut-turut. Jika tidak mampu memberi makan fakir miskin sebanyak 60
orang, seperti yang dijelaskan dalam salah satu hadits Rasul Saw. yang
diriwayatkan imam Bukhari.
4.5. Adab Melaksanakan Shaum
Sebagaimana semua ajaran Islam itu ada adab atau kode etiknya, maka shaum juga ada adabnya. Di antaranya :
1. Sahur (Makan Sahur). Bersabda Rasul
Saw. : Bersahurlah kamu sekalian karena sahur itu ada berkahnya. (HR.
Bukhari dan Muslim). Waktu sahur itu dari pertengahan malam sampai
terbit fajar (saat waktu shalat subuh masuk). Tetapi diperlambat sampai
mendekati terbit fajar lebihdianjurkan.
2. Menyegerakan berbuka, yakni setelah
tau waktu maghrib / tenggelam matahari maka segeralah berbuka. Bersabda
Rasul Saw. : Manusia senantiasa dalam keadaan baik selama mereka
menyegerakan berbuka. (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Berdoa waktu berbuka dan sepanjang
melaksanakan shaum. Dari Abdullah Bin Amr Bin Ash radhiyallahu ‘anhu
bahwa Nabi Saw. berkata : Sesungguhnya bagi orang yang sedang shaum saat
berbuka doanya tidak ditolak. (HR. Ibnu Majah) Dalam hadits lain Rasul
bersabda : Ada tiga do'a yang tidak akan ditolak Allah; orang yang shaum
sampai dia berbuka, imam (pemimpin) yang adil dan oang yang tezhalimi
(teraniaya). (HR. Tirmizi).
Adapun doa saat berbuka ialah :
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
Telah hilang haus dan telah basah tenggorokan dan telah tetap pahala insyaa Allah. (HR. Tirmizi)
4. Menahan diri dari hal-hal yang
bertentangan dengan shaum (menahan diri dari berbagai dorongan syahwat
yang halal dan yang haram), karena shaum adalah salah satu cara taqarrub
pada Allah yang amat mahal. Sebab itu tidak sepantasnya shaum itu hanya
sekedar menahan lapar dan haus saja, akan tetapi menahan semua apa saja
yang akan mencederai nilai-nilai mulia yang ada dalam shaum. (Dalam sub
tema : Kunci Sukses Training Manajemen Syahwat Ramadhan akan dijelaskan
secara rinci)
5. Bersiwak dengan kayu arak atau benda lain yang menyucikan mulut seperti sikat gigi.
6. Berjiwa dermawan dan mempelajari
Al-Qur'an. Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu
dia berkata : Adalah Rasul Saw. orang yang paling dermawan. Namun, di
bulan Ramadhan lebih dermawan lagi ketika bertemu Jibril. Beliu liqo
(bertemu) Jibril setiap malam dari bulan Ramadhan, maka Beliau belajar
Al-Qur'an dari Jibril. Maka Rasul Saw. dalam kedermawanannya lebih cepat
dari angin kencang. (HR. Bukhari)
7. Bersungguh-Sungguh Beribadah Pada 10
Hari Terakhir Ramadhan. Dari A'isyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata
bahwa Nabi Saw. apabila masuk 10 hari terakhir Ramadhan Beliau
menghidupkan sepanjang malam (dengan ibadah), membangunkan keluarganya
dan mengencangkan ikat pinggangnya. (HR. Bukhari)
4.6. Siapa Saja yang Dapat Dispensasi Berbuka, Tapi Wajib Membayar
Fidyah (Denda)?
Kendati shaum itu wajib bagi setiap
Muslim dan Muslimah yang berakal dan sudah baligh (remaja), tetapi Allah
memberikan keringanan kepada orang-orang yang termasuk ke dalam
kategori berikut :
a. Orang-orang yang sudah tua Bangka.
b. Orang-orang sakit yang kecil kemungkinan dapat sembuh.
c.
Para pekerja keras di pelabuhan, bangunan dan sebagainya yang tidak
punya sumber kehidupan lain selain pekerjaan tersebut. Syaratnya ialah
jika mereka shaum mereka akan mengalami kesulitan atau beban fisik yang
sangat kuat sehingga menyulitkan mereka melaksankan pekerjaan. Namun
bagi yang kuat, maka shaum lebih baik.
Ketiga golongan / kategori tersebut
mendapatkan dispensasi untuk tidak shaum di bulan Ramadhan. Akan tetapi,
mereka wajib membayar fidyah (denda) sebanyak satu liter makanan /
beras untuk setiap hari shaum yang ditinggalkan. Makanan / beras
tersebut diberikan kepada orang-orang miskin yang ada di lingkungan
tempat tinggal mereka.
d. Terkait wanita hamil dan menyusui,
menurut imam Ahmad dan Syafi'i, jika mereka shaum itu berefek buruk
terhadap janin dan anak mereka saja, maka mereka dapat dispensasi tidak
shaum, tapi mereka harus mengqadha'nya serta membayar fidyah. Namun,
jika shaum itu hanya berimplikasi negative terhadap diri mereka saja
atau terhadap anak mereka saja, maka mereka hanya wajib mengqadha'nya.
Satu hal yang perlu dicatat ialah bahwa pengaruh negative tersebut
haruslah berdasarkan pendapat ahli kesehatan yang amanah secara keilmuan
dan ketaqwaannya.
4.7. Siapa Saja Yang Dapat Dispensasi Berbuka, Tapi Wajib Qadha' (menggantinya di hari lain)?
Adapun golongan yang mendapat dispensasi
shaum akan tetapi mereka harus membayar / mengqadha' pada hari yang
lain di luar bulan Ramadhan ialah orang yang sakit dan tidak kuat untuk
menunaikan shaum dan juga yang sedang musafir/ perjalanan untuk
berperang di jalan Allah, berdagang dan berbagai keperluan lain yang
bersifat primer, bukan sekunder seperti perjalanan wisata dan
sebagainya. Dalam sebuah hadits dijelaskan : Dari Abu Sa'id Al-Khudri
radhiyallahu ‘anhu dia berkata : Dulu kami berperang bersama Rasul Saw
di bulan Ramadhan. Di antara kami ada yang shaum dan ada yang berbuka.
Bagi yang shaum tidak mempengaruhi yang berbuka dan bagi yang berbuka
tidak mempengaruhi yang shaum. Kemudian bagi yang melihat dirinya kuat
menjalankan shaum dia lakuakn dan itulah yang terbaik baginya dan bagi
yang merasa dirinya lemah, maka ia berbuka, itulah yang terbaik baginya.
(HR. Ahamd dan Muslim)
4.8. Siapa Saja yang Wajib Berbuka dan Wajib Qadha' atasnya?
Di samping dua kondisi di atas ada lagi
kondisi lain terkait shaum Ramadhan, yakni orang-orang yang wajib
berbuka dan wajib qadha'. Mereka adalah wanita Muslimah yang sedang
menstruasi / haidh dan melahirkan. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dia
berkata : Kami saat haidh di masa Rasul Saw diperintahkan untuk
mengqadha' shaum dan tidak diperintahkan mengqadha; shalat. (HR. Bukhari
dan Muslim)
4.9. Hari-Hari Yang Dilarang Shaum Ramadahan adalah waktu termahal dalam hidup kita yang datang setiap tahun tanpa diundang.
Kendati shaum itu adalah ibadah yang
disyari'atkan Allah di bulan Ramadhan dan di hari-hari lain di luar
Ramadhan seperti yang dijelaskan pada pembahasan Shaum Tathowwu' (Shaum
Sunnah) dan sudah terbukti shaum itu memiliki keistimewaan dan efek
positif dalam segala sisi kehidupan kita. Namun demikian, sesuai aturan
main Allah, terdapat hari-hari dan kondisi yang dilarang (diharamkan)
shaum, seperti :
a. Diharamkan shaum pada dua hari raya,
yaitu Idul Fitri (tanggal satu Syawal) dan Idul Adha ( tanggal 10
Zulhijjah). Terkait dengan haramnya shaum pada kedua hari raya tersebut
seharusnya membuat kita sangat berhati-hati dan tidak menyepelekannya.
Aneh tapi nyata,di Indonesia ini selalu terjadi perbedaan penetapan awal
Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Namun ada yang lebih ajaib lagi
ialah pendapat yang mengatakan bahwa untuk menjaga kesatuan umat yang
hukumnya wajib lebih penting dari sholat idul fitri dan idul Adha yang
hukumnya sunnah. Sebab itu, boleh sholat Idnya pada hari berikutnya demi
menjaga persatuan umat. Ini jelas-jelas pendapat yang ngawur, lemah dan
tidak beralasan disebabkan :
1. Terkait dengan Idul Fitri dan Idul
Adha terdapat dua hukum yang berbeda. Pertama, haram/larangan ibadah
shaum pada kedua hari raya tersebut menurut Rasulullah Saw. seperti
tercantum dalam hadits riwayat Ahmad : Dari Umar Ibnul Khattab dia
berkata: Sesungguhnya Rasul Saw. melarang shaum pada dua hari ini (Idul
Fitri dan Idul Adha). Adapun hari Fitri yaitu hari berbukanya kamu dari
shaummu. Adapun hari Adha maka makanlah (pada hari itu) sebagian daging
kurbanmu. (H.R. Ahmad). Kedua, adalah melaksanakan ibadah sholat Idul
Fitri dan Idul Adha serta semua ibadah yang lain harus sesuai sunnah
/contoh/ perintah Rasul Saw. Dalil Al-Qur'an dan Sunnah sangat banyak
menjelaskan hal tersebut.
Dua hal yang berbeda, yang satu haram
beribadah shaum dan yang satu lagi tuntutan melaksanakan ibadah shalat
id, namun pada hari yang sama dan tidak dapat dipisahkan, kecuali dengan
dalil yang diperbolehkan Rasul Saw. seperti tidak mengetahui jatuhnya
tanggal satu syawal atau 10 Zulhijjah. Sebab itu, tidak ada kaitan
keduanya dengan keharusan menjaga kesatuan umat.
2. Bagi yang mengetahui jatuhnya satu
syawal dan 10 Zulhijjah, namun dia tetap shaum maka ia berdosa besar
karena melanggar hukum/ketentuan Allah dan RasulNya. Berarti dia
melakukan maksiat pada Allah dan RasulNya. Demikian juga bagi yang
megetahui jatuhnya satu syawal atau 10 Zulhijjah, namun dia melaksanakan
sholat Idnya pada tanggal / hari berikutnya, tanpa dalil syar'i, maka
dia melakukan dosa dan bid'ah, alias melaksanakan ibadah keluar dari
sunnah Rasul Saw.
3. Kendati kedua sholah Id tersebut
secara fiqih hukumnya sunnah, bukan berarti kita bisa melakukan semau
kita dan berdasarkan akal-akalan kita. Semua ibadah baik fardhu maupun
yang sunnah wajib dilaksanakan didasari ikhlas ta'abbudiyah (ikhlas
beribadah kepada Alllah). Untuk mencapai ikhlas ta'abbudiyah tersebut
mengharuskan kita untuk melaksanakannya sesuai aturan main yang telah
ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, baik tata caranya maupun waktunya. Waktu
sholat Idul Fitri adalah tanggal satu Syawal dan Idul Adha adalah
tanggal 10 Zulhijjah setelah hari ‘Arofah, kecuali jika kita tidak tahu.
Kalau dilakukan dengan cara atau hari yang tidak sesuai dengan yang
telah dicontohkan Rasul Saw. berarti kita melakukan bid'ah dalam perkara
ini. Hukumnnya jelas setiap bid'ah itu adalah kesesatan.
4. Kalimat menjaga kesatuan umat itu
adalah akal-akalan yang tidak didukung dalil dan fakta yang kuat.
Bersatu di atas pelanggaran hukum/aturan main Allah dan Sunnah Rasul
Saw. baik fardhu maupun sunnah adalah maksiat dan kemungkaran besar.
Toleransi pada ibadah Sunnah itu terletak pada melaksanakannya atau
tidak, bukan pada niat atau tata caranya. Ibadah sunnah memang tidak
mutlak harus dilaksanakan, sebagai ibadah tambahan taqarrub ilallah yang
akan menambah kekuatan eksistensinya di mata Allah sebagai hamba yang
taat, mencintai dan bersyukur pada Allah. Namun demikian, bukan berarti
boleh dilaksanakan sesuai keinginan dan situasi yang kita inginkan.
5. Allah menyuruh kaum Muslimin menjaga
kesatuan itu harus didasari berpegang teguh pada Allah dan agama-Nya,
bukan akal dan pikiran kita yang picik dan mengada-ada, apalagi jika ada
udang di balik batunya, seperti yang Allah jelaskan dalam surat Ali
Imran : 103, Annisa' : 146 & 175 dan Al-Haj : 78. Jika kesatuan umat
ini dibangun di atas dasar pelanggaran agama Allah, maka kesatuan
tersebut berarti kesatuan di atas dasar kesesatan dan murka Allah. Lalu,
apa bedanya dengan orang-orang kafir yang bersatu di atas dasar
agama/aturan main/ hidup yang tidak diridhai Allah? Apakah dengan
kesatuan tersebut Allah merahmati mereka dan memasukkan mereka ke dalam
syurga-Nya. Tentu jawabannya sebaliknya. Allah tetap murka pada mereka
di dunia dan terlebih lagi di akhirat, kecuali jika mereka kembali
kepada agama Allah saat mereka hidup di dunia ini dengan ikhlas dan
maksimal.
b. Pada Hari-Hari Tasyriq, yakni tanggal
11- 13 Zulhijjah. Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Rasul Saw. mengutus
Abdullah Bin Huzafah berkeliling di Mina sambil berrkata : Jangan kalian
shaum pada hari-hari ini (11 - 13 Zulhijjah), karena sesungguhnya ini
adalah hari-hari kalian makan, minum dan zikrullah ‘Azaa Wajallah. (HR.
Ahmad).
c. Shaum pada hari Jumat saja. Dari
Abdullah Bin Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasul Saw. berkunjung ke
Juwairiyah Binti Harits yang sedang shaum pada hari Jumat itu. Lalu
Rasul Saw. bertanya padanya : Apakah kamu shaum kemarin? Dia menjawab :
Tidak. Rasul Saw. beratanya lagi : Apakah kamu berniat shaum besok? Dia
menjawab : Tidak. Lalu Rasul bersabda : Maka berbukalah (batalkanlah)
shaummu. (HR. Ahmad dan Nasa'i).
d. Mengkhususkan shaum pada hari Sabtu.
Rasul Saw. bersabda : Janganlah kalian shaum pada hari Sabtu, kecuali
memang hari itu bertepatan dengan Shaum wajib (Shaum Ramadhan, nazar dan
tanggal yang disunahkan shaum seperti Arofah dan sebagainya). Jika
kalian tidak punya makanan kecuali kulit anggur atau daun kayu maka
kunyah/makanlah. (HR. Ahmad)
e. Pada hari syak (ragu) juga diharamkan
shaum. Hari Syak ialah hari di mana kita ragu apakah sudah masuk awal
Ramadhan atau belum. Larangan tersebut erat kaitannya dengan keharusan
untuk komitmen dengan aturan main ibadah yang telah ditetapkan Allah,
ternasuk shaum Ramadhan. Rasulullah meminta kita untuk mengetahui secara
pasti awal Ramadhan. Jika ragu apakah awal Ramadhan sudah masuk atau
belum, Rasul Saw. melarang kita shaum pada hari tersebut. Demikian juga
halnya dengan larangan shaum pada hari raya Idul Fitr dan Idul Adha.
Dalam sebuah hadits Rasul Saw. bersabda :
Siapa yang shaum pada hari syak, maka dia telah durhaka pada Abul
Qashim (Muhammad Saw). Dalam hadits lain Rasul Saw. bersabda : Jangan
kalian mendahulukan shaum Ramadhan satu atau dua hari sebelumnya kecuali
jika ada yang mengharuskan kamu shaum (seperti shaum nazar dan
sebagainya). (HR. Al-Jama'ah). Imam Tirmizi berpendapat dilarang
seseorang shaum Ramadhan sebelum masuk waktunya, karena namanya saja
shaum Ramadhan, maka harus terikat dengan nama bulannya, yakni di bulan
Ramadhan.
f. Diharamkan shaum sunnah bagi wanita
yang suaminya ada di rumah kecuali atas izin suaminya. Janganlah wanita
shaum satu hari pun sedangkan suaminya berada di rumah kecuali atas
izinnya dan (kecuali) shaum Ramadhan. (HR. Bukhari dan Muslim)
g. Dilarang shaum wishal (terus
menerus). Dalam sebuah hadits Rasul Saw. bersabda : Sekali-kali jangan
kamu melakukan shaum wishal. Beliau katakan sampai tiga kali. Lalu
mereka (Sahabat) berkata : Bukankah engkau melakukannnya wahai
Rasulullah? Beliau menjawab : Kamu sekalian bukanlah seperti aku dalam
hal tersebut. Aku tidak ingin (tidak mungkin) Rabb (Tuhan Pencipta)-ku
tidak memberi makan dan minum padaku. Maka kerjakan amal ibadah sesuai
kemampuan kalian. (HR. Bukhari dan Muslim). Jika di antara kita hendak
mendekatkan dirinya pada Allah secara intensif melalui ibadah shaum
sebanyak-banyaknya sepanjang tahun, lakukanlah shaum Daud seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya pada pembahasan Shaum Tathowwu' (Sunnah).