Islam
& Budha
Dengan
Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang
Sesungguhnya agama (yang diridhai)
disisi Allah hanyalah Islam.
(Qur’an, 3:19)
HARUN YAHYA
(ADNAN OKTAR)
Penerjemah: Yelvi Andri Z.
Editor: -
Penerbit: -
Daftar Isi
Pendahuluan
Buddha: Sebuah Agama Berhala
Keyakinan Menyimpang Ajaran Buddha
Ajaran Buddha dan Budaya Materialis Barat
Mungkinkah Buddha Berasal dari Agama yang Benar,
tapi Telah Menyimpang?
Kesimpulan: Yang Hak Telah Datang,
dan Yang Batil Telah Lenyap
Tipu Muslihat Evolusi
KEPADA PEMBACA
Dalam semua buku karya penulis, berbagai permasalahan yang berkaitan dengan
keimanan dijelaskan berdasarkan pada ayat-ayat Al Qur’an, dan masyarakat diajak
untuk mempelajari dan menjalani hidup berdasarkan firman Allah. Semua pokok
bahasan yang menyangkut ayat-ayat Allah dipaparkan sedemikian rupa sehingga tak
menyisakan lagi keraguan ataupun tanda tanya dalam benak pembaca. Gaya yang
tulus, sederhana dan fasih ini menjamin pembaca dari segala umur dan kelompok
masyarakat untuk dapat memahami buku-buku ini dengan mudah. Gaya bertuturnya
yang mudah dicerna dan jernih menyebabkan buku-buku ini dapat dipahami dalam
sekali baca. Bahkan mereka yang sangat menolak segala sesuatu yang berhubungan
dengan masalah agama sekali pun akan terpengaruh oleh kenyataan-kenyataan yang
dipaparkan dalam buku-buku ini, serta tak sanggup menyangkal kebenaran isinya.
Buku ini, beserta semua karya Harun Yahya lainnya, dapat dibaca secara
perorangan maupun dibahas dalam kelompok. Para pembaca yang berminat menarik
manfaat dari buku tersebut sebaiknya membahas buku dalam kelompok. Dengan demikian, mereka akan dapat saling bertukar
pikiran, renungan, dan pengalaman mereka masing-masing.
Selain itu, membantu penyajian dan peredaran buku-buku ini, yang ditulis
demi ridha Allah semata, adalah amal ibadah yang tinggi nilainya bagi agama.
Semua buku karya penulis ini sangat meyakinkan. Karena itu, bagi mereka yang
ingin menyampaikan pesan agama kepada orang lain, salah satu cara yang paling
mengena adalah dengan menganjurkan orang lain agar membaca buku-buku ini.
Pembaca diharapkan sudi meluangkan waktu sejenak untuk membaca ulasan
singkat buku-buku lain di halaman akhir buku ini, serta mengetahui kekayaan
sumber bahan yang mengulas tentang berbagai permasalahan keimanan, yang sangat
bermanfaat, sekaligus enak dibaca.
Tidak seperti dalam sejumlah buku tertentu, dalam buku-buku karya penulis
ini tidak terdapat pandangan pribadi penulis, penjelasan berdasarkan sumber
yang meragukan, maupun gaya penyampaian yang mengabaikan perihal penghormatan
dan penghargaan terhadap kesucian. Di dalamnya tidak juga terdapat penjelasan
yang bersifat melemahkan semangat, memunculkan keraguan, ataupun memupuskan
harapan, yang kesemua ini dapat memunculkan penyimpangan di hati para
pembacanya.
Tentang Penulis
Penulis, yang memakai nama pena Harun Yahya, lahir di Ankara pada tahun
1956. Usai menamatkan sekolah dasar dan menengahnya di Ankara, beliau kemudian
melanjutkan pendidikan di bidang seni di Universitas Mimar Sinan di Istanbul,
serta ilmu filsafat di Universitas Istanbul. Sejak tahun 1980-an, penulis telah
menerbitkan banyak buku tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan politik,
agama dan ilmu pengetahuan. Harun Yahya terkenal sebagai penulis yang telah
menghasilkan karya-karya sangat penting, yang mengungkapkan kepalsuan para
evolusionis, ketidakabsahan pernyataan mereka, serta menyingkapkan hubungan
gelap antara Darwinisme dengan berbagai ideologi berdarah, seperti fasisme dan
komunisme.
Nama pena beliau terdiri atas nama “Harun” dan “Yahya”, untuk mengenang
kedua nabi mulia yang berjuang mengatasi redupnya cahaya keimanan. Stempel Nabi
Muhammad yang terdapat pada sampul buku-buku Harun Yahya, menjadi lambang dan
memiliki kaitan dengan isi buku. Ini melambangkan Al Qur’an (kitab suci
terakhir) dan Nabi Muhammad, penutup para nabi. Dengan tuntunan Al Qur’an dan
As Sunnah, penulis berniat membuktikan kesalahan ajaran-ajaran dasar dari
ideologi tak ber-Tuhan, dan untuk menyampaikan “risalah penutup”, dalam rangka
membungkam sama sekali berbagai tentangan terhadap agama. Stempel Nabi
terakhir, yang dikaruniai hikmah yang agung dan akhlak sempurna, digunakan
sebagai tanda niatan penulis dalam menyampaikan risalah
penutup ini.
Semua karya penulis terpusat pada
satu tujuan: menyampaikan pesan Al Qur’an kepada masyarakat, mendorong mereka
agar memikirkan masalah-masalah mendasar yang berhubungan dengan keimanan
mereka (seperti keberadaan Tuhan, keesaan-Nya, serta kehidupan sesudah mati),
dan untuk mengungkap landasan berpijak yang lemah serta ideologi-ideologi sesat
dari berbagai sistem anti-Tuhan.
Harun Yahya mendapatkan sambutan
luas dari para pembacanya di banyak negara, dari India sampai Amerika, Inggris
sampai Indonesia, Polandia sampai Bosnia, serta Spanyol sampai Brasil.
Buku-bukunya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman,
Spanyol, Italia, Portugis, Urdu, Arab, Albania, Rusia, Serbo-Kroasia (Bosnia),
Polandia, Malaya, Uygur, Turki, serta bahasa Indonesia. Buku-bukunya dibaca dan
dinikmati di seluruh dunia.
Karya-karya Harun Yahya yang telah
dinikmai dan dihargai di seluruh dunia, telah berperan penting bagi banyak
orang dalam menghidupkan kembali keimanan mereka, dan juga bagi sebagian orang
untuk memperoleh petunjuk baru dalam keimanan mereka kepada Tuhan. Hikmah, dan
ketulusan serta gaya penyampaian yang mudah dipahami menjadikan buku-buku ini
memiliki keistimewaan yang berpengaruh langsung pada orang yang membaca atau
mengkaji isinya. Karya-karya tersebut, yang tidak bisa disanggah, memiliki
sifat yang cepat mengena, menunjukkan hasil yang jelas, serta merupakan
kebenaran yang mustahil dipungkiri. Sulit bagi mereka yang telah membaca dan
merenungkan isi buku ini secara sungguh-sungguh untuk mampu secara tulus
mendukung filsafat materialistis, ateisme, maupun filsafat dan ideologi
menyimpang lainnya. Kalaupun mereka masih mendukung, hal itu sekadar sikap
kukuh yang tidak berdalih, karena buku-buku ini membongkar ideologi sesat mulai
dari akarnya. Berkat buku-buku Harun Yahya, semua gerakan yang mengingkari
Tuhan di masa kini telah dikalahkan secara ideologis.
Tidak ragu lagi, sifat-sifat yang
telah disebutkan tadi berasal dari hikmah dan kejernihan isi Al Qur’an. Dengan
rendah hati, penulis bermaksud membuka jalan bagi upaya manusia dalam mencari
jalan Tuhan yang lurus. Keuntungan materi bukanlah tujuan diterbitkannya
buku-buku ini.
Dengan demikian, mereka yang
menganjurkan masyarakat agar membaca buku-buku ini, yang membuka mata hati dan
menuntun masyarakat agar lebih berbakti sebagai hamba Allah, telah memberikan
sumbangsih yang tak ternilai.
Sementara, sebagaimana telah
terbukti oleh pengalaman yang sudah-sudah, adalah sia-sia bila kita
menyebarluaskan buku-buku lain yang membingungkan pikiran, menyesatkan manusia
ke dalam kekacauan ideologis, serta tak jelas manfaatnya dalam mengenyahkan
keraguan dalam hati. Sangatlah jelas bahwa pengaruh sekuat itu mustahil
terdapat pada buku-buku yang bertujuan menonjolkan bakat sastra sang penulis,
dan bukan bertujuan mulia menyelamatkan iman manusia. Mereka yang meragukan ini
dapat langsung menyaksikan bahwa tujuan tunggal buku-buku Harun Yahya adalah
menyelamatkan redupnya keimanan, serta menebarkan benih nilai-nilai ajaran Al
Qur’an. Keberhasilan dan akibat dari upaya ini terwujud dalam keyakinan para
pembaca.
Satu hal yang harus diingat:
Penyeab utama dari masih berlangsungnya berbagai kekejaman, pertikaian, dan
penderitaan umat manusia pada umumnya adalah merajalelanya sikap tidak beriman
kepada Tuhan, yang menjangkit secara ideologis. Cara menghadapi semua ini
adalah mengalahkan sikap tersebut secara ideologis, serta menyampaikan berbagai
sisi menakjubkan tentang ciptaan Allah, dan akhlak Al Qur’an untuk
sungguh-sungguh dijadikan pegangan hidup manusia. Jika kita lihat keadaan dunia
kini, yang menjerumuskan manusia semakin cepat ke dalam lingkaran kekerasan,
kerusakan akhlak dan pertikaian, tampak jelaslah bahwa upaya ini harus
dilaksanakan dengan cepat dan berhasil guna – sebelum terlambat.
Tak berlebihan bila dikatakan bahwa
seri buku Harun Yahya telah memegang peran penting dalam upaya ini. Dengan izin
Allah, buku-buku ini akan menjadi jalan bagi manusia abad ke-21 untuk meraih
kedamaian, keadilan, dan kebahagiaan seperti yang dijanjikan dalam Al Qur’an.
Hasil karya
Harun Yahya antara lain: The New
Masonic Order, Judaism and Freemasonry, Global Freemasonry, Kabbalah and
Freemasonry, Knight Templars, Philosophy of Zionism, Kabbalah and Zionism,
Islam Denounces Terrorism, Terrorism:The Ritual of the Devil, The Disasters
Darwinism Brought to Humanity, Communism in Ambush, Fascism:The Bloody Ideology
of Darwinism, The 'Secret Hand' in Bosnia, Behind the Scenes of The Holocaust,
Behind the Scenes of Terrorism, Israel's Kurdish Card, The Oppression Policy of
Communist China and Eastern Turkestan,Palestine, Solution: The Values of the
Qur'an, The Winter of Islam and Its Expected Spring, Articles 1-2-3, A Weapon
of Satan:Romanticism, The Light of the Qur' an Destroyed Satanism, Signs from
the Chapter of the Cave to the Last Times, Signs of the Last Day, The Last
Times and The Beast of the Earth, Truths 1-2, The Western World Turns to God,
The Evolution Deceit, Precise Answers to Evolutionists, The Blunders of
Evolutionists, Confessions of Evolutionists, The Misconception of the Evolution
of the Species, The Qur'an Denies Darwinism, Perished Nations, For Men of
Understanding, The Prophet Musa, The Prophet Yusuf, The Prophet Muhammad
(saas), The Prophet Sulayman, The Golden Age, Allah's Artistry in Colour, Glory
is Everywhere, The Importance of the Evidences of Creation, The Truth of the
Life of This World, The Nightmare of Disbelief, Knowing the Truth, Eternity Has
Already Begun, Timelessness and the Reality of Fate, Matter:Another Name for
Illusion, The Little Man in the Tower, Islam and the Philosophy of Karma, The
Dark Magic of Darwinism, The Religion of Darwinism, The Collapse of the Theory
of Evolution in 20 Questions, Engineering in Nature, Technology Mimics Nature,
The Impasse of Evolution I (Encyclopedic), The Impasse of Evolution II(Encyclopedic),
Allah is Known Through Reason, The Qur'an Leads the Way to Science, The Real
Origin of Life, Consciousness in the Cell, Technology Imitates Nature, A String
of Miracles, The Creation of the Universe, Miracles of the Qur'an, The Design
in Nature, Self-Sacrifice and Intelligent Behaviour Models in Animals, The End
of Darwinism, Deep Thinking, Never Plead Ignorance, The Green Miracle:
Photosynthesis, The Miracle in the Cell, The Miracle in the Eye, The Miracle in
the Spider, The Miracle in the Gnat, The Miracle in the Ant, The Miracle of the
Immune System, The Miracle of Creation in Plants, The Miracle in the Atom, The
Miracle in the Honeybee, The Miracle of Seed, The Miracle of Hormone, The
Miracle of the Termite, The Miracle of the Human Body, The Miracle of Man's
Creation, The Miracle of Protein, The Miracle of Smell and Taste, The Miracle
of Microworld, The Secrets of DNA.
Buku anak-anak karya Harun Yahya adalah: Wonders of Allah's Creation, The World of
Animals, The Glory in the Heavens, Wonderful Creatures, Let's Learn Our Islam,
The Miracles in Our Bodies, The World of Our Little Friends:The Ants, Honeybees
That Build Perfect Combs, Skillful Dam Builders:Beavers.
Karya lain mengenai pokok bahasan Al Qur’an: The Basic Concepts in the Qur'an, The Moral
Values of the Qur'an, Quick Grasp of Faith 1-2-3, Ever Thought About the
Truth?, Crude Understanding of Disbelief, Devoted to Allah, Abandoning the
Society of Ignorance, The Real Home of Believers: Paradise, Knowledge of the
Qur'an, Qur'an Index, Emigrating for the Cause of Allah, The Character of the
Hypocrite in the Qur'an, The Secrets of the Hypocrite, The Names of Allah,
Communicating the Message and Disputing in the Qur'an, Answers from the Qur'an,
Death Resurrection Hell, The Struggle of the Messengers, The Avowed Enemy of
Man: Satan, The Greatest Slander: Idolatry, The Religion of the Ignorant, The
Arrogance of Satan, Prayer in the Qur'an, The Theory of Evolution, The
Importance of Conscience in the Qur'an, The Day of Resurrection, Never Forget,
Disregarded Judgements of the Qur'an, Human Characters in the Society of
Ignorance, The Importance of Patience in the Qur'an, General Information from
the Qur'an, The Mature Faith, Before You Regret, Our Messengers Say, The Mercy
of Believers, The Fear of Allah, Jesus WillReturn, Beauties Presented by the
Qur'an for Life, A Bouquet of the Beauties of Allah 1-2-3-4, The Iniquity
Called "Mockery," The Mystery of the Test, The True Wisdom According
to the Qur'an, The Struggle Against the Religion of Irreligion, The School of
Yusuf, The Alliance of the Good, Slanders Spread Against Muslims Throughout
History, The Importance of Following the Good Word, Why Do You Deceive
Yourself?, Islam: The Religion of Ease, Zeal and Enthusiasm Described in the
Qur'an, Seeing Good in All, How do the Unwise Interpret the Qur'an?, Some
Secrets of the Qur'an, The Courage of Believers, Being Hopeful in the Qur'an,
Justice and Tolerance in the Qur'an, Basic Tenets of Islam, Those Who do not
Listen to the Qur'an, Taking the Qur'an as a Guide, A Lurking
Threat:Heedlessness, Sincerity in the Qur'an, The Religion of Worshipping
People, The Methods of theLiar in the Qur' an, The Happiness of Believers
PENDAHULUAN
Banyak orang merasa tertarik pada
gagasan menjadi orang yang “berbeda” atau lebih “unik.” Hampir di setiap
masyarakat, semenjak awal sejarah, ada orang yang mencoba tampil ke depan dan
menarik perhatian masyarakat melalui gaya hidup, pakaian, gaya rambut, atau
cara bicara mereka yang berbeda. Mereka berhasil mendorong munculnya tanggapan
masyarakat, sekaligus ketertarikan mereka.
Belakangan ini, masyarakat Barat telah
menyaksikan munculnya aliran tak lazim yang menarik perhatian mereka melalui
gaya hidupnya yang agak ganjil. Aliran ini dibangun oleh pribadi-pribadi yang
ingin menarik perhatian dengan menggunakan budaya, keyakinan, dan filsafat
Timur, dan yang terpenting di antaranya adalah ajaran Buddha.
Di seluruh dunia, namun khususnya di
Amerika dan Eropa, beberapa orang telah terpengaruh oleh ajaran Buddha,
terpikat terutama oleh sifat takhayul, penuh rahasia, dan menakjubkan, yang
mereka yakini ada dalam agama ini. Secara umum, orang yang memeluk ajaran
Buddha melakukannya bukan karena mereka percaya pada jalan pemikiran
filsafatnya, melainkan karena mereka tertarik oleh aura “mistis”nya, tertarik
ke dalam takhayul ini karena ditampilkan pada mereka seunik dan semenakjubkan
mungkin dibanding segala filsafat lainnya yang mereka temui dalam kehidupan
normal. Misalnya, kisah bagaimana ajaran
Buddha datang diceritakan pada mereka sebagai legenda fantastis dan mistis.
Buku-buku dan film-film mengenai ajaran Buddha mencerminkan Sang Buddha sebagai
sumber misteri besar. Demikian pula, para biksu Buddha ditampilkan sebagai
pemilik rahasia, pengetahuan yang misterius. Mereka membuat orang-orang Barat terpesona
dengan pakaiannya yang tak lazim, kepalanya yang gundul, cara ibadahnya,
upacara yang rumit, tempat tinggal, semedi, yoga, dan cara-cara aneh semacam
itu.
Oleh karena itu, ajaran Buddha dijadikan
sebagai sebuah sarana penting oleh orang-orang yang ingin menunjukkan bahwa
mereka berbeda dari orang lain, dan yang ingin mempertunjukkan citra diri yang
telah menemukan sebuah rahasia bernilai. Jika orang biasa di suatu ketika
mencukur kepalanya, mengenakan pakaian berwarna terang dan mulai mengajar
ajaran Buddha dengan menggunakan kata-kata mistis yang tidak pernah
disebutkannya sebelumnya, ia pasti akan menarik perhatian dan rasa penasaran,
dan akan dianggap “unik.”
Sejumlah selebriti telah memeluk ajaran
Buddha untuk maksud yang hampir sama dengan itu. Mereka berpidato dengan
pakaian Buddha Tibet agar terlihat berbeda di mata orang lain, menarik
perhatian pada diri mereka, mungkin agar menjadi lebih dikenal lagi oleh
masyarakat. Mereka mengunjungi kuil-kuil Buddha ditemani biksu-biksu Buddha dan
juga menyampaikan ajakan memeluk ajaran Buddha.
Anda
mungkin telah banyak belajar tentang ajaran Buddha dan memperoleh pengetahuan
umum tentangnya melalui media tertulis maupun visual. Dalam buku ini, kita akan
meneliti sifat takhayul ajaran Buddha dari sudut pandang Al-Qur’an dan mengajak
Anda untuk melihat lebih jelas lagi sisi-sisi menyimpang agama takhayul ini.
Ketika kita merenungkan penampilan
ajaran Buddha, patung-patungnya, kepercayaan umumnya, gaya ibadahnya dari sudut
pandang Al-Qur'an, kita mulai melihat bahwa filsafat dasarnya dibangun atas
ajaran yang amat menyimpang. Dan memang, ibadahnya meliputi kegiatan-kegiatan
aneh yang membawa penganutnya menyembah berhala berupa patung dan tanah liat.
Sebagai sebuah keyakinan, ajaran Buddha bertolak belakang dengan akal sehat dan
pikiran yang waras. Negara-negara tempat agama ini dianut mencampuradukkannya
dengan kebiasaan dan tradisi setempat, serta gagasan-gagasan thaghut mereka,
ditambah dengan mitos-mitos dan gagasan menyimpang hingga semuanya berkembang
menjadi sebuah filsafat yang benar-benar anti Tuhan.
Jika dibandingkan dengan ajaran
Brahmanisme, Hindu, Shinto, dan agama Timur penyembah berhala lainnya, ajaran
Buddha dianggap memiliki bentuk yang lebih gelap. Orang-orang yang menganut
agama ini bukan atas dasar kepercayaan, melainkan karena mereka terpikat oleh
“rahasia” Timur Jauh atau hanya untuk menarik perhatian orang lain atas
dirinya, harus mengakui bahwa ajaran
Buddha berisi ajaran-ajaran menyimpang yang dapat membawa mereka mengingkari
Tuhan, menghubungkan berhala buatan manusia dengan-Nya dan membawa ke arah
kehidupan takhayul. Mengabaikan sifat ajaran Buddha yang tak mengindahkan akal
sehat dan memeluknya hanya agar tidak ketinggalan dan untuk ikut-ikutan akan
menyebabkan kerugian yang besar.
Orang-orang yang menyebarluaskan
kepercayaan Buddha sering menampilkannya sebagai sarana penyelamatan.
Orang-orang yang merindukan kebebasan dari budaya kekerasan dan kekacauan
masyarakat materialistis, ditingkahi oleh kecemasan, kekhawatiran, percekcokan,
permusuhan yang tak kenal ampun, sifat mementingkan diri sendiri, dan
kepalsuan, berpaling pada ajaran Buddha sebagai jalan untuk mencapai kedamaian
pikiran, keamanan, tenggang rasa, dan hidup yang menenangkan. Namun, secara umum ajaran Buddha bukanlah
keyakinan yang membawa kepuasan. Sebaliknya, orang-orang yang memilih ajaran
Buddha sering tenggelam menuju keputusasaan yang dalam. Anehnya, orang-orang
yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi dan pandangan hidup modern pun melihat
tak ada salahnya mengemis menadahkan tangan, mempercayai bahwa dalam kehidupan
selanjutnya manusia mungkin akan terlahir lagi sebagai tikus atau binatang
ternak, dan mengharap pertolongan dari patung-patung yang diukir dari batu atau
dibuat dari perunggu. Terhadap orang-orang ini, keyakinan menyimpang ajaran
Buddha telah menyebabkan kerusakan jiwa yang parah. Di negara-negara tempat
ajaran Buddha tersebar luas, atau di daerah yang ditempati banyak biksu Buddha,
pesimisme dan kehilangan harapan jelas mengemuka.
Salah satu alasan yang mendasarinya
adalah rasa malas dan keengganan yang disusupkan ajaran Buddha ke hati
pemeluknya. Karena kurangnya keyakinan pada kehidupan abadi setelah mati,
ajaran Buddha tidak mengajak pemeluknya untuk lebih baik dan mengembangkan
dirinya, untuk memperindah lingkungannya, atau meraih kemajuan budaya. Islam
selalu mengajak pemeluknya untuk berusaha dan mengamalkan dirinya pada hal yang
lebih baik dan lebih indah. Pengajaran akhlak Islam yang terus berkembang
menuntut manusia untuk meneliti dan belajar, untuk mengembangkan diri mereka
dan bermanfaat bagi masyarakatnya. Dalam salah satu ayat Al-Qur'an (35:28),
Allah berfirman bahwa “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah orang yang berpengetahuan.”
Satu-satunya jalan menemukan kebahagiaan
dan kepuasan sejati di dunia ini, menghindari putus asa, ketidakbahagiaan, dan
kejahatan yang tak terperikan, adalah mengabdikan diri kepada Allah, Pencipta
kita, dan menjalani hidup yang akan mendatangkan ridha-Nya. Tuhan kita,
satu-satunya penguasa di langit dan bumi telah menyatakan bahwa bagi seluruh
manusia jalan keselamatannya adalah memeluk Al-Qur'an, yang diturunkan sebagai
pedoman ke jalan yang benar. Dalam Al-Qur'an (14:1), Allah menegaskan, …(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan
kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya
terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang
Mahaperkasa lagi Maha Terpuji.” Orang yang percaya pada agama berhala
seperti Buddha harus mengetahui bahwa mereka telah salah jalan:
Maka (Zat yang
demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada
sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu (bisa)
dipalingkan (dari kebenaran)? (Al-Qur'an, 10: 32)
BUDDHA: SEBUAH
AGAMA BERHALA
Sekitar 2500 tahun yang lalu, ajaran
Buddha muncul di timur laut India, dan pada saat itu mengembangkan pengaruhnya
melalui Sri Lanka, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Cina, Jepang, Tibet,
Mongolia, Manchuria, Korea, dan Nepal. Saat ini, agama ini mempunyai sekitar
330 juta pengikut.
Pengertian ajaran Buddha selalu beragam,
sejalan dengan cara pemeluk Buddha memahami arti kehidupan. Bagi beberapa
orang, ajaran Buddha merupakan sebuah agama, sementara lainnya menganggapnya
sebuah aliran atau bentuk filsafat. Namun dari pandangan kehidupan dan semua
kegiatannya, akhirnya jelas bahwa ajaran Buddha adalah agama penyembah berhala
dan bersifat takhayul. Karena ajaran Buddha adalah sebuah agama tak mengenal
Tuhan dan kurang meyakini adanya Tuhan, agama ini juga menolak adanya malaikat,
akhirat yang abadi, neraka, dan Hari Pembalasan.
Siddhartha Gautama, pendiri ajaran
Buddha, dilahirkan di kota India Kapilawastu dan hidup antara 563 dan 483 SM.
Pada saat itu, agama utama di India adalah Brahmanisme, agama penjajah Arya.
Menurut tata nilai kasta Arya yang kaku dan tak tergoyahkan, seluruh masyarakat
dibagi atas empat kelompok, yang masing-masingnya dibagi lagi menjadi
kasta-kasta. Pendeta Brahma adalah kelompok masyarakat yang paling tinggi dan
mereka tanpa ampun menindas rakyat yang kedudukannya lebih rendah.
Gautama dilahirkan sebagai putera
seorang pangeran kaya dengan nama lahir Suddhodana, dalam keluarga bangsawan
Sakya. Setelah menghabiskan usia mudanya dalam kesenangan dan kemudahan,
Gautama meninggalkan istana pada usia 29 dan menjadi pencari ketenangan jiwa
yang berlanjut hingga kematiannya di usia 80. Sepanjang kehidupannya, ia
membangun dasar-dasar pemikiran yang dengan berlalunya waktu berkembang menjadi
ajaran yang sekarang kita sebut ajaran Buddha.
Kata Buddha berarti “orang yang bangkit,
atau mendapat pencerahan,” menandakan tercapainya tingkat kejiwaan seperti yang
telah dicapai oleh Siddhartha Gautama. Ajaran-ajaran dan kitab-kitab Buddha
yang disampaikan pada kita tidaklah berasal dari masa kehidupannya, melainkan
ditulis antara 300 hingga 400 tahun setelah kematiannya. Dalam halaman-halaman
berikut pada buku ini, kita akan meneliti kitab-kitab ini secara terperinci dan
kita akan lihat bahwa semuanya berisi keyakinan palsu, kegiatan-kegiatan yang
menyalahi seluruh logika dan menampilkan Buddha secara sesat sebagai sebuah
patung yang disembah.
Orang yang Menganggap Buddha
sebagai Tuhan
Dalam keyakinan, filsafat, dan tindakan
mendasarnya, agama ini adalah penyembah berhala. Pemeluk Buddha berpegang pada
Buddha dengan rasa cinta yang tinggi, rasa hormat dan takut yang dalam, bahkan
menganggapnya sebagai tuhan.
Meskipun kita tidak mempunyai catatan
dari masa Buddha yang mendukung bahwa ia mengajak pengikutnya untuk menyembahnya,
para Brahma, yang memang telah menyembah berhala, segera mulai membuat patung
Siddharta. Dan di waktu itu, orang-orang yang memberi cinta berlebihan kepada
Buddha mulai menyembah patung ini dan menganggapnya tuhan.
Padahal, seluruh agama yang berdasar
pada wahyu Tuhan bersandar pada keimanan terhadap satu Tuhan yang mengakui-Nya
sebagai zat yang esa dan tak ada yang menyamai. Dalam Al-Qur'an (22:34) Allah
berfirman, “Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah
kamu kepada-Nya.” Mengingkari keagungan Allah dan menyembah berhala berupa
manusia biasa, seperti yang dilakukan penganut Buddha, dilukiskan dalam
Al-Qur'an sebagai “mempersekutukan sesuatu dengan Allah.” Di ratusan tempat
dalam Al-Qur'an, Allah mengingatkan kita bahwa “perbuatan mempersekutukan” ini
adalah dosa yang sangat besar. Misalnya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni
dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar. (Qur'an, 4: 48)
Kata “mempersekutukan,” atau syirik, berarti
bekerjasama. Al-Qur'an menggunakannya dalam hal menyejajarkan makhluk dengan
Allah, seperti memperlakukan suatu benda, manusia, atau gagasan-gagasan sama
atau lebih tinggi dibanding Tuhan. Penyembah berhala menghormati apa pun
gambar, patung, atau benda yang ia hubungkan dengan Tuhan lebih tinggi dari
penghormatan pada Tuhan itu sendiri, sehingga mengabdikan sepenuhnya; cinta,
hormat, minat, dan baktinya pada hal tersebut. Al-Qur'an (15:96;17: 39; 51: 51)
menyebut jalan pikiran sesat ini sebagai “menganggap adanya tuhan lain selain
Allah.”
Agama Islam didasarkan pada keyakinan
akan keesaan Allah (tauhid). Allah sering mengulangi kata Laa ilaha
illahu (‘tidak ada Tuhan selain diri-Nya”), yang merupakan syarat utama
keimanan. Oleh karena itu, arti paling dasar dari syirik adalah menyimpang dari
kebenaran menuju gagasan keliru bahwa ada hal lain selain Allah yang memiliki
“kekuatan dan keperkasaan.” Dalam Al-Qur'an, Allah memperkenalkan dirinya
dengan menggambarkan sifatnya dan memberi tahu kita dalam banyak ayat dalam
Al-Qur'an bahwa tidak ada tuhan selain Dia. Dalam ayat 59:22-24, Allah
memfirmankan nama-Nya yang agung sebagai berikut:
Dialah Allah, Yang tiada Tuhan selain
Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang.
Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain
Dia, Raja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang
Maha Memelihara, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki segala
Keagungan, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang
Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih
kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana.
Allah mewujudkan sifat-Nya untuk
diperlihatkan pada diri manusia. Misalnya, Dia mempunyai kasih sayang tak
terbatas dan mewujudkan sifat-Nya sebagai “Penyayang” dalam diri manusia.
Sifat-Nya bisa dilihat pada manusia, meskipun manusia memiliki sifat-sifat ini
tanpa usaha dan hasil kerjanya sendiri. Dengan sendirinya, tidak ada zat lain
yang bisa memiliki atau menciptakan sifat Allah. Menganggap bahwa mereka
mempunyai kemampuan ini berarti “mengada-adakan tuhan lain selain Allah.”
Seperti halnya kalangan ajaran Buddha, mereka membuat kekeliruan
mempersekutukan makhluk-Nya dengan Allah, menganggap adanya sifat Tuhan pada
zat lain, makhluk yang lebih rendah.
Misalnya, Allah Maha Melihat dan
mengetahui “segala sesuatu bahkan yang tersembunyi sekalipun” Ketika seseorang
melakukan sesuatu diam-diam, tak seorang pun di sekitarnya, dan yakin tak
seorang pun melihatnya, sesungguhnyalah Allah melihatnya dan mengetahui segala
yang ia perbuat. Dia melihat dan mengetahui segala peristiwa yang terjadi di
alam semesta, hingga sekecil-kecilnya, karena Dia adalah Tuhan Yang Esa Yang
menciptakan semua itu. Dalam Al-Qur'an (6:103), Allah menegaskan bahwa “Dia
tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang
kelihatan; dan Dialah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui.”
Di mana pun seseorang berada, pastilah
Allah bersamanya. Allah mengetahui apa yang Anda pikirkan saat ini, sewaktu
Anda membaca kata-kata ini. Allah memberi tahu kita bahwa Ia melihat kita di mana
pun kita berada:
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan
dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur'an dan kamu tidak mengerjakan suatu
pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya.
Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biar pun sebesar zarrah (atom) di bumi
atau pun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih
besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh). (Qur'an, 10: 61)
Dialah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'arsy. Dia mengetahui
apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya dan apa yang turun
dari langit dan apa yang naik kepada-Nya . Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan. (Qur'an, 57: 4)
Pandangan ini mengungkap pemahaman
keliru pemeluk Buddha, dan sejumlah umat manusia lainnya. Pengikut Buddha
menganggap Buddha sebagai maha melihat dan maha mengetahui. Diperbanyaknya
patung-patung Buddha di negara-negara yang menjadikannya sebagai agama utama,
dan mata Buddha yang dilukiskan di setiap kuil, seluruhnya menjadi saksi
keyakinan menyimpang penganut Buddha bahwa Buddha melihat mereka setiap saat
dengan matanya yang terbuat dari batu dan kayu dan mendengar dengan telinga
kayunya. Karena itu, mereka mengisi rumah-rumah mereka dengan patungnya, dan di
depannya mereka melakukan peribadatan.
Jadi, mereka bertindak bertolak belakang
dengan akal sehat dan melakukan dosa besar. Dalam Al-Qur'an (7:195), Allah
memberi tahu kita bahwa manusia yang mempersekutukan makhluk dengan Allah telah
benar-benar tertipu; dan bahwa apa pun yang mereka jadikan tuhan tak punya
kekuasaan atas apa pun. “Apakah berhala-berhala mempunyai kaki yang dengan
itu ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengannya ia dapat memegang
dengan keras , atau mempunyai
mata yang dengan itu ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengannya ia
dapat mendengar?” Jangan lupa, “penyembahan berhala” tidak hanya berarti
beribadah pada patung benda. Setiap orang yang menghormati orang lain karena
apa yang dimilikinya, berpikir bahwa mereka dikuasai orang tersebut, dan berada
di bawah kekuatannya, mengagungkannya, tidak mengakui bahwa makhluk fana ini
adalah ujian Allah untuknya, itu pun tergolong perbuatan menyembah
berhala. Seperti yang Allah peringatkan
dalam Al-Qur'an (2:165):
Dan diantara manusia ada orang-orang
yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah. Ada pun orang-orang yang beriman amat
sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat
zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa
kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya
mereka menyesal).
Buddha adalah hamba tak berdaya yang
diciptakan Allah dan diuji di dunia ini. Ia tidak punya kemampuan atau kehendak
sendiri untuk mempengaruhi manusia. Adalah karena kehendak Allah-lah ia
berbicara, dan ia menjalani kehidupan yang diberikan Allah padanya, menurut
takdir yang telah digariskan Allah. Doa Ibrahim AS dalam Al-Qur'an (26:78-82)
menyatakan dengan jelas ketidakberdayaan manusia di depan kekuasaan mutlak
Allah:
(Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka
Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Dia Yang memberi makan dan minum
kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan
mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat
kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.
Buddha menjalani takdir yang telah
ditentukan Allah untuknya, dan ketika waktunya tiba, ia mati. Jangan lupa bahwa
kalau tidak dikehendaki Allah, tak seorang pun mempunyai keimanan. Adalah Allah
Yang menuntun manusia. Jika tidak dikehendaki Allah, tak seorang pun dapat
menunjuki orang lain ke jalan yang lurus.
Selain itu, Allahlah yang menunjuki manusia kepada kebenaran dan
keindahan. Ajakan dan dakwah untuk mempengaruhi hati manusia hanya terjadi atas
izin Allah. Demikianlah, Dialah
satu-satunya kekuasaan mutlak yang harus diagungkan, disembah, dan dimintai
pertolongannya. Seperti dinyatakan Allah dalam Al-Qur'an (22:74): “Mereka
tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Mahakuat lagi Mahaperkasa.”
Al-Qur'an memberikan sejumlah contoh
manusia yang menyembah berhala. Sebagai contoh, orang-orang kafir dari umat
Nabi Ibrahim membuat bentuk-bentuk tuhan mereka, menyembahnya, dan mendengarkan
seruannya. Dalam Al-Qur'an (21:52-53) Allah berfirman: “(Ingatlah), ketika
Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Patung-patung apakah ini
yang kamu tekun beribadat kepadanya?" Mereka menjawab, "Kami
mendapati bapak-bapak kami menyembahnya."
Seperti ditunjukkan ayat ini, manusia
telah menganut bentuk pemujaan ini sebagai warisan nenek moyangnya yang telah
meninggal. Oleh karena itulah, ibadat pada berhala ini, tak peduli masuk akal
atau tidak, bisa menjadi sejenis kegiatan masyarakat yang telah dihayati
semenjak kecil dan tidak lagi dianggap aneh, bahkan dalam masyarakat modern sekalipun.
Dalam Al-Qur'an (27:24-25), Allah
berfirman bahwa kaum Saba’ adalah penyembah berhala, seperti halnya umat
Ibrahim:
Aku menemukan dia dan kaumnya menyembah
matahari, selain Allah; dan setan telah menjadikan mereka memandang indah
perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga
mereka tidak dapat petunjuk, agar mereka tidak menyembah Allah Yang
mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa
yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.
Ayat-ayat ini membawa kita pada hal
penting lain: setan telah membuat agama-agama berhala terlihat benar dan
berarti bagi manusia, untuk menghalangi mereka dari jalan Allah. Padahal, setan
mengetahui, misalnya, bahwa matahari bukanlah tuhan yang harus disembah,
melainkan ciptaan Allah seperti benda lainnya di alam semesta. Dengan kata
lain, setiap agama berhala yang menentang wahyu Allah sebenarnya didasarkan
pada wahyu Setan, yang melakukannya sehingga baik laki-laki maupun perempuan
tidak menundukkan dirinya pada Allah.
Contoh lain penyembahan berhala yang
diwahyukan Allah dalam Al-Qur'an menyebut tentang Bani Israil. Ketika mereka
melarikan diri dari Firaun dan kaumnya bersama Musa AS, mereka menemui
seseorang yang menyembah berhala dan mereka ingin Musa membuatkan untuk mereka
berhala yang serupa. Dalam Al-Qur'an (7:138-139), Allah memberi tahu tentang
hal ini:
Dan Kami seberangkan Bani Israil ke
seberang lautan itu , maka
setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka,
Bani lsrail berkata, "Hai Musa, buatkanlah untuk kami sebuah tuhan
(berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)." Musa
menjawab, "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui
(sifat-sifat Tuhan)". Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan
yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.
Dari ayat ini kita melihat bahwa Bani
Israil, yang melakukan kebodohan, menginginkan tuhan yang bisa mereka lihat
dengan mata mereka, yang di depannya mereka bisa membungkuk dan mungkin
melakukan upacara-upacara yang tidak jelas.
Ini menunjukkan bahwa mereka tidak berpikir tentang kekuasaan Allah atau
menghormati-Nya. Meskipun Musa telah menerangkan
kebenaran pada mereka, segera setelah ia meninggalkan mereka, mereka membuat
sebuah patung, sebuah kesesatan besar. Dalam Al-Qur'an (7:148-149) Allah
memberi tahu kita bahwa segera setelah itu, penyesalan datang pada mereka:
Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke
gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang
bertubuh dan bersuara . Apakah
mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan
mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka
menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim.
Dan setelah mereka sangat menyesali
perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata,
"Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak
mengampuni kami, pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi."
Namun bagi orang-orang yang menjadikan
patung lembu tersebut sebagai tuhan, Allah memberi jawaban berikut ini
(Al-Qur'an 7:152):
Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan
anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari
Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan.
Ayat di atas
menunjukkan bahwa jika Allah berkehendak, Dia bisa mengampuni atau menghukum
orang-orang yang mempersekutukan makhluk dengan diri-Nya. Orang-orang yang
melakukannya sebenarnya sedang merajut kebohongan, karena kebenaran yang nyata
adalah bahwa hanya ada satu Tuhan. Bersujud di depan tuhan-tuhan buatan ini
adalah kejahatan besar terhadap Allah. Seperti dinyatakan dalam Al-Qur'an
(4:48), Allah dapat mengampuni orang-orang yang melakukan dosa dan kesalahan
apa pun, tapi tidak akan mengampuni orang yang mempersekutukan makhluk dengan
diri-Nya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni
dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik)
itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah,
maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
Tidak Ada Tuhan
Selain Allah
Dasar Islam adalah pengetahuan bahwa
Allah itu ada, dan pemahaman bahwa tidak ada tuhan selain-Nya. Dalam Al-Qur'an,
sumber wahyu Islam, Allah memberi tahu kita (2:163) bahwa inilah dasar pijakan
agama: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan
Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Jelas, hanya ada satu Zat Mutlak, dan
segala hal lainnya adalah ciptaan-Nya. Allah menciptakan alam semesta tempat
tinggal kita dan, sebelum Dia menciptakannya, tidak ada satu pun yang ada. Tak
satu pun, bernyawa atau tak bernyawa, dijadikan ada; tak satu pun selain ruang
hampa semata. Saat alam semesta diciptakan, sejak itulah waktu, ruang, dan zat
menjadi ada, diciptakan oleh Tuhan Abadi yang tidak tergantung pada apa pun
dari mereka. Dalam satu ayat (2:117) dalam Al-Qur'an, Allah menyebut Diri-Nya
sebagai Pencipta Maha Sempurna dari alam semesta:
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila
Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya
mengatakan kepadanya:
"Jadilah!" Lalu jadilah ia.
Allah menciptakan segala yang terjadi di
waktu ini, dan di setiap saat. Allah tetap menciptakan setiap tetesan hujan
yang jatuh, setiap anak yang dilahirkan, fotosintesis yang terjadi di dedaunan,
fungsi tubuh-tubuh yang hidup, arah bintang dalam galaksi, setiap benih yang
berkecambah, seluruh yang kita tahu dan segala hal yang tidak kita ketahui.
Segalanya di alam semesta, besar dan kecil, bergerak menurut perintah-Nya
(Al-Qur'an, 27:64):
Atau siapakah yang menciptakan (manusia
dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang
memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada
tuhan (yang lain)? Katakanlah, "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu
memang orang-orang yang benar."
Dari sel-sel makhluk hidup hingga
bintang-gemintang di alam semesta, seluruh sistem terjadi dalam aturan dan
fungsi yang mengagumkan secara sempurna. Aturan menakjubkan ini, yang
dikendalikan di setiap saat, berlanjut dalam keselarasan sempurna karena Tuhan
kita meliputi seluruh makhluk yang ada dengan pengetahuan abadi-Nya (Al-Qur'an,
67:3-4).
Yang telah menciptakan tujuh langit
berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu
lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya
penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan
penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.
Menolak Allah sebagai Pencipta dan
memalingkan kesadaran pada segala hal yang telah Dia ciptakan menunjukkan sangat
kurangnya kecerdasan. Aturan mengagumkan di alam semesta dan rancang bangun
tanpa cacat di semua makhluk hidup menunjukkan pada kita bahwa satu Pencipta
telah menciptakan semuanya. Dalam satu ayat (23:91), Allah menyatakan bahwa
tidak ada tuhan lain di sisi-Nya, dan tidak ada zat lain di alam semesta
mempunyai kekuatan terlepas dari-Nya.
Allah sekali-kali tidak mempunyai anak,
dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan
beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya,
dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci
Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.
Allah berada di mana pun dan meliputi
segala sesuatu. Dialah satu-satunya yang sejati, Zat mutlak, dan segala sesuatu
mematuhi kehendak-Nya. Allah berada di setiap waktu dan setiap tempat. Tidak
ada tempat di mana Dia tidak berada; tidak ada makhluk hidup berada di luar kendali-Nya.
Dia-lah yang Mahasempurna dan bebas dari segala kelemahan (Al-Qur'an 2:255):
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus
(makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di
langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa
izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang
mereka, dan mereka tidak mengetahui apa pun dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.
KEYAKINAN MENYIMPANG
AJARAN BUDDHA
Keyakinan menyimpang ajaran Buddha
sangat beragam di tiap negara, karena sepanjang 2500 tahun yang lalu, agama ini
telah tercampur aduk dengan berbagai agama setempat, kebiasaan, dan budaya yang
dibuat oleh negara-negara tempat penyebarannya. Saat ini, beragam ajaran Buddha
yang dijalankan di Jepang, Cina, Tibet, Sri Lanka, Vietnam, dan Amerika sangat
berbeda satu sama lain.
Seperti ditunjukkan sumber-sumber
sejarah, Buddha selalu memilih berbicara tentang pemikiran mendasar dan
menyampaikan cara peribadatannya secara lisan; penelitian berabad-abad telah
menunjukkan bahwa ia tidak meninggalkan satu catatan tertulis pun. Pemeluk
Buddha yakin bahwa ajarannya diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi
selama 400 tahun, hingga akhirnya terkumpul dalam hukum Pali. Akan tetapi,
sebagian besar cendekiawan percaya bahwa sebagian besar kata-kata ini bukanlah
perkataan sang Buddha sama sekali, melainkan ditambahkan padanya dalam
perjalanan abad hingga mencapai bentuk seperti sekarang ini. Oleh karena itu,
ajaran Buddha, yang tidak mengandalkan catatan tertulis apa pun, mengalami
banyak perubahan dan penyimpangan sepanjang waktu, dan banyak yang diubah
kembali dengan penambahan-penambahan dan penghapusan-penghapusan.
Saat ini, kitab suci Buddha, yang
ditulis dalam bahasa Pali, disebut dengan Tripitaka, yang berarti “tiga
keranjang.” Tidak diketahui pasti kapan Tripitaka ditulis, namun dianggap
mencapai bentuk seperti sekarang ini di Sri Lanka pada suatu waktu di abad
pertama SM. Tulisan di dalamnya dibagi dalam bab-bab berikut ini:
1. Vinaya Pitaka: Bab ini, yang
berarti “Keranjang Kedisiplinan,” meliputi aturan yang diperuntukkan bagi para
biksu dan biksuni dan bagaimana mengikutinya. Juga ada beberapa kesesuaian
dengan pembaca yang bukan biksu atau biksuni.
2. Sutta Pitaka: Sebagian besar
bab ini ditulis menurut percakapan ketika Buddha menerangkan gagasannya. Oleh
karena itu, bab ini disebut “Keranjang Pembahasan.” Kata-kata sang Buddha ini
diturunkan selama berabad-abad, dan bercampur aduk dengan legenda-legenda dan
keyakinan keliru lainnya.
3. Abhidharma Pitaka: Bab ini
berisi filsafat Buddha dan penerjemahan wejangan sang Buddha.
Para biksu Buddha hari ini menganggap
perkataan-perkataan ini suci; mereka beribadah dan mengatur kehidupannya
menurut perkataan ini. Mereka melukiskan Buddha sebagai tuhan sejati (Tuhan
pastilah bukan seperti ini!), dan karena itulah, pemeluk Buddha modern
menundukkan diri di depan patung-patungnya, menaruh di depannya sesajian
makanan dan bunga, dan berharap pertolongan dari mereka. Jelas, ini benar-benar
perbuatan tak masuk akal, dan setiap orang yang percaya bahwa patung batu dan
perunggu bisa mendengar atau menolong jelas telah tertipu. Berikut dalam buku
ini, kita akan membahas perbuatan-perbuatan sesat mendasar ini lebih terperinci
dan melihat bagaimana ajaran Buddha menjadi ajaran rahasia yang memusatkan
perhatian pada manusia tanpa memperhitungkan pertanyaan tentang bagaimana tata
laksana dunia yang tak bercela ini bisa terjadi, atau bagaimana seluruh alam
semesta bisa tercipta.
Sebuah Agama Tak
Kenal Tuhan
Filsafat pemeluk Buddha mengingkari
adanya Tuhan, di samping mendasarkan diri mereka pada beberapa akhlak
kemanusiaan dan pelarian diri dari penderitaan duniawi. Tanpa dukungan
intelektual atau ilmiah agama ini bersandar pada pemikiran kembar tentang karma
dan kelahiran kembali (reinkarnasi), sebuah gagasan bahwa manusia akan terus
terlahir kembali ke dunia ini, bahwa kehidupan mereka berikutnya ditentukan oleh
perilaku mereka di kehidupan sebelumnya. Tak ada kitab Buddha yang merenungkan
adanya sang Pencipta, atau bagaimana alam semesta, dunia, dan makhluk hidup
terjadi. Tak ada kitab Buddha yang melukiskan bagaimana alam semesta diciptakan
dari ketiadaan; atau bagaimana makhluk hidup menjadi ada; atau bagaimana
menerangkan bukti, yang bisa dilihat di mana-mana di dunia ini, tentang
penciptaan yang tak ada bandingannya. Menurut
tipu daya ajaran Buddha, bahkan tidak diperlukan adanya pemikiran
tentang semua ini! Satu-satunya hal penting dalam kehidupan, yang dinyatakan
oleh kitab-kitab Buddha, adalah menekan nafsu, menghormati Buddha, dan
melarikan diri dari penderitaan.
Oleh sebab itu, sebagai sebuah agama,
ajaran Buddha menderita karena cita-cita yang sangat sempit yang menghambat
pengikutnya merenungkan pertanyaan mendasar seperti dari mana mereka berasal
atau bagaimana alam semesta dan seluruh makhluk hidup terjadi. Jelas, agama ini
menghalangi mereka bahkan dari memikirkan hal-hal ini dan menekan mereka ke
dalam bentuk sempit kehidupan keduniawian mereka saat ini.
Agama Penindasan
dan Perbudakan
Usaha ajaran Buddha menihilkan seluruh
nafsu manusia adalah sisi lain filsafatnya yang sempit. Allah menciptakan
berkah dunia ini untuk manfaat dan kesenangan manusia, sehingga mereka
bersyukur kepada-Nya. Oleh karena itu, Islam tidak memerintahkan manusia untuk
menekan hawa nafsunya atau menanggung rasa sakit dan penderitaan. Sebaliknya,
Islam mengajak mereka memanfaatkan hal-hal indah di dunia (tanpa perilaku yang
menyimpang dan melawan hukum), bukan mengekang diri mereka tanpa kebutuhan,
atau menyebabkan rasa sakit atas diri mereka sendiri. Oleh karena itu, Allah
berfirman (Al-Qur'an, 7: 157) bahwa Nabi Muhammad SAW telah “memutuskan dari
pengikutnya belenggu mereka”:
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul,
Nabi yang ummi yang (namanya) mereka temukan tertulis di dalam Taurat
dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf
dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi
mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan
membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.
Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka
itulah orang-orang yang beruntung.
Pendeknya, Islam adalah agama pembebas
yang menyelamatkan manusia dari kebiasaan dan larangan tak bermanfaat, tekanan
sosial, dan kecemasan tentang apa yang mungkin dipikirkan orang lain. Agama ini
mengajak mereka untuk membawa ketenangan, hidup damai dengan tujuan mendapat
ridha Allah. Oleh karena itulah Nabi SAW dalam banyak perkataannya menganjurkan
kita untuk menjadikan agama ini sederhana dan mudah.
“Mudahkanlah segalanya untuk manusia, dan jangan membuat kesukaran bagi
mereka, dan tenangkanlah mereka (dengan kabar gembira) dan jangan menakuti
mereka.”1
“Kamu telah diutus untuk memudahkan segalanya (untuk manusia) dan kamu
tidaklah diutus untuk mempersulit mereka.”2
Ajaran Buddha memperbudak pengikutnya
dalam biara-biara yang suram dan memaksa mereka hidup dalam penderitaan dan
kemiskinan. Anehnya, agama ini melarang makanan yang baik, kebersihan,
kenyamanan, anugerah yang Allah ciptakan untuk manusia, menerima penderitaan
sebagai kebaikan dan menganjurkan pengikutnya untuk menuju kehidupan yang
menyedihkan.
Bagi biksu dan biksuni Buddha, kehidupan
itu penuh segala jenis kesukaran. Mereka dilarang bekerja atau mempunyai hak
milik, wajib mencari makan untuk diri sendiri dari pintu ke pintu dan mengemis
dari manusia, dengan menadahkan tangannya. Karena hal inilah, para biarawan
Buddha ini sering disebut biksu/bhikku (pengemis) oleh masyarakat. Para
biksu Buddha dilarang menikah atau punya kehidupan berkeluarga dalam bentuk apa
pun; mereka mungkin hanya punya satu jubah, yang harus dari kain bermutu rendah
berwarna kuning atau merah.
Di samping jubah ini, satu-satunya milik
mereka yang lain adalah tempat tidur yang sulit dipakai tidur, silet untuk
mencukur kepala mereka, kotak jarum untuk mereka gunakan, sebotol air, dan
sebuah mangkuk untuk mengemis. Mereka hanya makan satu kali sehari, umumnya
berupa roti dan nasi yang diberi bumbu dan minum air atau air cucian beras.
Mereka harus menyelesaikan makan sebelum siang dan tidak diizinkan makan apa
pun hingga keesokan harinya. Makanan lain, bahkan obat-obatan dianggap
kemewahan terlarang. Seorang biksu dapat makan daging, ikan, atau sayur hanya
jika ia sakit, itu pun hanya dengan izin biksu yang lebih tinggi derajatnya. Pendeknya,
kekangan ajaran Buddha adalah bentuk penyiksaan diri.
Keadaan ini adalah perwujudan kebenaran
ayat dalam Al-Qur'an (10:44) yang menyebutkan. “Sesungguhnya Allah tidak
berbuat zalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang
berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.” Namun, bagi mereka yang percaya
pada-Nya dan mengabdikan dirinya kepada-Nya, Allah menjanjikan kehidupan yang
sangat baik, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi mereka diberikan
baik berkah di dunia ini maupun di akhirat. Menurut Al-Qur'an (7:32):
Katakanlah, "Siapakah yang
mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?"
Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam
kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat ." Demikianlah Kami
menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.
Sisi gelap lain dari ajaran Buddha
adalah keputusasaan (rasa pesimis). “Nirwana” yang dijanjikan untuk pemeluknya
tidak lebih dari pemutusan gila atas seluruh hubungan dengan kehidupan dengan
pemikiran menyedihkan yang membawa pandangan suram tentang dunia. The
Catholic Encyclopedia (Ensiklopedia Katolik) menggambarkan sisi gelap
ajaran Buddha ini dengan:
Kerusakan parah lain ajaran Buddha adalah rasa pesimisnya yang keliru.
Pikiran yang kuat dan sehat memberontak melawan pandangan suram bahwa hidup ini
tidak layak dijalani, bahwa setiap bentuk keberadaan kesadaran adalah
kejahatan. Pendirian ajaran Buddha ini ditentang oleh suara alam dengan keras
yang menyuarakan harapan dan suka cita. Ini adalah protes melawan alam karena
memiliki kesempurnaan hidup yang masuk akal. Ambisi tertinggi ajaran Buddha
adalah menghancurkan kesempurnaan itu dengan membawa seluruh makhluk hidup
menuju keteduhan Nirwana tak sadar. Ajaran Buddha oleh karenanya bersalah
karena kejahatan besar melawan alam, sehingga menyebabkan ketidakadilan pada
pribadi-pribadi. Semua nafsu yang sah harus ditekan. Kedamaian tak berdosa dikutuk.
Penciptaan musik dilarang. Penelitian ilmu alam diabaikan. Perkembangan pikiran
dibatasi hanya untuk mengingat kitab-kitab Buddha dan mempelajari metafisika
Buddha, yang nilainya sangat kecil. Cita-cita Buddha di dunia adalah pengabaian
yang kaku dalam segala hal.3
Islam tidak membuat pengikutnya acuh tak
acuh; sebaliknya, Islam menghimbau mereka pada semangat, aktivitas, dan
kebahagiaan. Semua orang yang menganut ajaran Islam sangat tanggap pada apa
yang terjadi di sekeliling mereka. Mereka tidak memandang dunia seperti ajaran
Buddha, sebagai kekacauan yang menipu mata, melainkan tempat ujian, sebuah
ajang tempat mereka mengamalkan ajaran akhlak tinggi Al-Qur'an. Oleh karena itu, sejarah Islam penuh dengan
para pemimpin yang adil dan berhasil yang memastikan kehidupan yang nyaman dan
bahagia untuk rakyatnya. Dan bertentangan tajam dengan hal ini, ajaran Buddha
hanya menghasilkan pengikut yang menyedihkan yang membuat dirinya sendiri
menderita, menyeret diri mereka sendiri dan orang lain pada kemandekan dan
kemiskinan, dengan satu-satunya pemecahan untuk masalah yang mereka hadapi
ialah mengorbankan diri sendiri. Inilah salah satu tipu daya terbesar yang
dimainkan setan atas manusia.
Sebuah Agama Kafir
Ajaran Buddha adalah agama kafir, karena
menyembah berhala. Bisa dikatakan bahwa ajaran Buddha dewasa ini telah terbagi
atas kelompok-kelompok berbeda, dan malah ibadah-ibadah sang Buddha itu sendiri
hanya ditemukan pada beberapa di antaranya. Namun, bahkan menerima ajaran
Buddha sebagai pedoman sempurna (sebuah kekeliruan yang dialami seluruh aliran
Buddha) pun merupakan petunjuk bahwa agama ini memandang Buddha sebagai tuhan.
Menurut sumber-sumber sejarah, para
biksu Buddha mulai menyembah Buddha segera setelah kematiannya. Patung-patung
dirinya didirikan di setiap tempat, dan keyakinan sesat mendapatkan kekuatan
bahwa Nirwana akan benar-benar terwujud dalam dirinya dan terwujud dalam
patung-patungnya. Rasa hormat berlebihan para biksu Buddha kepada sang Buddha
kemudian menjadi ibadah sesungguhnya. Saat ini, patung-patung raksasa menghiasi
setiap negara tempat ajaran Buddha dijadikan agama utama. Di banyak negara dari
Asia hingga Amerika Anda bisa melihat patung-patung dan kuil dengan mata Buddha
dilukiskan di sana, lagi-lagi menunjukkan pesan bahwa Buddha melihat segalanya
dan melihat manusia terus menerus, dan bahwa mereka harus mengingatnya setiap
saat dalam kehidupan mereka. Jelas, merupakan keyakinan yang sepenuhnya tak
berdasar bahwa seseorang yang telah mati ribuan tahun yang lalu masih bisa melihat
orang-orang yang percaya padanya, melindungi mereka, dan mendengarkan doa-doa
mereka. Keyakinan dasar yang tidak mampu direnungkan oleh pemeluk ajaran Buddha
adalah bahwa Allah, Tuhan seluruh dunia, yang meliputi segala sesuatu dan
mengetahui rahasia paling tersembunyi dari segala sesuatu, telah menciptakan
sang Buddha, seperti halnya seluruh manusia.
Keyakinan pada Karma
Ajaran karma menganggap bahwa segala hal
yang dikerjakan manusia akan membawa dampak bagi dirinya cepat atau lambat, dan
akan mempunyai dampak atas apa yang disebut sebagai kehidupan selanjutnya.
Menurut keyakinan ini, manusia akan terus terlahir kembali ke dunia ini, di
mana mereka harus menanggung akibatnya dalam kehidupan berikutnya atas apa yang
telah mereka lakukan di masa lalu. Ajaran Buddha mengingkari adanya Tuhan dan
yakin bahwa karma adalah kekuatan tersendiri yang mengatur segala sesuatu.
Karma adalah kata Sanskerta yang berarti
“tindakan,” dan mengacu pada hukum sebab akibat. Menurut orang yang
meyakininya, seseorang akan mengalami di masa yang akan datang apa yang telah
ia lakukan di masa lalu, baik atau buruk. Masa lalu adalah kehidupan manusia
sebelumnya; masa depan dianggap sebagai kehidupan baru yang akan dimulai
setelah kematian. Menurut keyakinan ini, setiap orang yang miskin dalam
kehidupan ini membayar dengan kemiskinannya harga kejahatan yang ia lakukan di
kehidupan sebelumnya. Keyakinan takhayul ini juga menyatakan bahwa dalam
kehidupan berikutnya, seorang yang jahat bisa “diturunkan derajatnya” dalam kelahiran kembali sebagai binatang atau
bahkan tanaman.
Salah satu akibat berbahaya dari
keyakinan pada karma adalah bahwa ajaran ini mengajarkan bahwa
ketidakberdayaan, kemiskinan, dan kelemahan saat ini merupakan hukuman untuk
kejahatan akhlak seseorang. Menurut sistem kepercayaan ini, jika seseorang
cacat, itu adalah karena ia telah menimbulkan luka yang serupa pada seorang
yang lain dalam kehidupan sebelumnya sehingga ia pantas mendapatkannya.
Keyakinan takhayul ini adalah alasan utama mengapa tatanan masyarakat yang tak
adil berupa sistem kasta menguasai India selama berabad-abad. (Harus diingat
bahwa karma adalah gagasan Hindu, dan ajaran Buddha sebenarnya muncul dari
ajaran Hindu.) Karena sistem kasta itu didasarkan pada karma, orang yang
miskin, sakit, dan cacat di India dibenci dan ditindas. Kelas penguasa berkasta
tinggi yang kaya menganggap keistimewaan mereka sebagai hal alami dan adil.
Dalam Islam, bagaimana pun menjadi orang
yang lemah bukanlah suatu pembalasan; ini diperoleh sebagai ujian dari Allah.
Lebih jauh, orang lain mempunyai kewajiban amat penting membantu orang-orang
yang membutuhkan. Oleh karena itu, Islam, seperti halnya Yahudi dan Kristen,
agama-agama lain yang didasarkan pada wahyu Tuhan namun kemudian diubah-ubah,
memiliki perasaan yang kuat atas keadilan sosial. Akan tetapi, agama berdasar
karma seperti Buddha dan Hindu mengizinkan adanya pembedaan dan membuat
hambatan besar untuk perkembangan masyarakat.
Karma didasarkan pada keyakinan adanya
kelahiran kembali: gagasan bahwa manusia kembali ke dunia dengan jiwa yang sama
namun dalam tubuh yang berbeda. Gagasan tentang “roda kelahiran kembali” ini
menganggap bahwa setiap kehidupan mempengaruhi kehidupan selanjutnya. Namun
keyakinan ini tidak mampu menjawab satu pertanyaan: bagaimana karma itu terjadi?
Jika ajaran Buddha tidak menerima adanya Tuhan, maka siapakah yang menilai
kehidupan seseorang sebelumnya dan
mengirimnya kembali ke dunia dalam tubuh yang baru? Pertanyaan ini tidak punya
jawaban! Penganut Buddha percaya bahwa karma adalah “hukum alam” yang terjadi
sendiri, serta merta, seperti gravitasi atau termodinamika. Padahal, adalah
Allah-lah yang menciptakan seluruh hukum alam. Tidak ada hukum alam yang
melihat apa yang diperbuat manusia di sepanjang kehidupan mereka, mencatatnya,
dan menilai mereka setelah kematian atas dasar itu. Tidak ada hukum alam yang
menentukan, sebagai hasil dari penilaian itu, jenis kehidupan baru apa yang
akan dipunyai seseorang dan menciptakannya kembali sesuai itu; dan tidak ada
hukum alam yang menjalankan proses ini dengan sempurna atas miliaran manusia,
atau binatang. Jelas tidak ada hukum alam seperti itu sama sekali, sehingga
proses seperti itu pun tidak mungkin ada.
Begitu banyak manusia di seluruh dunia
percaya pada kelahiran kembali, meskipun tidak ada dasar yang masuk akal,
karena mereka tidak punya keyakinan keagamaan. Karena mengingkari adanya
kehidupan abadi setelah kehidupan, mereka takut pada kematian dan berpegang
pada gagasan kelahiran kembali sebagai cara melarikan diri dari ketakutan
mereka. Keyakinan pada kelahiran kembali, seperti halnya keyakinan pada karma,
didasarkan pada kebahagiaan palsu bahwa kematian adalah sesuatu yang tak perlu
ditakuti, dan bahwa setiap orang akan mampu mencapai tujuannya dalam kelahiran
yang baru.
Jika reinkarnasi tidak terjadi sendiri,
seperti hukum alam, maka jelaslah itu bisa terjadi hanya melalui tindakan
penciptaan yang luar biasa. Namun tinjauan Al-Qur'an memberi tahu kita bahwa
reinkarnasi tersebut adalah mitos. Kitab
yang diturunkan Allah sebagai petunjuk bagi umat manusia secara terbuka
menyatakan bahwa reinkarnasi itu keliru belaka.
Reinkarnasi Menurut Islam
Seperti halnya segala hal lain,
pandangan seorang Muslim mengenai filsafat karma harus didasarkan pada apa yang
Allah katakan dalam Al-Qur'an, yang menyatakan hanya ada satu kelahiran dan
kebangkitan. Setiap orang hidup hanya satu kali di dunia ini, lalu ia mati.
Dalam ayat 62:8, Tuhan kita memberikan perintah berikut ini:
Katakanlah, "Sesungguhnya kematian
yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu,
kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan
yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
Seseorang dibangkitkan setelah kematian,
dan menurut seluruh yang telah ia lakukan dan kerja yang ia perbuat, ia diberi
ganjaran dengan surga yang abadi atau neraka yang tak berkesudahan. Ini
berarti, bahwa manusia memiliki satu-satunya kehidupan di dunia ini, lalu
sebuah kehidupan abadi di akhirat. Allah mengatakan sangat jelas dalam
Al-Qur'an (21:95) bahwa setelah manusia mati, tidak akan ada yang kembali pada
kehidupannya: “Sungguh tidak mungkin atas (penduduk) suatu negeri yang telah
Kami binasakan, bahwa mereka akan
sanggup berdiri kembali .” Dan begitu pula:
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir
itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata,
"Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) , agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang
telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak.
Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di
hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan .
Seperti ditunjukkan ayat ini, ada umat
manusia yang akan mati dengan harapan dilahirkan kembali, namun pada saat
kematian mereka, dikatakan pada mereka bahwa ini mustahil sama sekali. Dalam
ayat lain dalam Al-Qur'an (2:28), Allah mengatakan tentang kematian dan
kebangkitan manusia:
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal
kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan
dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?
Allah mengatakan bahwa setiap manusia
memulai sesuatu dari kematian, yakni, ia tercipta dari unsur tanah, air, dan
lumpur yang tak bernyawa. Lalu, Allah “menyempurnakan dan menjadikan
seimbang” zat tak bernyawa ini (Al-Qur'an, 82:7) dan menghidupkannya. Pada
waktu tertentu setelah seseorang itu dihidupkan, kehidupan itu menemukan
akhirnya, dan ia meninggal. Ia kembali ke bumi dan membusuk menjadi tanah,
tempat ia menunggu pembangkitan akhir. Setiap orang akan dibangkitkan pada Hari
Akhir, ketika, dengan mengingat bahwa pengembalian lain ke bumi adalah
mustahil, ia akan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan yang ia lakukan
dalam kehidupannya. Dalam Al-Qur'an (44:56-57) Allah berfirman bahwa setelah
seorang manusia datang ke dunia, ia akan mengalami hanya sekali kematian: “Mereka
tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia. Dan Allah memelihara mereka dari azab neraka,
sebagai karunia dari Tuhanmu. Yang
demikian itu adalah keberuntungan yang besar.”
Ayat ini memperjelas bahwa kematian
hanya datang satu kali. Tidak peduli seberapa besarkah manusia ingin mengatasi
ketakutan akan kematian dan kehidupan setelah mati yang abadi dan menenangkan
dirinya dengan keyakinan palsu tentang karma dan reinkarnasi, kenyataannya
adalah bahwa mereka tidak akan kembali ke dunia ini setelah mereka mati. Setiap
orang hanya akan mati satu kali, dan seperti dikehendaki Allah, akan
mendapatkan kehidupan tak berakhir di akhirat. Menurut kebaikan atau kejahatan
yang telah dilakukan seseorang, mereka akan diganjar dengan surga, maupun
dihukum dengan neraka.
Selamanya adil, penuh kasih dan sayang,
Allah memberikan pahala sempurna untuk apa yang telah dikerjakan setiap orang.
Jika seseorang mencari ketenangan dalam keyakinan palsu karena takut mati atau
kemungkinan masuk neraka, ia akan mengalami kegagalan. Setiap orang yang
mempunyai kesadaran pemikiran, hati nurani, dan rasa takut tentang hal ini
pasti akan kembali pada Allah dengan hati yang tulus jika ia berharap terjauh
dari sakitnya neraka dan memasuki surga. Ia harus menyesuaikan kehidupannya
dengan Al-Qur'an, pedoman sejati umat manusia.
Belum pernah menjadi tua atau muda,
cantik atau kaya mampu mencegah setiap orang dari kematian, sehingga tak
seorang pun bisa mengabaikan kenyataan kematian. Baik seseorang itu mengabaikan
kenyataan tersebut atau tidak, kematian adalah sesuatu yang tidak pernah bisa
mereka hindari.
Dan datanglah sakaratul maut dengan
sebenar-benarnya. Itulah yang selalu kamu lari lari darinya. (Qur'an, 50:
19)
Dengan membaca ayat ini, Anda
mungkin merenungkan dekatnya kematian,
mungkin kematian lebih dekat pada Anda daripada orang lain; dan Anda mungkin
mati setelah Anda selesai membaca buku ini. Ia bisa datang tanpa alasan yang
jelas, tanpa rasa sakit, kecelakaan, atau sebab ketuaan. Allah akan mengirimkan
Malaikat Maut untuk datang pada saat Anda tiba dan mengambil jiwa Anda.
Kita harus selalu menanamkan dalam
ingatan kita akan kenyataan penting ini dan tidak pernah menunda persiapan
kematian. Al-Qur'an (63:11) mengingatkan kita bahwa “Allah sekali-kali tidak
akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya.
Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” Di sini, Allah memberi tahu kita bahwa
kematian tidak bisa ditunda, dan dia menyebutkan kesedihan seseorang yang
menemuinya:
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang
telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di
antaramu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan
(kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan
aku termasuk orang-orang yang saleh?" Dan Allah sekali-kali tidak akan
menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan
Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.
Keyakinan Menyimpang ajaran
Buddha tentang Akhirat
Keyakinan ajaran Buddha pada karma tidak
memberi ruang pada keyakinan akan akhirat, surga, atau neraka. Keyakinan palsu
dan sesat ini (gagasan akan kembalinya seseorang ke dunia setelah kematian
terus menerus) bertentangan dengan apa yang diwahyukan Allah dalam Al-Qur'an.
Dalam The Religions of India, Edward Washburn Hopkins, seorang profesor
Sanskerta dan Ilmu Filsafat Perbandingan, menerangkan bahwa ajaran Buddha tidak
percaya pada kehidupan akhirat:
… Cara pikir sistemnya sendiri membawa Buddha ke dalam pesimisme formal dan
total, yang mengingkari hari akhirat bagi manusia yang tidak menemukan
kebahagiaan dalam kehidupan ini… Dalam percakapannya dengan murid dan orang
yang bertanya padanya, ia menggunakan segala cara untuk melarikan diri dari
pertanyaan langsung yang berhubungan dengan takdir atau manusia setelah mati.
Ia percaya bahwa Nirwana (kepunahan nafsu) membawa akhir sesuatu. Ia tidak
percaya pada jiwa abadi… Apa yang berkali-kali dihimbaunya adalah bahwa setiap
orang yang menerima ajaran karma tanpa bantahan atau kelahiran kembali
sepenuhnya (yakni, bahwa untuk setiap dosa saat ini, hukuman akan mengikuti di
kehidupan selanjutnya), harus berusaha keras untuk melarikan diri, jika
mungkin, dari kelahiran kembali yang menyakitkan dan tak berujung itu…4
Dari beberapa tulisan ajaran Buddha,
kita bisa mengumpulkan informasi berikut ini tentang akhirat:
Baik seseorang itu terlahir di surga, atau di berbagai tingkatan neraka,
bentuk kehidupan di tempat-tempat ini hanyalah sementara, seperti halnya mereka
di dunia, dan tidak abadi. Seperti halnya dalam agama Hindu, rentang waktu
ketika… manusia tetap di tempat-tempat ini tergantung pada besarnya kebaikan
dan keburukan yang telah mereka lakukan selama di dunia. Ketika waktu yang
ditentukan untuk mereka telah berakhir, mereka akan kembali ke dunia lagi.
Surga dan neraka tidak lebih dari tempat hidup sementara di mana manusia
menerima balasan perbuatan yang telah mereka lakukan sewaktu di dunia.5
Ajaran Buddha mengajarkan bahwa ada
semacam surga dan neraka, sebagai ganjaran dan hukuman untuk apa yang telah
dilakukan manusia. Namun karena keyakinan ini tidak berpegang pada agama wahyu,
ia berisi pertentangan dan hal-hal tak masuk akal. Kesimpulannya, dan
bertentangan dengan apa yang Allah wahyukan dalam Al-Qur'an, ajaran Buddha
percaya bahwa surga dan neraka itu hanyalah sementara.
Kembali, salah satu sudut pandang tak
logis kepercayaan ini adalah gagasan bahwa seluruh sistem di dunia ini terjadi
dengan sendirinya. Menurut ajaran Buddha, seperti halnya terjadinya alam
semesta dan manusia yang tak terkendalikan, begitu pula perputaran kehidupan
dan kelahiran kembali. Tidak ada ruang dalam keyakinan ini untuk seorang Pencipta
yang membuat dunia menjadi ada serta kehidupan di dalamnya, dan surga dan
neraka, dan membalas manusia atas segala yang telah ia lakukan. Padahal,
menerima adanya surga dan neraka sebagai tempat pahala dan hukuman diberikan,
tapi tidak menjelaskan bagaimana tempat-tempat tersebut tercipta, benar-benar
pernyataan yang sangat tak masuk akal dan tak bisa diterima.
Jadi, siapa yag memberi pahala dan
hukuman? Atau lebih jauh lagi, bagaimana tempat itu tercipta? Filsafat karma
tidak memberi penjelasan apa pun tentang bagaimana surga dan neraka bisa
terjadi tanpa sang Pencipta. Kepercayaan takhayul ini telah diturunkan dari
generasi ke generasi, tanpa dipertanyakan atau dijelaskan secara logis. Ajaran
Buddha tidak punya penjelasan masuk akal tentang adanya alam semesta atau
bagaimana ia berfungsi, dan tidak pula tentang asal muasal bukti seni
penciptaan sempurna dalam seluruh makhluk hidup. Untuk alasan ini, ajaran
Buddha tidak pernah bisa dianggap lebih dari sekedar gerakan mistis tanpa dasar
logika, dan hanya didukung mitos.
Kenyataan yang Menunggu
Kita di Akhirat
Satu-satunya sumber tempat kita bisa
mempelajari kenyataan tentang kehidupan di dunia ini dan keyakinan pada akhirat
adalah Al-Qur'an, yang diturunkan sebagai pedoman bagi manusia dan sunnah Nabi SAW.
Allah berkata dalam Al-Qur'an bahwa
kehidupan di dunia ini adalah masa pengujian sementara untuk setiap orang, dan
bahwa kehidupan akhirat itu adalah tempat tinggal yang abadi. Setiap orang akan
mendapat balasan di surga atau neraka untuk semua perbuatan yang telah ia
lakukan selama kehidupan yang ia jalani di dunia ini. Allah mengungkap
kebenaran ini dalam firmannya (Al-Qur'an, 6:32):
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain
dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih
baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?
Seseorang yang mengabdi kepada Allah,
menyesuaikan kehidupannya dengan pedoman sejati yang telah Dia turunkan dan
ajaran Nabi SAW, percaya dengan sepenuh hatinya bahwa pada Hari Akhir, ia akan
mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya, dan akan menerima balasan surga
abadi atau neraka yang tak berkesudahan. Allah telah memfirmankan hal ini pada
umat manusia dalam kitab yang telah Dia turunkan dan nabi-nabi yang telah Dia
pilih. Namun, ajaran Buddha adalah ajaran yang dibuat manusia, dibangun dari
mulut ke mulut atas dasar filsafat yang diusulkan oleh satu orang.
Menggunakan alasan seorang manusia untuk
mengubah apa yang datang dari Allah adalah kesalahan serius. Orang-orang yang
memenuhi kepalanya dengan gagasan yang setengah matang tentang cara Buddha dan,
demi keinginannya meniru artis pop favorit atau bintang filmnya, mulai
mengikuti ajaran Buddha sebagai gaya, harus merenungkan hal ini dan membebaskan
dirinya dari kesalahan mereka.
Dalam Al-Qur'an, Allah mewahyukan sifat
orang-orang yang menyatakan bahwa tidak ada akhirat:
Dan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan
mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.
(Qur'an, 7: 147)
Adapun orang-orang yang kafir dan
mendustakan ayat-ayat Kami (Al Qur'an) serta (mendustakan) menemui hari
akhirat, maka mereka tetap berada di dalam siksaan (neraka). (Qur'an, 30: 16).
“Balasan” dan “siksaan” yang disebutkan
dalam ayat-ayat ini akan dimulai pada saat kematian. Orang-orang yang
mengetahui kesalahan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia akan
merasakan kepedihan tak terperikan:
Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika
mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, "Kiranya kami
dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta
menjadi orang-orang yang beriman," (tentulah kamu melihat suatu peristiwa
yang mengharukan). (Qur'an, 6: 27)
Dan, sekiranya kamu melihat mereka
ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya,
(mereka berkata), "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka
kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang yakin." (Qur'an, 32: 12)
Bagaimana pun seringnya mereka mohon dan
minta ampunan, mereka akan memulai kehidupan akhirat yang penuh dengan siksaan,
tanpa tempat lari, maupun tempat kembali. Penyesalan mereka tidak akan
diterima, dan tidak pula keinginan mereka untuk kembali ke dunia akan dipenuhi.
Meskipun diperingatkan berkali-kali, orang-orang ingkar Tuhan yang tidak
beriman, dan mengabdikan diri di depan patung-patung batu dan kayu yang mereka
persekutukan dengan Allah, yang menganut filsafat sia-sia hanya sebagai
pertunjukan untuk menarik perhatian orang lain; yang tidak takut pada Tuhan
sebagaimana harusnya, akan memasuki penghinaan tak berkesudahan mulai saat
mereka menemui Malaikat Maut. Ruh mereka akan dibawa dengan direnggut ke
punggung dan sisi mereka, mereka akan diikat dengan belenggu dan dilemparkan ke
neraka; ini akan menjadi awal hari akhirat mereka.
Allah tidak akan mengizinkan mereka
bicara, dan suara mereka tidak akan lebih keras dari bisikan. (Al-Qur'an, 20:
108). Neraka akan menjadi tempat akhir seluruh orang yang tak percaya pada
Tuhan, tidak meyakini kebangkitan atau akhirat, tetap durhaka meskipun telah
diberi peringatan dan tidak menjalani kehidupan berakhlak. Ahli neraka, “dibelenggu
bersama dengan rantai” (Al-Qur'an, 25:13), akan dilempar ke dalam “neraka
yang ditutup rapat.” (Al-Qur'an, 90:20) dan hidup dalam kegelapan asap
hitam tebal. Mereka akan mendengar api yang menggelora keras sewaktu
menggelegak dan menemukan manusia yang menjerit di dalamnya. Kesakitan mereka
yang tanpa akhir tidak pernah dipulihkan, meskipun mereka merajuk, yang
menyebabkan mereka berada dalam kecemasan yang tak terlukiskan.
Secara jasmaniah, penghuni neraka akan
mempunyai penampilan mengerikan. Mereka akan diikat dengan belenggu dan rantai,
dan mata mereka akan kuyu, gelap karena penghinaan. Suatu angin panas akan
membakar kulit mereka, yang akan terus diganti untuk dibakar lagi, seperti
digambarkan Allah dalam ayat 4:56, “Setiap kali kulit mereka hangus, Kami
ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab.”
Mereka akan dipukul dengan gada dari besi dan diikat dengan “rantai yang
panjangnya tujuh puluh hasta” (Al-Qur'an, 69:32). Muka, sisi, dan punggung
mereka akan dikepung dalam api. Air mendidih akan disiramkan pada kepala mereka,
dan mereka akan mengenakan pakaian dari ter.
Al-Qur'an juga menceritakan tentang
makanan dan minuman mengerikan yang disediakan untuk orang-orang di neraka.
Allah menyatakan dalam ayat 69:36 bahwa “tidak ada makanan sedikit pun
(untuk mereka) kecuali dari darah dan nanah” yang hampir tidak bisa ditelan
manusia di dunia ini. Di neraka yang telah mereka masuki karena melupakan Allah
dan mengejar nafsunya di kehidupan ini, mereka akan diberi minum air mendidih
yang dicampur nanah. Dan karena tidak ada yang dapat melewati tenggorokan
mereka yang robek, mereka tidak mampu menelan. Di neraka. Allah juga akan
membuat para pendosa memakan semak pahit berduri dan Zaqqum (pohon neraka):
Sesungguhnya pohon Zaqqum itu ,
makanan orang yang banyak berdosa. Seperti kotoran minyak yang mendidih
di dalam perut, (Qur'an, 44: 43-45)
Untuk orang-orang yang percaya pada
Allah dan kembali kepada-Nya, mereka tidak akan dilaknat dengan keadaan ini,
melainkan akan melewati hisab yang mudah. Karena mereka tidak mengikuti filsafat
yang sia-sia, dan, karena mencari ridha Allah dan takut pada siksaan-nya di
neraka, hidup menurut Al-Qur'an, mereka akan mendapatkan balasan abadi dan
diterima di surga, bebas dari rasa takut, kepahitan dan kesedihan. Pada hari
itu, Allah berkata, wajah-wajah orang beriman akan bersinar. Seperti yang Allah
katakan dalam Al-Qur'an (39:71-73):
Orang-orang kafir dibawa ke neraka
Jahannam dalam rombongan demi rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke
neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka
penjaga-penjaganya, "Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di
antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu
akan pertemuan dengan hari ini?" Mereka menjawab: "Benar (telah datang)." Tetapi telah
pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir. Dikatakan (kepada
mereka), "Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu,, kamu kekal di
dalamnya." Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi
orang-orang yang menyombongkan diri. Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan
dibawa ke dalam surga dalam rombongan demi rombongan (pula). Sehingga apabila
mereka sampai ke surga itu sedang
pintu-pintunya telah terbuka maka berkatalah kepada mereka
penjaga-penjaganya, "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah
kamu! maka masukilah surga ini, kamu kekal di dalamnya."
Setiap orang harus memperhatikan dengan
seksama peringatan Allah yang terus diberikan bahwa hari hisab tengah mendekat,
bahwa “hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya.”
(Al-Qur'an, 22:7). Dalam ayat lainnya, Allah berkata:
Telah dekat kepada manusia hari
penghisaban segala amalan mereka, ketika mereka berada dalam kelalaian dan
berpaling (darinya). Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al-Qur'an pun yang
baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, tapi mereka
mempermainkan. (Qur'an, 21: 1-2)
Pada hari itu, orang-orang yang baik
akan menerima ganjaran sempurna untuk perbuatan mereka, sedangkan setiap orang
yang melakukan kejahatan akan menginginkan akan ada rentang waktu yang jauh
antara mereka dengan hari itu. Setiap pribadi akan menghadirkan diri
sendiri-sendiri ke hadapan Allah, di mana mereka akan diadili dengan keadilan
sempurna:
Kami akan memasang timbangan yang tepat
pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika
(amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya.
Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. (Qur'an, 21: 47)
Seluruh filsafat buatan manusia adalah
tipu daya yang menjauhkan manusia dari kepercayaan akan adanya Allah dan dari
penghambaan pada-Nya. Pemahaman ajaran Buddha tentang akhlak yang hanya
bersifat kulit luar saja sepenuhnya bertentangan dengan pola alamiah manusia. Di satu sisi,
agama ini membiarkan manusia menghindari siksaan hati nurani yang datang
karena tidak punya agama, sehingga menjadi sumber spiritualitas yang palsu.
Orang-orang yang percaya pada ajaran Buddha menghibur dirinya dengan anggapan
bahwa mereka telah mencapai kesempurnaan jiwa dengan menyebabkan rasa sakit
atas diri mereka dan mengingkari kebutuhan tubuh. Akan tetapi, satu kebenaran
dasar yang tidak mereka perhatikan: bahwa manusia harus mengakui bahwa mereka
adalah hamba Tuhan. Perbuatan yang baik akan bernilai hanya jika dilakukan
untuk secara sadar mengabdi pada Allah dan mendapat ridha-Nya. Mengekang
keinginan dan kehendak hati membawa nilai besar, namun hanya jika dilakukan
untuk mendapatkan ridha Allah, dan hingga tingkat yang Dia bolehkan. Bagi
mereka yang melakukan upaya ini tanpa pandangan mencapai ridha-Nya, Allah
berkata bahwa “mereka itu sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat.” (Al-Qur'an,
2:217)
Gagasan
Ajaran Buddha tentang
Kehidupan
di Dunia Ini
Orang-orang yang menerima gagasan karma
percaya bahwa perputaran kelahiran kembali tidak akan pernah berakhir, bahwa
mereka hidup kembali setelah tiap kematian, hingga mereka mencapai nirwana.
Dan, dengan demikian mereka beranggapan bahwa di depan mereka ada peluang yang
tak terbatas. Oleh sebab itu, jika seseorang memutuskan melakukan dosa, ia
mungkin berpikir ia akan mampu menebusnya di kehidupan berikutnya, meskipun
kehidupan berikutnya itu lebih buruk dari yang ada sekarang. Sebuah pemahaman
yang didirikan atas dasar keliru seperti ini tidak bisa menghambat seseorang
melakukan kejahatan.
Keterikatan dengan dunia ini adalah
kelemahan utama manusia. Mereka percaya pada gagasan sesat seperti reinkarnasi
terutama karena mereka tidak ingin menyerah pada godaan duniawi. Oleh karena
itu, hanya jika seseorang memiliki pandangan yang tepat tentang sifat
sesungguhnya dari kehidupan duniawilah ia bisa secara tajam mengubah
perilakunya agar hidup dengan akhlak terpuji.
Setiap orang yang sadar akan sifat
sesungguhnya kehidupan di dunia ini mengetahui bahwa ia telah diciptakan untuk
mengabdi pada Tuhan, Pelindung dan Penolognya, yang telah menciptakan baik
dirinya maupun alam semesta. Juga, ia tahu bahwa Allah akan memikulkan tanggung
jawab atas pemikiran, perkataan, dan perbuatannya, dan bahwa ia harus
mempertanggungjawabkannya pada Allah setelah kematiannya. Allah mengungkapkan
alasan penciptaan kehidupan dunia ini dalam Al-Qur'an (67:2): “(Dialah) Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha perkasa lagi Maha Pengampun.”
Seperti dinyatakan ayat ini, Allah telah
menciptakan manusia dan menempatkannya di satu kehidupan ini untuk sementara
sebagai ujian. Di sini, Allah mencoba kita dengan hal-hal yang terjadi pada
kita, dan membuat kehidupan kita berlanjut untuk memisahkan orang beriman dari
orang tak beriman, untuk memurnikan mereka dari dosa-dosa mereka, dan menunjuki
mereka pada nilai-nilai akhlak yang mengantarkan ke surga. Dengan kata lain,
dunia ini hanyalah sebuah tempat pelatihan, tempat kita bisa memenangkan ridha
Allah.
Dalam Al-Qur'an, ayat 2:21, Allah
berfirman bahwa Dia telah menciptakan manusia untuk mengabdi kepada-Nya: “Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa.”
Allah dengan jelas telah menunjukkan
batas yang tidak boleh dilalui manusia, dan jenis perilaku yang akan mendapat
ridha-Nya dan jenis yang tidak akan diridhai. Atas dasar perilakunya di dunia,
manusia akan mendapat ganjaran atau hukuman di kehidupan abadi yang akan datang.
Ini berarti bahwa setiap saat dalam kehidupan ini membawa kita makin dekat baik
ke neraka atau surga. Allah mengingatkan hamba-Nya tentang kenyataan ini dan
memperingatkan mereka akan hari tersebut dalam banyak ayat dalam Al-Qur'an,
termasuk berikut ini (59:18):
Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.
Orang-orang beriman yang takut pada
siksaan Allah, hanya mengabdi kepada-Nya, mematuhi perintah-Nya dengan mutlak,
menghindari kejahatan dan bertindak dengan cara yang akan diridhai oleh Allah.
Terikat pada Allah dengan ikatan cinta yang kuat, takut kepada-Nya dan peduli
pada perintah-Nya dan teguh mengabdi pada-Nya, adalah satu-satunya jalan untuk
mendapatkan keunggulan akhlak yang harus dilakukan seseorang. Dia tidak akan
pernah mempertanyakan tujuan itu meskipun bertentangan dengan keinginannya. Dia
mungkin punya beberapa akhlak baik yang bertentangan, namun ini akan terbatas,
berumur pendek, atau tergantung pada keadaan tertentu.
Ajaran Buddha juga menganjurkan
perbuatan baik, tentu saja, tapi perbuatan tersebut tak punya nilai di mata
Tuhan. Nilai apakah yang ada dalam perbuatan baik seseorang terhadap
lingkungannya jika dia tidak bersyukur kepada Allah, mengingkari keberadaan Zat
yang telah menciptakannya dari ketiadaan? Agar perbuatan memiliki nilai,
semuanya harus dilakukan dengan keimanan kepada Allah, dengan sebuah tujuan
untuk mendapatkan ridha-Nya, dalam takut kepada kemuliaan-Nya, kepatuhan, dan
dengan kesadaran akan kekuasaan-Nya. Untuk itu, sifat akhlak orang beriman yang
unggul tidak boleh bersandar pada hal yang tidak masuk akal. Ibadah mereka berkesinambungan
dan tak terkotori oleh apa pun, seperti diperintahkan Allah dalam Al-Qur'an:
Dan Allah akan menambah petunjuk kepada
mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih
baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya. (Qur'an, 19: 76)
Dan kepunyaan-Nya-lah segala apa yang
ada di langit dan di bumi, dan untuk-Nya-lah keta'atan itu selama-lamanya. Maka
mengapa kamu bertakwa kepada selain Allah? (Qur'an, 16: 52)
Harta dan anak-anak adalah perhiasan
kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik
pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Qur'an, 18:
46)
Manusia harus waspada akan tumbuhnya
keterikatan pada perhiasan kehidupan yang sementara dan menipu ini karena
kehidupan di dunia ini sangatlah pendek. Kekayaan, kecantikan, dan harta dunia
tidak ada nilainya untuk akhirat. Tubuh mereka yang terkubur akan membusuk;
waktu akan menghancurkan harta benda. Setiap orang akan dibawa ke hadapan Allah
untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bahkan, jika Anda menanyakan pada
seorang berusia tiga puluh tahun apa yang telah ia alami hingga saat ini, ia
akan berkata bahwa kehidupannya telah ia lalui sangat cepat. Ia mungkin hidup
hingga tiga puluh atau lima puluh tahun lagi dalam cara yang sama, sebelum
kehidupannya berakhir.
Dalam beberapa ayat, Allah mengundang
perhatian kita bahwa jangka kehidupan di dunia ini pendek. Dia memberitahu kita
bahwa di akhirat manusia secara terbuka akan mengakui hal ini:
Dan (ingatlah) akan hari (ketika) Allah
mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak
pernah berdiam (di dunia, selain) hanya sesaat di siang hari… (Qur'an, 10: 45)
Dan pada hari terjadinya kiamat,
bersumpahlah orang-orang yang berdosa bahwa mereka tidak berdiam (dalam kubur)
melainkan sesaat (saja). Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari
kebenaran). (Qur'an, 30: 55)
Akan sangat tidak bijaksana jika
seseorang ditipu oleh daya tarik sementara kehidupan duniawi yang pendek ini
dan tak memberi perhatian pada akhirat. Hari ketika manusia akan
mempertanggungjawabkan diri pada Allah adalah kenyataan. Dalam Al-Qur'an
(10:7-8), Allah memerintahkan:
Sesungguhnya orang-orang yang tidak
mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan
kehidupan dunia serta merasa tenteram
dengan kehidupan itu dan orang-orang yang
melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya adalah neraka, disebabkan
apa yang selalu mereka kerjakan.
Namun bagi orang-orang yang tidak diperbodoh
oleh kehidupan dunia dan memiliih hidup yang abadi di akhirat, Allah memberikan
kabar gembira;
Barang siapa yang menghendaki keuntungan
di akhirat akan
Kami tambah keuntungan itu
baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami
berikan kepadanya sebagian dari keuntungan
dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di
akhirat. (Qur'an, 42: 20)
Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu
kepada apa yang telah Kami berikan
kepada golongan-golongan dari
mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami coba mereka dengannya. Dan
karunia Tuhanmu adalah lebih baik dan lebih kekal. (Qur'an, 20: 131)
AJARAN
BUDDHA DAN BUDAYA
MATERIALIS
BARAT
Satu alasan mengapa ajaran Buddha telah
menarik perhatian dunia adalah karena keberadaannya di Timur Jauh, rumah
asalnya, namun berkat propaganda tersebar luas pula di Barat. Awal propaganda
ini dimulai dari abad ke-19 dan menarik lebih banyak perhatian pada paruh kedua
abad ke-20 ketika menjadi suatu gaya untuk terlihat lebih “unik.”
Awal gaya ini dimulai dari budaya pop
tahun 1960-an ketika sejumlah besar pemuda Barat dan beberapa cendekiawan barat
berpaling dari agama Kristen tradisional untuk mencari sesuatu yang berbeda dan
menemukan apa yang mereka cari di agama-agama Timur Jauh. Tujuan dasar
pencarian ini adalah keinginan menarik perhatian dengan menentang aturan yang
telah mapan. Ketika mendiang George Harrison dari the Beatles, yang membantu
memberi definisi budaya pop 60-an, menyatakan bahwa ia telah menjadi seorang
Hindu (agama kafir yang menjadi cikal bakal Buddha) dan kemudian merekam lagu
ciptaannya, “My Sweet Lord,” sebuah lagu bagi Krishna, banyak fans Beatles yang
meniru pakaiannya. John Lennon menggunakan mantra Buddha dalam lagunya yang
berjudul “Across the Universe.” Lagu-lagu himne Buddha, gaya pakaian, dan karya
seninya sangat populer di kalangan kaum hippies di tahun 60-an dan
70-an.
Yang menarik, para pencipta terkemuka
ekspresi budaya populer ini mengajarkan ajaran Buddha pada masyarakat Barat.
Dalam proses ini, Hollywood menjadi lokomotifnya. Umumnya diterima bahwa
Hollywood mencerminkan gagasan sayap bebas masyarakat Amerika, dengan sering
mendukung gagasan-gagasan anti-agama dan nilai-nilai yang berlawanan dengan
akhlak dan keimanan Kristen. Misalnya, sebagian besar film dengan giat
menyampaikan pesan teori evolusi pada pikiran penonton. Dalam argumen “evolusi
menentang penciptaan,” film-film “ilmiah” hampir selalu berjalan beriringan
dengan Darwinisme. (Propaganda Hollywood yang anti agama dan pro-Darwin dimulai
dengan film yang terkenal, Inherit the Wind.) Dan, kecenderungan film-film saat ini untuk melecehkan Islam adalah
strategi yang sudah sangat terbukti.
Namun, meskipun Hollywood secara umum
tidak mendukung agama-agama wahyu seperti Kristen dan Islam, ketika sudah
menyinggung Buddha, justru menunjukkan sikap yang sepenuhnya berlawanan dengan
itu, dengan menggambarkan agama ini sebagai cahaya yang menarik, sebagai
sesuatu yang damai dan manusiawi. Film-film seperti Seven Years in Tibet, dengan
bintang Brad Pitt dan Kundun, tentang kehidupan Dalai Lama, yang
disutradarai oleh Martin Scorcese, telah dibuat untuk mempopulerkan ajaran
Buddha di antara masyarakat penikmat film.
Untuk menyebarkan propaganda Buddha,
kehidupan pribadi aktor dan aktris sama pentingnya dengan film yang mereka
bintangi. Ketua Agung Sekolah Buddha Tibet Nyingma telah mengumumkan Steven
Seagal, yang dikenal karena perannya dalam film-film action telah
mengalami reinkarnasi dari sang Lama di abad ke-15 (seorang biksu Buddha Tibet
atau Mongolia)! Aktor terkenal Richard Gere, di samping menulis buku yang
memperkenalkan ajaran Buddha, telah membangun pula Tibet House di New York
bersama Richard Thurman, ayah dari aktris Uma Thurman. Pemeluk Buddha terkenal
lainnya adalah Tina Turner, Harrison Ford, Oliver Stone, Herbie Hancock, dan
Courtney Love.
Tentu, kehidupan pribadi seseorang dan
keyakinan pribadi tidak bisa diganggu orang lain. Manusia bebas memilih agama
apa pun yang mereka inginkan. Namun jika orang-orang ini mempelajari Islam yang
benar, pastilah hati mereka akan hangat.
Akan tetapi, gambaran yang ditampilkan sejauh ini membawa kita pada satu
kesimpulan penting: ajaran Buddha menarik perhatian, dianut dan dan didorong di
dunia Barat di tempat budaya materialis mengemuka. Budaya materialisme Barat
telah terasing dari dasar Yudeo-Kristen kejiwaannya sendiri.
Tapi mengapa? Untuk menjawab pertanyaan
ini, kita pertama-tama harus menentukan sifat dasar materialisme Barat.
Dasar-dasar budaya ini diletakkan di abad ke-18; kerangka teorinya didirikan di
abad ke-19 dan, meskipun ada kemerosotan berlanjut atas kerangka teori ini,
telah menjadi gerakan massa di abad ke-20. Hakikatnya,
budaya ini:
-
Mengingkari adanya Tuhan dan percaya
bahwa alam semesta terjadi secara kebetulan.
-
Percaya bahwa makhluk hidup muncul dalam
bentuk sekarang ini melalui evolusi dan bahwa Darwinisme dapat menerangkan
fenomena kehidupan dan “asal muasal” makhluk hidup.
-
Percaya bahwa manusia hanyalah jenis
binatang tertinggi dan mengabaikan adanya jiwa manusia.
-
Menolak gagasan kehidupan setelah
kematian, kebangkitan, Hari Pembalasan dan adanya surga dan neraka yang abadi.
Anggapan-anggapan budaya materialistis
ini, yang semuanya palsu, biasanya akan bertentangan dengan agama-agama wahyu.
Namun hebatnya, seluruh anggapan keliru ini punya kesesuaian dengan budaya
lainnya: ajaran Buddha.
Temuan Huxley tentang
Ajaran Buddha
Sebagai agama tanpa Tuhan, Buddha tidak
menerima adanya Tuhan, akhirat yang abadi, surga, atau neraka. Agama ini
beranggapan bahwa jiwa manusia tidak berbeda dengan jiwa binatang dan meyakini
pengembalian karena karma yang terus menerus ke dunia nyata. Menurut penganut
Buddha, seekor ikan bisa kembali menjadi binatang menyusui di kehidupan
berikutnya, dan seorang manusia bisa kembali menjadi cacing. Gagasan “perpindahan
jiwa” antar jenis makhluk hidup ini memiliki kesejajaran penting dengan teori
Darwin tentang evolusi.
Seorang peneliti Buddha menggambarkan
berikut ini hubungan antara ajaran Buddha dengan evolusi:
Ajaran Buddha… sangat
bergembira karena teori evolusi. Kenyataannya filsafat Buddha benar-benar
memerlukan evolusi terjadi: segalanya dipandang sementara, secara tetap menjadi
ada untuk sementara, lalu memudar. Gagasan jenis makhluk hidup yang tak berubah
tidak sejalan dengan ilmu Ontologi Buddha.6
Oleh karena itu, para pengikut teori
Darwin merasa bersimpati pada ajaran Buddha dan mendukungnya semenjak abad
ke-19:
Darwinis yang pertama-tama mengagumi
ajaran Buddha adalah Thomas H. Huxley yang, setelah Darwin sendiri mengajukan
teorinya, memainkan peran yang terpenting selanjutnya dalam penyebaran
Darwinisme. Huxley muncul di layar sebagai pendukung Darwin yang paling
bersemangat dan terkenal sebagai “anjing bulldog Darwin.” Perdebatannya dengan
para ilmuwan dan pendeta dalam mempertahankan gagasan penciptaan ini, dan
semangatnya menulis dan berpidato menjadikannya Darwinis paling terkenal di
abad ke-19.
Kenyataan yang kurang begitu diketahui
adalah minat Huxley yang besar pada ajaran Buddha. Bahkan sewaktu menghadapi
perwakilan agama-agama wahyu seperti Yahudi dan Kristen, ia menganggap Buddha
sebagai cocok untuk peradaban sekuler yang ingin dia lihat terbangun di Barat.
Ini dibahas dalam artikel Philosophy East and West, “Buddhism in
Huxley’s Evolution and Ethics,” yang meliputi penggambaran berikut ini mengenai
ajaran Buddha dari buku Huxley dengan judul yang sama:
[Ajaran Buddha] adalah sebuah sistem yang tidak mengenal Tuhan seperti yang
dianut Barat; yang mengingkari jiwa manusia, yang menganggap keyakinan pada
keabadian sebagai kekeliruan dan mengharapkannya sebuah dosa; yang menolak
pentingnya doa dan pengorbanan; yang menawarkan manusia untuk tak melihat apa
pun selain upaya penyelamatan… tapi [ajaran Buddha] tersebar luas di kalangan
umat beragama di Dunia Lama dengan kecepatan mengagumkan dan masih dengan
campuran takhayul asingnya sebagai dasar, keyakinan dominan sejumlah besar
manusia.7
Satu-satunya alasan kekaguman Huxley
pada ajaran Buddha adalah karena agama ini (seperti Huxley dan penganut
Darwinisme lainnya) tidak percaya pada Tuhan.
Menurut Vijitha Rajapakse, seorang
profesor pada Hawaii University dan penulis Buddhism in Huxley’s Evolution
and Ethics, Huxley melihat garis sejajar antara ajaran Buddha dan gagasan
sesat atheis Yunani kuno. Ini menambah kekagumannya;
Kecenderungan Huxley yang terbukti mengaitkan pemikiran penganut Buddha
dengan gagasan Barat, yang dikedepankan dengan mengagumkan dalam
komentar-komentarnya tentang konsep zat hidup, lebih lanjut dicontohkan dalam
bentuk pembahasan lainnya. Ia menemukan sikap tak percaya pada Tuhan yang dianut
oleh penganut Buddha awal sebagai berkesesuaian dengan pandangan Heracleitus
dan mengacu, di samping itu, pada “banyak kesesuaian Stoikisme dengan ajaran
Buddha.”…8
Rajapakse mencatat bahwa para atheis
(anti Tuhan) dan agnostis (tak peduli ada atau tak adanya Tuhan) juga pengagum
berat ajaran Buddha. Kesesuaian antara ajaran Buddha dengan filsafat materialis
Barat pada saat itu membentuk sebagian pemikiran David Hume, seorang ahli
filsafat dan atheis Skotlandia abad ke-18 dengan penentangan atas agama.
Rajapakse menulis, “Cukup menarik, kesesuaian yang ada antara sudut pandang
pemeluk Buddha dan pengikut Hume atas pertanyaan mengenai pentingnya jiwa
dengan tepat dicatat oleh pengamat Buddha awal” dan selanjutnya:
Ny. Rhys Davids
[penerjemah yang mempelopori alih bahasa kitab Buddha dari Pali ke Inggris],
misalnya, menerangkan bahwa “dengan memperhatikan keyakinan pada jiwa atau ego
yang bebas, ketetapan abadi, kebebasan dari penderitaan, ajaran Buddha
mengambil sudut pandang dua ribu empat ratus tahun yang lalu dari ajaran Hume
dua abad yang lalu.”9
Seperti dikemukakan oleh Rajapakse dalam
artikelnya, ajaran Buddha merasuki banyak pemikir Inggris Viktorian karena
mereka melihatnya sesuai dengan filsafat leluhur abad ke-19, atheisme dan
Darwinisme. Friedrich Nietzsche, ahli filsafat Jerman yang terkenal,
meninjaunya dengan memihak Buddha pula atas alasan yang sama.
Simpati Nietzsche pada
Ajaran Buddha
Nietzsche, salah satu pemikir atheis
abad ke-19 yang paling gigih, memendam kebencian mendalam atas ajaran Kristen
dan mengutarakan dalam kegigihannya itu budaya dan akhlak yang sesat.
Pandangannya membantu mendirikan fasisme di abad ke-20, khususnya Nazisme.
Nietzsche menyerang Kristen karena mendukung kebaikan cinta, kasih sayang,
rendah hati, dan kebenaran Tuhan. Oleh karena itu, ia pun juga menentang
dasar-dasar akhlak Islam dan Yudaisme sejati. Ia membenci agama wahyu tidak
hanya karena dasar-dasar akhlaknya, melainkan terutama karena atheisme
fanatiknya. Dalam artikelnya tentang Nietzsche, peneliti Amerika Jason DeBoer
menulis bahwa “atheisme adalah bagian penting pemikiran Nietzsche,” dengan
menambahkan bahwa:
Ia bukan pengkritik
yang tidak berat sebelah: Nietzsche membakar kebencian pada agama Kristen, dan
tulisannya yang menentang Tuhan sangat penuh kebencian.10
Seperti yang bisa kita bayangkan,
Nietzsche mengarahkan kebenciannya hanya pada agama-agama wahyu, bukan pada
yang sesat. Sebaliknya, seperti ditulis DeBoer:
… Nietzsche, meskipun salah satu atheis yang paling kasar dalam sejarah, sebenarnya tidaklah
sepenuhnya anti agama… [Dia] menghormati dan memuji banyak segi dari agama
lainnya, termasuk yang percaya pada berhala dan bahkan ajaran Buddha.11
Dalam kajiannya tentang buku Robert G.
Morrison Nietzsche and Buddhism: A Study in Nihilism and Ironic Affinities, akademisi
Inggris David R. Loy mengatakan hal berikut ini tentang itu:
Membandingkan Nietzsche dengan ajaran Buddha seolah industri rumah tangga,
dan alasan bagusnya: kelihatannya ada kesesuaian mendalam antara mereka.
Morrison menunjukkan bahwa mereka punya banyak ciri-ciri umum yang mirip:
keduanya menekankan pemusatan manusia dalam alam tanpa Tuhan dan tidak melihat
adanya makhluk abadi dalam kekuasaan sebagai pemecahan pada masalah kehidupan…
Keduanya mempercayai [a] manusia sebagai aliran kekuatan psikofisika ganda yang
terus berubah, dan dalam aliran ini tidak ada hal berdiri sendiri atau tak
berubah (‘ego’ atau ‘jiwa’).12
Sumber gagasan keliru yang punya
kemiripan antara Nietzsche dengan ajaran
Buddha sebenarnya tidak lebih dari sikap acuh tak acuh dan kesombongan. Setiap
oarang yang memandang alam semesta dan alam ini dengan kecerdasan sadar bisa
melihat bukti yang jelas tentang adanya Tuhan. Ini telah didukung oleh
penemuan-penemuan ilmiah modern: Teori Big Bang dan Prinsip Antropi (prinsip
bahwa setiap perincian alam semesta telah diatur seksama untuk membuat
kehidupan ini dimungkinkan) telah meluluhlantakkan gagasan alam semesta tanpa
Tuhan yang diusulkan Nietzsche dan para atheis lainnya. Ilmu pengetahuan
mempunyai bukti yang jelas bahwa alam semesta telah diciptakan dan diatur dalam
keseimbangan luar biasa. Bukti-bukti ini menunjukkan tidak absahnya teori
evolusi Darwin, dan justru mendukung adanya rancangan cerdas dan membuktikan
kebenaran penciptaan. Hasil penemuan ilmiah dan sosiologi ini juga telah
mengesampingkan gagasan-gagasan pemikir abad ke-19 seperti Marx, Freud, dan
Durkheim. (Untuk informasi lebih lanjut, silakan baca artikel Harun
Yahya “A Turning point in History: The Fall of Atheism” di www.harunyahya.com/70the_fall_of_atheism _scie34.php
Ajaran Buddha:
Spiritualitas Palsu Menuju
Budaya Materialis
Ironisnya, kesaksian ilmiah menentang
atheisme ini sangat terkait dengan mengapa ajaran Buddha tersebar di dunia
Barat. Pendiri atheisme dan budaya materialis melihat bahwa teori mereka jatuh.
Untuk mencegah cepatnya pertumbuhan gerakan menuju agama wahyu, mereka
melawannya dengan mendukung keimanan sesat seperti ajaran Buddha. Dengan kata
lain, ajaran Buddha, dan agama Timur Jauh lainnya seperti itu, merupakan
penguatan materialisme spiritual.
Tapi mengapa budaya materialis Barat
harus membutuhkan penguatan seperti itu? Penulis Barat Michael Baigent, Richard
Leigh, dan Henry Lincoln telah meneliti perkembangan (dan kejatuhan) gagasan di
dunia Barat selama 2000 tahun terakhir. Di abad ke-20, mereka menerangkan,
dunia Barat telah jatuh ke dalam “krisis makna.” Dengan kata lain, jalan hidup
yang diterapkan atas masyarakat Barat oleh filsafat materialis telah
menelanjangi kehidupan manusia tentang makna dengan memotongnya dari
kepercayaan mereka pada adanya Tuhan dan dari beribadat kepada-Nya. Tiga
penulis berikut ini menerangkan hal itu:
Hidup menjadi semakin
kehilangan makna, kehilangan arti penting, sebuah gejala yang tak teratur, yang
muncul tanpa tujuan yang jelas.13
Di samping krisis makna ini, jatuhnya
teori materialis pada tingkat ilmiah telah membuka jalan untuk arus kembali
pada agama-agama wahyu, khususnya Islam. Oleh karena itu, keyakinan pada satu
Tuhan bertumbuh jumlah pengikutnya: jumlah orang-orang yang percaya dan
melakukan ibadat agama mereka meningkat, dan pandangan serta nilai-nilai
keagamaan dianggap punya tempat lebih penting dalam kehidupan masyarakat.
Ajaran Buddha dan kepercayaan kafir
semisalnya bersemangat menghambat gerakan ini dengan menawarkan, kepada
orang-orang yang kebingungan karena krisis makna yang disebabkan oleh budaya
materialis, sebuah jalan yang sesat menuju penyelamatan. Ajaran Buddha, Tao,
Hindu, dan versi-versinya seperti aliran Hare Krishna, Wicca, dan kecenderungan
Zaman Baru yang bersama-sama membawa ajaran sesat, agama UFO yang menyibukkan
dirinya dengan pesan-pesan yang disebut suci yang diyakini telah turun dari
ruang angkasa, semua ini adalah ajaran palsu yang dipeluk oleh orang-orang yang
tidak ingin lari dari pandangan atheis dan materialis, tapi pada saat bersamaan
bersemangat pula mencari penyejuk jiwanya. Di samping itu, banyak orang yang
menjadi pemeluk Buddha sangat terpengaruh oleh keinginan untuk meniru secara
membabi buta dan tanpa mempelajari sesuatu yang tidak mereka pahami, hanya
untuk menarik perhatian dan bersikap seolah-olah mereka sadar dan berpikiran
canggih.
Untuk memahami mengapa
pandangan-pandangan ini tak berdasar, kita hanya perlu meletakkannya pada
saringan pemikiran. Kita telah meneliti pandangan karma, dasar beberapa agama
Timur Jauh, dan melihat bahwa pandangan itu tidak mempunyai dasar yang masuk
akal. (Untuk pembahasan lebih terperinci, silakan lihat Harun Yahya: Islam
and Karma, Ta Ha Publisher, London, 2003). Agama-agama ini tidak meyakini
adanya Tuhan, dan tidak pula meyakini kekuasaan
pamungkas keputusan ilahi atas umat manusia. Jadi, bagaimana mereka bisa
meyakini bahwa setiap orang akan menerima ganjaran atas apa yang telah mereka
lakukan, dalam kehidupan berikutnya? Siapa yang menentukan hal ini? Orang-orang
yang mengagumi “makhluk luar angkasa” juga percaya pada omong kosong yang
serupa. Bagaimana bisa seorang manusia membangun filsafat hidup atas dasar UFO,
yang nyata tidak nyatanya masih sangat bisa diperdebatkan? Meskipun
makhluk-makhluk dari luar angkasa itu ada, mereka, tentu juga perlu diciptakan
dulu. Tapi, apakah jaminan bahwa mereka bisa memperlihatkan pada umat manusia
jalan yang benar?
Orang-orang yang terperangkap dalam
gagasan takhayul seperti ini harus memikirkan perkataan Allah dari Al-Qur'an
berikut ini (56:57): “Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak
membenarkan?” Mereka harus mengikuti
jalan-Nya, seperti yang telah Dia perintahkan:
Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini)
adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain) ,
karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (Qur'an, 6: 153)
MUNGKINKAH BUDDHA BERASAL DARI AGAMA YANG BENAR, TAPI TELAH MENYIMPANG?
Meskipun hingga titik ini kita telah meneliti ajaran Buddha sebagai
bersifat takhayul dan palsu, namun pada saat yang sama kita juga harus
mengatakan bahwa di dalamnya ada beberapa dasar-dasar akhlak yang baik.
Naskah-naskah ajaran Buddha mengingatkan manusia menentang pencurian, mendorong
mereka untuk tolong-menolong satu sama lain dan membersihkan diri mereka dari
mementingkan diri sendiri dan ambisi-ambisi duniawi. Seluruh hal ini
menunjukkan bahwa ajaran Buddha mungkin dimulai dari agama yang didirikan atas
dasar wahyu Allah, namun kemudian terkotori dengan berlalunya waktu.
Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman pada
kita bahwa untuk setiap umat, Dia mengirimkan rasul-rasul untuk menyampaikan
peringatan-Nya:
Sesungguhnya Kami mengutus kamu
[Muhammad] dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya
seorang pemberi peringatan. (Qur'an, 35: 24)
Dan sungguh Kami telah mengutus rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan
jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang
diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah
pasti kesesatan baginya… (Qur'an,
16: 36)
Di tempat lain dalam Al-Qur'an, Allah
menegaskan bahwa, “Tiap-tiap umat mempunyai rasul” (10:47). Ayat-ayat ini menunjukkan pada kita bahwa
Allah pastilah telah mengirimkan seorang rasul pada orang-orang Hindu; dan
salah satu dari mereka mungkin adalah Siddhartha Gautama. Ajaran Buddha mirip
dengan agama-agama wahyu di salah satu keyakinannya: bahwa sepanjang sejarah
nabi-nabi telah datang untuk mewahyukan kebenaran yang sama pada umat manusia,
namun setelah mereka, pengikutnya telah melecehkan kebenaran agama ini. Jelas,
setelah kematian Gautama, ajarannya mungkin telah kehilangan akarnya dan
menjadi menyimpang justru dalam hal, bercampur aduk dengan agama dan budaya
negara tempat penyebarannya, dan berbaur dengan beragam mitos dan takhayul setempat. (Namun, tentu hanya Allah
yang mengetahui kebenarannya.)
Jika memang begitu, tidak diragukan
bahwa kisah hidup Siddharta Gautama akan sangat berbeda dengan cerita-cerita
mitos tentangnya yang kita kenal saat ini. Ada versi bertolak belakang tentang
kisah hidupnya: sebuah tanda yang jelas bahwa kenyataan sesungguhnya mungkin
sangat berbeda dengan “sejarah” yang sekarang kita kenal. Beberapa ajaran
akhlak dasar sesungguhnya yang disampaikan ajaran Buddha pada kita percaya
bahwa agama ini mungkin telah berkembang dari sebuah agama yang aslinya percaya
pada satu Tuhan. Cendekiawan Barat JM Robertson menerangkan keimanan pemeluk
Buddha pada “rantai nabi-nabi.”
[Ajaran Buddha] tidaklah menyatakan diri sebagai ajaran baru. Tradisi yang
ada mengatakan bahwa ajaran ini telah disebarluaskan jauh sebelumnya, bahwa
Gautama dengan begitu hanyalah salah satu dari daftar panjang para Buddha yang
muncul dalam jangka waktu itu yang seluruhnya mengajarkan ajaran yang sama. Nama-nama
dua puluh empat orang Buddha yang muncul sebelum Gautama telah tercatat…
Diyakini bahwa setelah kematian setiap Buddha itu, agamanya berkembang pada
suatu kali dan kemudian memudar. Setelah terlupakan, Buddha yang baru muncul
dan mengajarkan Dharma, atau kebenaran yang hilang.14
Semua ini mendukung bahwa ajaran Buddha
bisa jadi salah satu keyakinan yang menyimpang, yang telah terkotori yang
kemudian mundur ketika datangnya nabi-nabi. Di pihak lain, ajaran-ajaran Buddha
adalah suatu bentuk konservatif yang mengingatkan kita tentang penyimpangan
turun temurun yang dapat terjadi selama kemunduran agama sejati.
Dalam Al-Qur'an, Allah mengatakan bahwa
umat Nasrani dan Yahudi telah jatuh pada perangkap yang sama dan telah
menyembunyikan agama mereka dengan tambahan-pengurangan serta larangan yang tak
bermanfaat. Misalnya, gagasan keliru ajaran Buddha tentang menyingkir dari
dunia dan membiarkan diri menderita juga muncul dalam ajaran Kristen ketika
mengalami kemunduran selama bertahun-tahun. Allah memfirmankan kekeliruan ini
dalam Al-Qur'an (57:27):
Kemudian Kami iringi di belakang mereka
dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan
Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang
mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah
padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah
yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak
memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada
orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka
orang-orang fasik. (Al-Qur'an, 57:27)
Ajaran Buddha bisa saja tadinya agama
yang benar yang telah runtuh setelah perkembangan kependetaan. Ajaran ini
pastilah telah mundur jauh lebih buruk dibanding Yahudi atau Kristen. Meskipun
demikian, banyak pula ajaran kedua agama ini yang telah menyimpang dengan
berlalunya waktu, meski mereka masih mengabdi pada wahyu Allah dan beriman
kepada-Nya. Meskipun intisari ajaran Buddha sebenarnya datang dari sumber yang
benar, agama ini telah sepenuhnya meninggalkan intisarinya itu dan dipermak
dalam upacara-upacara takhayul, dengan hanya sedikit dasar-dasar akhlak yang
benar yang tertinggal.
Ajaran Buddha mirip dengan keyakinan
satu Tuhan Yahudi, Kristen, dan Islam dalam bentuk lain: ajaran ini juga
meyakini adanya Hari Kiamat dan adanya seorang penebus umat manusia: Bagi
Yahudi dan Kristen dia adalah al-Masih, sedangkan bagi umat Islam dia adalah
Imam Mahdi.
Hari Kiamat adalah masa yang segera
mengikuti Akhir Zaman. Baik Al-Qur'an dan hadits Rasulullah SAW berisikan
sejumlah petunjuk bahwa pada Akhir Zaman, akhlak Islam akan tersebar di seluruh
dunia. Al-Qur'an berkata bahwa Isa AS tidaklah wafat, bahwa ia tidaklah terbunuh
melainkan diangkat ke sisi Allah ketika ia masih hidup, dan bahwa ia akan
datang kembali ke dunia. Nabi Muhammad SAW juga mengumumkan kabar gembira bahwa
Isa akan diutus ke dunia lagi, dan pada Akhir Zaman ketika ia berada di sini,
dunia akan penuh dengan kedamaian, keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran.
Perkataan Nabi mengungkapkan bahwa Imam Mahdi akan membantu Isa dalam tugas
sucinya. (Untuk perincian lebih lanjut, silakan lihat Harun Yahya, Jesus
Will Return, Ta-Ha Publishers, London, 2001.)
Dalam hadits Nabi, Akhir Zaman terbagi
dalam dua masa berbeda. Di masa pertama, Allah akan diingkari terang-terangan;
jumlah orang yang hidup sesuai nilai-nilai agama cuma sedikit; biaya hidup dan
tekanan jiwa karena harta benda akan besar. Akan ada kelaparan. Manusia akan
menderita bencana alam; ketidakadilan akan tersebar luas, perang dan pertikaian
akan meningkat, dan sikap tak kenal kasihan serta kekejaman akan lebih
mengemuka dibanding cinta, kasih, dan sayang. Sesudah itu, umat manusia akan
diselamatkan dari filsafat tak mengenal Tuhan dan anti agama yang merupakan
sumber sesungguhnya dari seluruh kebengisan mereka dan kembali pada nilai-nilai
agama. Hasilnya, pertikaian, ketidakadilan, dan kekejaman akan berakhir.
Sebagai ganti kecemasan dan tekanan, umat manusia akan hidup dalam kebahagiaan,
kedamaian, keamanan, dan kesejahteraan. Seluruh dunia akan dipenuhi kekayaan
dan kemakmuran.
Dalam Islam, juga dalam Yahudi dan
Kristen, ada kepercayaan pada Imam Mahdi, al-Masih, dan Akhirul Zaman. Alkitab,
yang terdiri dari Perjanjian Lama (Taurat dan tulisan Isa lainnya) serta
Perjanjian Baru (empat Injil dan kitab-kitab serta tulisan-tulisan lainnya)
menawarkan beberapa gambaran tentang akhir zaman. Kitab-kitab Injil khususnya
berhubungan dengan datangnya Isa AS dan menunjukkan kesesuaian penting dengan
apa yang dituliskan dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi SAW.
Meskipun nama Isa tidak ada dalam
Perjanjian Lama, tentu saja Alkitab berbahasa Ibrani telah menyebut kata
al-Masih itu sebagai penyelamat dari keturunan Daud AS. Dan di beberapa tempat
dalam Perjanjian Lama ada keterangan tentang apa yang akan terjadi pada Akhir
Zaman. Al-Masih, yang kedatangannya telah dijanjikan dan perkataannya
disebutkan dalam Perjanjian Lama, adalah, seperti disebutkan pula dalam Al-Qur'an,
Isa AS. Terlepas dari sebutan “al-Masih,” orang ini disebut pula dengan
penggambaran lain semisal “raja,” “penguasa,” dan “yang paling suci.”15
Perjanjian Lama membicarakan kedatangan
al-Masih, dan banyak disebutkan tentang kerajaan yang akan didirikannya di
bumi. Beberapa hal penting yang disebutkan tentang dirinya adalah bahwa ia
lebih besar dari bangsa-bangsa di bawah kekuasaannya, bahwa ia adalah keturunan
Daud AS dan bahwa ia mirip dengan leluhurnya, Daud (yang pada masanya
mendirikan kekuasaannya di mana pun yang ia inginkan). Beberapa naskah yang
berkesesuaian dari Perjanjian Lama adalah sebagai berikut:
Orang yang berbantah dengan Tuhan akan dihancurkan; atas mereka Ia
mengguntur di langit. Tuhan mengadili bumi sampai ke ujung-ujungnya; Ia memberi
kekuatan kepada raja yang diangkat-Nya dan meninggikan tanduk kekuatan orang
yang diurapi-Nya.'' . (1 Samuel 2: 10)
Tetapi pada zaman raja-raja, Allah semesta langit akan mendirikan suatu
kerajaan yang tidak akan binasa sampai selama-lamanya, dan kekuasaan tidak akan
beralih lagi kepada bangsa lain: kerajaan itu akan meremukkan segala kerajaan
dan menghabisinya, tetapi kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya.
(Daniel 2: 44)
Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku
berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum
kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau
memperdengarkan suaranya di jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan
diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi
dengan setia ia akan menyatakan hukum. Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan
tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau
mengharapkan pengajarannya. Beginilah firman Allah, Tuhan, yang menciptakan
langit dan membentangkannya, yang menghamparkan bumi dengan segala yang tumbuh
di atasnya, yang memberikan nafas kepada umat manusia yang mendudukinya dan
nyawa kepada mereka yang hidup di atasnya: ''Aku ini, Tuhan, telah memanggil engkau
untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau
dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk
bangsa-bangsa, untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman
dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari
rumah penjara. (Yesaya 42:1-7)
Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan
menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan
kejujuran; ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat,
dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik. Ia tidak akan menyimpang dari kebenaran dan
kesetiaan, seperti ikat pinggang tetap terikat pada pinggang. (Yesaya 11:4-5)
Perjanjian Baru memberi informasi lebih
banyak tentang kedatangan kedua kalinya Isa ke dunia:
Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku
mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat
bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat
bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat
di mana Aku berada, kamu pun berada. (Yohanes 14:2-3)
Dan berkata kepada mereka: ''Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu
berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan
kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik
ke sorga.'' (Kisah Rasul-rasul 1:11)
Jadi, apabila orang berkata kepadamu: Lihat, Ia ada di padang gurun,
janganlah kamu pergi ke situ; atau: Lihat, Ia ada di dalam bilik, janganlah
kamu percaya. Sebab sama seperti kilat memancar dari sebelah timur dan
melontarkan cahayanya sampai ke barat, demikian pulalah kelak kedatangan Anak
Manusia. (Matius 24: 26-27)
Di hadapan Allah yang memberikan hidup kepada segala sesuatu dan di hadapan
Kristus Yesus yang telah mengikrarkan ikrar yang benar itu juga di muka Pontius
Pilatus, kuserukan kepadamu: Turutilah perintah ini, dengan tidak bercacat dan
tidak bercela, hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diri-Nya,
yaitu saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh
bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan. Dialah
satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak
terhampiri. Seorang pun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat
melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin. (1 Timotius 6:
13-16)
Kerajaan yang akan datang dan terwujud
dengan kedatangan kedua Isa akan menjadi masa keadilan, kemakmuran, dan akhlak
yang tinggi:
Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
(Matius 5:5)
Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah
nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.
(Matius 6:9-10)
Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kamu akan melihat
Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu
sendiri dicampakkan ke luar. Dan orang
akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan
duduk makan di dalam Kerajaan Allah. Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir
yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan
menjadi orang yang terakhir.'' (Lukas 13: 28-30)
Seperti telah kita sebutkan sebelumnya,
ajaran Buddha juga telah meramalkan dan mengharapkan adanya al-Masih
penyelamat. Buddha berkata bahwa 1000 tahun setelahnya, sang Metteya (atau
Maitreya) akan datang dan membawa kasih sayang Tuhan ke seluruh jagad raya; dan
dengan kedatangannya ini, agama akan mencapai kesempurnaan. Berikut ini adalah
beberapa contoh tentang harapan ini dari tulisan pemeluk Buddha dari dua negara
berbeda. Pertama Birma/Myanmar:
Buddha berkata: “Lingkaran kami adalah lingkaran bahagia, tiga pemimpin
telah hidup… Buddha yang mulia adalah diriku, tapi setelahku, Maitriya datang.
Sewaktu lingkaran bahagia ini masih berlangsung, sebelum dongeng tahun demi
tahun akan berlalu. Buddha ini, yang bernama Metteya, akan menjadi raja agung
seluruh manusia.”16
Sekarang, dari Sri Lanka:
Aku bukanlah Buddha pertama [yang bangkit] yang datang ke bumi, dan bukan
pula yang terakhir. Pada saatnya tiba, Buddha lain akan muncul di dunia, Yang
Suci, yang mulia lagi tercerahkan, yang diberkati dengan kebijaksanaan
meyakinkan memeluk jagad raya, pemimpin manusia yang tak terbandingkan… Dia
akan mewahyukan padamu kebenaran abadi yang sama, yang telah aku ajarkan
kepadamu. Dia akan membangun hukum [agama]nya. Dia akan mengumumkan kehidupan yang benar
sepenuhnya sempurna dan murni, seperti yang sekarang aku umumkan. Pengikutnya
akan berjumlah ribuan, sedang pengikutku cuma ratusan. Ia akan dikenal sebagai
Maitreya.17
KESIMPULAN: YANG HAK TELAH DATANG, DAN YANG BATIL TELAH
LENYAP
Di masa lalu, manusia menyembah patung-patung yang terbuat dari kayu dan
batu dan memohon pada mereka pertolongan. Mereka takut pada patung-patung ini,
percaya bahwa patung-patung itu sedang melihat mereka dan akan marah jika
seseorang melakukan dosa. Sang Buddha adalah patung Buddha. Namun pemeluk
Buddha yang menyamakan Buddha dengan Tuhan, dan orang yang ikut-ikutan dan
menjadi pemeluk Buddha untuk menarik perhatian pada diri mereka, tidak
mengetahui betapa jauhnya mereka tertipu. Karena mereka tidak percaya pada
akhirat yang abadi, surga atau neraka, tidak pernah terlintas dalam benak
mereka bahwa mereka akan mempertanggungjawabkan dirinya di hadapan Allah.
Karena mereka percaya bahwa mereka telah berada di jalan yang benar, mereka
menanggapi dengan sangat suka cita ketika diajak mengikutinya.
Seluruh utusan yang memperingatkan agama
kafir yang diikuti manusia dan mengajak manusia pada keesaan Allah menghadapi
tanggapan yang serupa. Dalam Al-Qur'an (38:4-7), Allah berkata:
Dan
mereka heran karena mereka
kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan
mereka; dan orang-orang kafir
berkata: "Ini adalah seorang ahli
sihir yang banyak berdusta". Mengapa ia
menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini
benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. Dan pergilah
pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): "Pergilah kamu dan
tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu,
sesungguhnya ini benar-benar suatu hal
yang dikehendaki . Kami tidak
pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir ; ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang
diada-adakan,
Dalam buku ini, kami mengajak pemeluk
Buddha dan seluruh manusia yang, apa pun alasannya, merasa simpati dengan agama
takhayul ini untuk memahami kebenaran bahwa tidak ada tuhan selain Allah; dan
menerima bahwa Allah itu Esa dan tidak ada yang lain. Kami mengajak mereka
untuk memasuki Islam, agama Ibrahim, Musa, Isa, dan Nabi Muhammad SAW. Seorang
yang menganggap leluhurnya meyakini agama yang mempersekutukan makhluk dengan
Allah, dan dia sendiri pun memperskutukan hal itu dengan Allah, mula-mula
mungkin akan sulit mengambil keputusan ini. Mereka mungkin tidak memahami
bagaimana, setelah menyerahkan diri pada kekuatan-kekuatan yang pernah dia
persekutukan dengan Allah, dia bisa menyembah Allah saja. Jika demikian, dan
mungkin demikian, satu-satunya Zat yang menolong dan memberi makannya pada saat
ini, satu-satunya Zat yang melihatnya dan melindunginya adalah Allah. Zat Yang
memberinya kehidupan dan menyembuhkannya ketika ia sakit adalah Allah, Penguasa
Segala Dunia, Yang menciptakan bumi ini menurut keputusan yang telah tertentu.
Seperti difirmankan dalam Al-Qur'an (81:29), manusia telah menyerahkan diri
pada kehendak Allah, pada saat ketika mereka tidak punya kekuatan untuk
berharap kecuali Allah menghendaki, tidak dapat bertindak kecuali dengan
kehendak Allah. Seperti Allah firmankan sendiri dalam Al-Qur'an (11:56), “Tidak
ada suatu binatang melata pun melainkan
Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya .”
Setan bisa memperlihatkan pada para
pemeluk Buddha, dan setiap orang, bahwa mustahil terbebas dari mempersekutukan
sesuatu dengan Allah. Namun, ini hanyalah tipuan yang datang dari setan;
Al-Qur'an (14::22) menyebutkan bahwa, pada hari Kiamat, setan akan berkata,
"Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan
aku pun telah menjanjikan
kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku
terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku,
oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri.
Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu
dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku…” dan semua orang yang
mempersekutukan sesuatu dengan Allah akan ditinggalkan seorang diri.
Seperti kita ketahui, selamat dari kekeliruan
mempersekutukan ciptaan-Nya dengan Allah membutuhkan perubahan niat yang tulus,
yang mengubah pemikiran seseorang menuju keesaan Allah. Dan apa pun keadaan
dirinya, seseorang itu memutuskan untuk percaya pada Allah dan menyesuaikan
kehidupannya dengan penuh iman pada Al-Qur'an. Pastilah, keimanan dan
keteguhannya akan mendatangkan bantuan Allah, berkah yang tak ada bandingnya,
kasih sayang, dan kekayaan. Tak disangkal lagi, Allah akan membawa seseorang
itu ke jalan yang benar, melindunginya dari usaha setan untuk menyesatkannya.
Setiap orang yang merendahkan dirinya
pada Allah melihat bahwa kebahagiaan dan kepuasan sejati bisa ditemukan hanya
dalam keimanan, dan dalam keimanan pada keesaan Allah. Dalam Al-Qur'an
(65:2-3), Allah memberi kabar gembira pada orang-orang beriman:
Barangsiapa bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari
arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada
Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…
Oleh karena itu, seseorang yang
menyesali kesalahannya mempersekutukan sesuatu dengan Allah harus meninggalkan
berhala-berhalanya tanpa ragu lagi. Orang yang percaya bahwa sang Buddha adalah
tuhan (dan pasti Tuhan tidak seperti itu) yang melihat dan mendengarkan
segalanya, memberi kekuatan, marah dan menentukan, harus mengganti pemikirannya
dan meninggalkan pemahaman yang sesat. Dan orang yang terjebak dalam gagasan
karma yang tak berdasar dan menolak adanya akhirat yang abadi, harus
menggunakan akalnya untuk menyelamatkan dirinya dari kekeliruan ini, karena “Sesungguhnya
mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang
seIalu mereka kerjakan.” (Qur'an, 7: 139)
KETERANGAN
GAMBAR
12 Mata yang dilukis
di empat sisi kuil Buddha di Katmandu Nepal melambangkan gagasan bahwa Buddha
melihat segala hal setiap saat. Pada dasar takhayul pemeluk Buddha ini ada
gagasan bahwa Buddha adalah patung dengan kekuatan manusia super.
13
Pagoda Shwedagon, kuil Buddha yang terkenal di Rangoon, Myanmar.
14 Sebuah patung Buddha dari Nepal, yang
dianggap mewakili kebijaksanaan dan keahlian.
15 “… Allah menghapuskan yang batil
dan membenarkan yang
hak dengan kalimat-kalimat-Nya (Al Qur'an).” (Qur’an 42:24)
17 “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman,
sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja.” (Qur’an 29:56)
20 Patung Buddha di atas dan di halaman
depan buku ini sangat penting artinya bagi keyakinan sesat pemeluk Buddha.
Agama sesat ini membawa manusia menerima gagasan luar biasa bahwa patung-patung
bisa memberi kebaikan pada mereka.
21 “(Kenapa) kamu menyeruku supaya kafir kepada Allah dan
mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak kuketahui padahal aku menyeru kamu
(beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun?” (Qur’an 40:42)
22 Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah
mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab:
"Cukuplah untuk kami apa yang kami lihat dikerjakan bapak-bapak
kami". Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat
petunjuk ?. (Qur’an 5:104)
22 Gua Yun-kang di Cina bagian selatan
yang ditemukan dari abad ke-5.
24 Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan
bapak-bapak kamu ada-adakan; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk
(menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan dan apa yang
diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada
mereka dari Tuhan mereka. (Qur’an 53:23)
25 Kiri: Sebuah patung Chenresig yang
disebut oleh kalangan Buddha Tibet sebagai “Pelindung Tibet.” Dengan sebelas
kepala dan beberapa tangan, Chenresig punya beberapa nama dalam tradisi Buddha
Tibet. Tapi tidak ada orang yang pintar yang pernah mempercayai omong kosong
bahwa patung yang terbuat dari kayu dan batu bisa punya segala kekuatan atau
kekuasaan.
Bawah: Istana Potala di lembah Sungai
Lhasa, yang berisi makam-makam Dalai Lama-Dalai Lama sebelumnya, merupakan
bangunan terbesar di Tibet. Umat Buddha Tibet saat ini menyembah di depan
istana dan menunjukkan rasa hormat yang besar, yang menunjukkan bagaimana
mereka mempertuhankan Dalai Lama.
26 Salah satu patung raksasa yang
dibangun umat Buddha di Katmandu untuk menunjukkan keimanan sesatnya.
27 “… Kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit
dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam
pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain dari-Nya; dan
Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan
keputusan." (Qur’an 18:26)
27 Kuil Vat Ong Teu di Vientiane, Laos.
Pendirian kuil ini dilakukan untuk menyebarluaskan keyakinan ajaran Buddha yang
sesat dan menggelapkan pikiran, yang kegiatan-kegiatannya mengajak manusia pada
kemalasan dan tak punya harapan.
29 “Yang demikian adalah karena
sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang bathil dan sesungguhnya
orang-orang mu'min mengikuti yang haq dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah
membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka.” (Qur’an 47:3)
“… Sesungguhnya orang-orang kafir
mengikuti yang bathil dan sesungguhnya orang-orang mu'min mengikuti yang haq
dari Tuhan mereka.”(Qur’an 47:3)
30 “Apakah mereka tidak mengetahui bahwa
anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula)
menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan
mereka adalah orang-orang yang zalim.” (Qur’an 7:148)
31 Seorang wanita Hindu di daerah
Shravanbelagola di India, sesat karena berdoa meminta pertolongan dari patung
batu Gomateshwara.
32 Atas: Buddha Amida adalah salah satu
Buddha yang melambangkan cahaya tak terbatas, menurut kepercayaan umat Buddha
yang tak masuk akal. Buddha ini saja cukup menunjukkan betapa bodohnya agama
Buddha itu.
Kiri: Patung dewa Buddha Jepang yang
disebut Avalokiteshvara.
33 “Dan apabila dikatakan
kepada mereka: "Ikutilah apa
yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami
(hanya) mengikuti apa yang kami lihat dikerjakan oleh bapak-bapak kami."
Dan apakah mereka
(akan mengikuti bapak-bapak mereka)
walaupun syaitan itu menyeru
mereka ke dalam siksa api yang bernyala-nyala (neraka)?” (Qur’an 31:21)
36 “Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah. Maha
Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Qur’an 52:43)
39 “Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung
anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat
memberi kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan?” (Qur’an
20:89)
41 “Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu
rezki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di
antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu seperti
itu? Maha Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.”
(Qur’an 30:40)
41 Kehidupan umat Buddha penuh dengan
upacara-upacara tak masuk akal. Selama perayaan Tahun Baru di Tibet, misalnya
umat Buddha memegang cabang-cabang potongan kayu dengan doa yang tertulis di
dalamnya dan melempar konfeti ke udara.
43 “…Katakanlah, "Sesungguhnya aku hanya diperintah
untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan
sesuatu pun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya
kepada-Nya aku kembali". (Qur’an 13:36)
44 Perayaan Tahun Baru di biara Nechung
di Tibet dirayakan dengan upacara tak masuk akal penuh takhayul.
46 Ada 300 bentuk berbeda Buddha di
Biara Wat Saket di Laos. Umat Buddha tidak dapat mengukur Tuhan menurut
kekuasaan sebenarnya dan terang-terangan mempertuhankan Buddha. Mereka
menyepelekan Allah, Pencipta langit dan bumi, dan lebih suka menyembah manusia
tanpa kekuatan bahkan untuk menolong dirinya, berharap menerima keuntungan dari
patung-patungnya.
47 “… Mereka tidak menyembah melainkan seperti nenek
moyang mereka menyembah dahulu...”(Qur’an 11:109)
49 “Dan hanya kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi.
Dan pada hari terjadinya kebangkitan, akan rugilah pada hari itu orang-orang
yang mengerjakan kebathilan.” (Qur’an 45:27)
51 “Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku
dan antaramu. Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi. Dan
orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka
itulah orang-orang yang merugi.”
(Qur’an 29:52)
53 “Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa.” (Qur’an 37:4)
55 “…Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang
ada di antara keduanya…”(Qur’an 26:28)
56 “Yang menciptakan, dan menyempurnakan
(penciptaan-Nya).” (Qur’an 87:2)
58 “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi
melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya…” (Qur’an 11:6)
61 “Kepunyaan-Nya-lah
apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi. Dan Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
(Qur’an 42:4)
64 Di Tibet, penyampaian kitab Buddha
adalah salah satu cara ibadah terpenting. Khususnya, para biksu yang telah
sepenuhnya meninggalkan kehidupan duniawi melakukan pekerjaan ini sendiri.
Tanpa gagasan mengenai bentuk sesungguhnya hidup setelah kematian, orang-orang
ini meninggalkan kehidupan duniawinya demi tujuan sia-sia.
65 Selama berabad-abad, perpustakaan di
Tibet telah dimusnahkan. Namun kitab-kitab tertulis oleh para biksu Tibet masih
dipertahankan di daerah-daerah tetangga. Seluruh kitab umat Buddha mengajak
manusia menuju kehidupan mimpi buruk. Agama sesat dan suram ini menyatakan
bahwa setelah mereka mati, manusia bisa saja kembali ke dunia sebagai sapi atau
tikus dan mengutuk mereka untuk hidup dalam ketakutan dan kecemasan.
67 Para biksu yang menerjemahkan kitab
dari bahasa kuno penting artinya dalam ajaran Buddha. Dalam foto di halaman
depan, Buddha melihat dan mendorong para biksu melakukan pekerjaannya. Bawah:
teks Sanskerta dari abad ke-11 berisi bagian tentang kehidupan Buddha. Mereka
yang menganut keyakinan menyimpang dalam kitab ini mengalami kemerosotan akhlak
dan kejiwaan yang parah, karena mereka kurang percaya pada kehidupan setelah
mati. Sangat lumrah jika umat Buddha mengalami masalah kerohanian karena mereka
percaya bahwa mereka bisa lahir kembali sebagai tikus, monyet, sapi, atau
beberapa binatang lain.
68 Ajaran Buddha adalah agama palsu yang
didirikan atas dasar penyembahan berhala. Para biksu Buddha yang tumbuh dewasa
dalam keyakinan ini menghabiskan kehidupannya menyembah sang Buddha.
69 “Apakah berhala-berhala mempunyai kaki yang dengan itu
ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengannya ia dapat memegang
dengan keras , atau mempunyai
mata yang dengan itu ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengannya ia
dapat mendengar?…”(Qur’an 7:195)
70 Menurut ajaran Buddha, kelaparan,
ketakutan, dan kesakitan menuntun jalan menuju kebenaran.
71 Umat Buddha zaman sekarang percaya
bahwa semakin besar rasa sakit yang mereka tanggungkan, dan semakin besar
kelaparan dan ketakutan yang mereka derita, semakin cepat pula mereka akan
tercerahkan. Namun, sebenarnya ini bukanlah pencerahan, melainkan kehidupan tak
manusiawi atau pelecehan diri sendiri. Suatu ayat dalam Al-Qur'an (40:31)
menyebutkan, “…Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap
hamba-hamba-Nya.” Perbuatan menyimpang
umat Buddha ini sangat bertentangan dengan akhlak Islami.
73 Gambar ini menunjukkan Buddha dan
pengikutnya, dengan mangkuk di tangannya, menerima sedekah. Kebiasaan umat
Buddha yang tak masuk akal ini terus berlanjut hingga hari ini. Orang-orang
yang jatuh ke dalam kesesatan ajaran Buddha, wajib mengemis, meskipun mereka
tak punya kebutuhan, dan terhina. Bukannya bekerja untuk penghidupannya, ajaran
Buddha membawa manusia pada kemalasan dan keputusasaan, dan mengutuk mereka
menjalani keadaan hidup terbelakang. Padahal, Islam menganjurkan hal
sebaliknya: agama yang dinamis yang membuat pengikutnya bersemangat dan
menganjurkan mereka melakukan pekerjaan yang bermanfaat. Sebaliknya dengan
gelapnya ajaran Buddha, Islam menganjurkan kebersihan, kehormatan, dan kerja
yang menguntungkan serta mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
75 Orang yang tidak punya kedudukan
biksu mau tak mau harus membantu para biksu mengumpulkan sedekah, karena
percaya bahwa mereka akan mendapatkan pahala di kehidupan masa depannya. Para
biksu Buddha berjalan di jalanan di waktu subuh, dengan mangkuk di tangannya,
menerima sedekah dari orang-orang. Namun perbuatan tak masuk akal ini, yang
dilakukan atas nama ibadah tidak akan mendatangkan kebaikan pada mereka di
dunia ini maupun nanti, kecuali jika Allah menghendaki sebaliknya.
77 Umat Buddha menghabiskan hari-harinya
tanpa melakukan apa-apa, pekerjaan yang menggelapkan jiwa yang tidak akan
mendatangkan keuntungan di dunia ini maupun di akhirat. Padahal Islam mengajak
manusia pada kesejahteraan, keindahan, dan kepuasan hidup di dunia dan akhirat,
dan melarang segala jenis perbuatan yang menentang fitrah manusia.
79 Seorang biksu Buddha membakar dirinya
untuk memprotes tindakan pemerintah di Saigon. Foto ini cukup memperlihatkan
keadaan rohani yang gelap dan pemahaman sesat yang dibawa oleh ajaran Buddha.
82 Atas: Mata yang dilukis pada beberapa
kuil menggambarkan mata Buddha, yang dianggap melihat segala hal. Jenis kuil
seperti ini, patung Buddha, dan lukisan mata sering dilihat di negara-negar
tempat ajaran Buddha diterima luas, yang jelas memperlihatkan bagaimana ajaran
Buddha menjadikan Buddha sebagai berhala.
Kanan: Biara Samye adalah salah satu kuil Tibet yang paling terkenal,
tempat umat Buddha memutar-mutar tabung doanya dan memohon doanya.
Upacara-upacara yang dilakukan oleh para biksu kadang-kadang berlangsung sehari
penuh. Namun umat Buddha mengabaikan kenyataan bahwa Buddha tidak akan
mendengarkan mereka atau menjawab doa-doa mereka. Seperti halnya seluruh
manusia, Gautama adalah hamba yang tak berdaya yang diciptakan Allah; hanya
Allah yang bisa menjawab doa-doa:
“Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) do'a yang benar. Dan
berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan
sesuatu pun bagi mereka, melainkan seperti orang yang
membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke
mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya . Dan do'a (ibadat) orang-orang kafir itu,
hanyalah sia-sia belaka.” (Qur'an, 13: 14)
83 “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan
kepada (nabi-nabi) sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan),
niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang
merugi.” (Qur’an 39:65)
85 Menurut teori karma, orang-orang
miskin, cacat, atau sakit sebenarnya membayar harga perbuatan jahat yang
dilakukannya di kehidupan sebelumnya. Oleh karena itu, mereka pantas
mendapatkan kesialannya sekarang. Pemahaman sesat ini menyebabkan ketidakadilan
di mana-mana dalam masyarakat ketika kepercayaan karma tersebar luas.
87 Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada
di langit dan semua yang ada di bumi. Dan orang-orang yang menyeru
sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak
mengikuti kecuali prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga. (Qur’an
10:66)
88-89 “Dan betapa banyak telah Kami binasakan umat-umat
sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorang pun dari mereka atau kamu dengar
suara mereka yang samar-samar? (Qur’an 19:98)
90-91 “Maka
tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin) berapa
banyaknya Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka, padahal mereka berjalan
(di bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu? Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.” (Qur’an 20:128)
90 Sisa-sisa Petra di Yordania
91 Sisa-sisa Coliseum di Roma
95 “Dan
mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang
semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat…”
(Qur’an 39:67)
97 Menurut kepercayaan Buddha yang tak
rasional, adanya alam semesta, manusia, kematian, dan kelahiran kembali adalah
proses yang tak terkendali. Orang yang percaya tentang pernyataan tak masuk
akal seperti ini jiwanya tidak seimbang. Mereka hidup dalam tekanan dan
ketidakbahagiaan yang disebabkan gagasan menakutkan bahwa segala yang ada di
dunia ini karena kebetulan. Padahal,
Islam mengajarkan bahwa bahwa Allah mengendalikan segala yang terjadi di alam
semesta. Orang yang memahami hal ini mempercayai Allah di setiap saat, hidup
dalam kebahagiaan karena pertolongan dan perlindungannya.
99 “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau
dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya
kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Qur’an 29:64)
100 “Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan
yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang
pasti lenyap.” (Qur’an 17:81)
103 “Dan
sesungguhnya Jahannam itu
benar-benar tempat yang telah
diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya.
Jahannam itu mempunyai tujuh
pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang
tertentu dari mereka.” (Qur’an 15:43-44)
104 “Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar.
Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak
membiarkan . (Neraka Saqar)
adalah pembakar kulit manusia. (Qur’an 74:26-29)
107 “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan
sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu….” (Qur’an 3:185)
111 “(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan
diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi
Tuhannya..” (Qur’an 2:112)
115 “Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekuturmu
ada yang menunjuki kepada kebenaran?"
Katakanlah "Allah-lah yang
menunjuki kepada kebenaran". Maka
apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti
ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk
kecuali (bila) diberi petunjuk?…” (Qur’an 10:35)
116 “… Sesungguhnya orang-orang tua kami telah
mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan
yang (datang) sesudah mereka...” (Qur’an 7:173)
117 Atas: Kitab-kitab Buddha
menganjurkan semedi sebagai cara terbaik mencapai rasa sejahtera dan
menghindari kecemasan setiap hari. Padahal ini sangat menipu. Orang yang
melakukan semedi untuk mendorong masalah keluar dari pikirannya akan berhadapan
dengan kecemasan yang sama ketika semedi itu berakhir. Mencoba melupakan
kecemasan mungkin bisa menenangkan diri sementara waktu, namun tidak menghilangkannya.
“Bius” sementara atas otak tidak ada gunanya. Satu-satunya jalan untuk
kesejahteraan dan kebahagiaan adalah tunduk pada takdir yang telah ditentukan
oleh Satu-satunya Tuhan yang benar. Orang beriman yang mengetahui bahwa tak
selembar daun pun jatuh kecuali karena kehendak Allah, mengetahui pula bahwa
segalanya yang terjadi padanya hanyalah cobaan. Sepanjang kehidupannya,
seseorang diuji dengan segala hal yang ia alami dan dengan segala perbuatan
yang ia lakukan. Dan dalam kehidupan ahirat yang akan ditemuinya, sebagian
besar dari yang akan diterimanya hanyalah balasan bagi kebaikannya.
Kiri: Patung Buddha di Kuil Wat Po di Bangkok.
119 Saat ini, gerakan mistis seperti
semedi/meditasi dan yoga sangat populer di Barat. Namun, jalan yang benar
menuju kedamaian nurani, kebahagiaan, dan hati yang baik tidaklah ditemukan
dalam pembiusan otak sementara itu, melainkan datang dari mengimani Allah,
tunduk kepada-Nya dengan hati yang beriman, dan menjalani jalan yang akan
diridhai-Nya.
120 “Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu
rezki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di
antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat seperti itu? …”
(Qur’an 30:40)
122 Di sekitar kuil Buddha, Anda bisa
melihat ratusan bendera doa yang diikatkan pada tali. Menurut kepercayaan
takhayul ini, doa yang dituliskan pada bendera paling mungkin dikabulkan jika
dibawa angin. Seperti gagasan Buddha lainnya, ini melulu mitos belaka. Karena
mengingkari keberadaan Tuhan, umat Buddha tak mampu menerangkan kepada siapa
mereka berdoa dan mengapa. Dalam Al-Qur'an, Allah mengingatkan kita bahwa hanya
doa yang dimohonkan pada Allah, satu-satunya Tuhan, akan diterima.
122 “Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) do'a yang
benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat
memperkenankan sesuatu pun bagi mereka.” (Qur’an 13:14)
123 “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang
Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku…” (Qur’an 2:186)
124 “Apakah berhala-berhala itu
mendengar (do'a) mu sewaktu kamu berdo'a (kepadanya)?, atau (dapatkah)
mereka memberi manfa'at kepadamu atau memberi mudharat?”…
125 … (Bukan karena itu) sebenarnya kami melihat nenek
moyang kami berbuat demikian". (Qur’an 26:72-74)
126 Umat Buddha dengan tekun melakukan
tradisi yang diwarisi dari leluhur mereka; mereka menghabiskan hari demi hari
memohonkan doa di sekitar kuil dan memutar-mutar roda permohonan. Namun jika
menganggap cara ini merupakan jalan keselamatan, pemeluk Buddha benar-benar
telah tertipu. Patung kayu dan batu tempat mereka membungkuk, membakar dupa,
dan berdoa tidak dapat mendengar permohonan atau menjawab doa-doa mereka.
127 “Dan hanya kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi.
Dan pada hari terjadinya kebangkitan, akan rugilah pada hari itu orang-orang
yang mengerjakan kebathilan.” (Qur’an 45:27)
128 Upacara-upacara aneh yang dilakukan
di tempat-tempat yang dipersembahkan pada nama Sang Buddha menunjukkan
kesesatan kepercayaan pemeluk Buddha. Dalam upacara-upacara sesat ini, patung
batu Buddha disembah, meskipun mereka tak punya kekuatan untuk memberi kebaikan
atau pun membahayakan mereka. Tidak masuk akal mengharapkan pertolongan dari
patung-patung ini, tapi orang yang telah tercuci otaknya oleh ajaran Buddha
telah mencapai suatu titik di mana mereka tidak mampu lagi mengetahui omong
kosong ini.
129 “Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah
yang hak dan sesungguhnya apa
saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang
batil.” (Qur’an 31:30)
130 Kepercayaan dan upacara-upacara
ajaran Buddha membuat manusia sakit secara rohani, tanpa mengindahkan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, keindahan, atau pun peradaban secara umum.
Mereka sudah demikian tertipu dalam kepercayaannya, sehingga mereka
beribadah dengan lilin terbakar.
131 Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan
perbuatan yang keji, baik yang tampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan
dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan)
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk
itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu
ketahui." (Qur’an 7:33)
132 Menurut ibadah Buddha, kalung
manik-manik seperti dalam gambar ini adalah suci. Umat Buddha mengulang-ulang
doa pada sang Buddha jutaan kali (mereka tidak akan pernah mendapat apa pun
dari doa-doa mereka). Umat ini, yang telah melupakan Tuhan, berharap
pertolongan dari hamba tak berdaya yang telah diciptakan Tuhan, dan membawa
dirinya sendiri pada penderitaan besar jika tidak meninggalkan keyakinan sesat
mereka.
133 “… Sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil,
dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Qur’an
22:62)
134 “Mereka menjawab: "Kami melihat bapak-bapak kami
menyembahnya". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu
berada dalam kesesatan yang nyata." (Qur’an 21:53-54)
135 Umat Buddha melakukan ibadah aneh di
depan patung Buddha. Di sini, salah satu jemaatnya bersujud di tanah
menunjukkan penghormatan. Hal pertama yang mereka lakukan setelah memasuki kuil
adalah membungkuk di depan patung Buddha dan menyentuhkan mukanya ke lantai.
Islam menolak keyakinan kafir umat sesat dan memerintahkan setiap orang
untuk menyembah Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, satu-satunya
Tuhan alam semesta. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman, “Maka bertasbihlah dengan
memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat),
dan sembahlah Tuhanmu
sampai datang kepadamu
yang diyakini (ajal).” (Qur'an, 15: 98-99)
136 “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah…” (Qur’an 2:165)
137 Sebuah terompet sepanjang 4,5 meter
yang disebut radong sangat penting dalam ibadah Buddha dan digunakan selama
upacara mereka. Ajaran Buddha telah berubah menjadi agama upacara, ritual, dan
perayaan yang menyebabkan masyarakat merugi besar, baik di dunia maupun di
akhirat nanti.
138 Biksu Buddha harus menyesuaikan diri dengan
aturan-aturan yang amat berbeda dengan yang diikuti orang beragama Buddha
biasa. Setelah makan siang, mereka tidak makan apa-apa lagi hingga keesokan
harinya, dan harus bersemedi tiap malam tanpa berhenti. Kebiasaan aneh ini
tidak ditemukan dalam agama yang benar. Sebaliknya Allah selalu memerintahkan
apa yang mudah bagi hamba-hamba-Nya; dalam Al-Qur'an Dia berkata: “Adapun orang
yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya
pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang
mudah.” (Qur'an, 92: 5-7)
139 “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,
di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar.” (Qur’an 31:13)
140 Meskipun ajaran Buddha mempunyai
ribuan aturan dan upacara, tak satu pun menunjukkan keyakinan pada akhirat yang
abadi, sehingga menyebabkan kerusakan rohani yang besar pada orang yang
terperosok dalam kesesatannya. Di samping sifat takhayulnya, perbuatan tak adil
umat Buddha menunjukkan kurangnya keikhlasan. Di tempat ajaran Buddha tersebar
luas, banyak yang menderita kemiskinan parah, tapi tidak ada uang yang
disisihkan dari pembangunan kuil kafir yang dipersembahkan pada Buddha.
Penolakan kebenaran tentang akhirat menyebabkan umat Buddha mengalami
keruntuhan akhlak dan rohani, mengasingkan mereka dari dunia luar, menyebabkan
mereka tak peduli keadilan atau mempedulikan orang lain. Orang yang punya
pandangan gelap dan suram ini tak mampu menemukan atau menerapkan pemecahan
yang cerdas atas masalah-masalah masyarakat.
141 “Dan mereka menyembah selain dari Allah apa yang
tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula)
kemanfa'atan, dan mereka
berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di
sisi Allah…" (Qur’an 10:18)
142 Dalam waktu tertentu, ajaran Buddha
terlihat merupakan jalan akhlak yang tinggi, pertolongan sesama dan pengorbanan
diri. Padahal kenyataannya, orang-orang yang hidup dalam penderitaan di
negara-negara Buddha seperti Nepal, Tibet, dan Kamboja jelas menunjukkan bahwa pertolongan
sesama dan pengorbanan diri ini bukanlah kenyataan.
143 Nepal adalah salah satu negara
tempat di mana ajaran Buddha adalah yang terkuat, tapi rakyat Nepal sangat
miskin. Di daerah Mustang di pinggang pegunungan Himalaya, rakyat hidup di
rumah-rumah kumuh yang terbuat dari lumpur.
147 “Jika kamu menyeru mereka, mereka
tidak mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat
memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari
kemusyirikanmu.
Tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu seperti yang diberikan
oleh Yang Maha Mengetahui (Qur'an, 35: 14)
148 Banyak patung-patung kuno Buddha
berukuran raksasa. Dipercaya bahwa Buddha dimuliakan dengan patung seperti ini.
Tapi betapa pun besarnya, patung-patung itu tidak mampu menyelamatkan siapa pun
dari datangnya pembalasan Allah. Dalam Al-Qur'an (7:191-192), Allah menyeru
umat yang kafir dengan firmannya: “Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan)
berhada-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatu pun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan
orang. Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada
penyembah-penyembahnya, dan kepada dirinya sendiri pun berhala-berhala itu
tidak dapat memberi pertolongan.”
150 Karikatur Thomas H. Huxley
152 David Hume
154 Friedrich Nietzsche, salah satu
atheis paling gigih dalam abad ke-19
156 Ajaran Buddha dan sistem kepercayaan
menyembah berhala lainnya semakin mendapat dukungan di dunia Barat. Setelah
kemerosotan tajam materialisme dan atheisme di dunia saat ini, banyak
kepercayaan takhayul, khususnya ajaran Buddha, melakukan lebih banyak lagi
propaganda untuk menghentikan arus kebangkitan agama yang benar. Untuk memahami
sifat sesungguhnya ajaran yang tak berdasar ini, kita tak perlu banyak
pertimbangan, cukup menggunakan telaah akal sehat.
160 Pemeluk Buddha, atau orang yang
beralih ke ajaran Buddha hanya karena keinginan
meniru atau menarik perhatian tidak mengetahui betapa mereka tengah
tertipu. Ajaran Buddha menjauhkan mereka dari seluruh keindahan dan nilai seni
dan membawa pengikutnya ke dalam negeri kegelapan dan kesuraman.
163 “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu…”
(Qur’an 16:36)
166 “Negeri-negeri
(yang telah Kami binasakan) itu, Kami ceritakan sebagian dari berita-beritanya
kepadamu. Dan sungguh telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata…” (Qur’an 7:101)
168 “Apabila telah
datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama
Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu …”
(Qur’an 110:1-3)
171 “Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan
menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). Bagi
orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya .…” (Qur’an 10:25-26)
174 Katakanlah: "Kebenaran telah datang dan yang
batil itu tidak akan dimulai dan tidak (pula) akan mengulangi.” (Qur’an 34:49)
181 Charles Darwin
183 Ahli Biologi Prancis Louis Pasteur
184 Ahli Biologi Rusia Alexander Oparin
185 Salah satu tipu muslihat terbesar
para ahli evolusi adalah cara mereka membayangkan bahwa kehidupan dapat muncul
secara tiba-tiba di tempat yang mereka sebut sebagai bumi primitif, yang
digambarkan seperti gambar di atas. Mereka mencoba membuktikan pernyataan ini
dengan penelitian seperti percobaan Miller. Tapi mereka kembali gagal karena
menghadapi kenyataan ilmiah. Hasil yang diperoleh pada tahun 1970 membuktikan
bahwa atmosfer bumi yang mereka gambarkan sebagai bumi primitif itu sepenuhnya
tak cocok untuk kehidupan.
186 Seluruh informasi tentang makhluk
hidup tersimpan dalam molekul DNA. Cara penyimpanan informasi yang sangat
efisien ini saja sudah menjadi bukti yang jelas bahwa kehidupan tidak muncul
secara kebetulan, melainkan telah dirancang dengan maksud tertentu, atau lebih
tepatnya, diciptakan secara ajaib.
191 Mutasi, pecahnya atau perubahan yang
terjadi pada molekul DNA, adalah sebab dari akibat luar seperti radiasi atau
reaksi kimiawi. Bocah lelaki Vietnam yang termutasi ini adalah korban senjata
nuklir.
192 Capung fosil berusia 150 – 200 juta
(dari masa Jurasik Baru) tidak berbeda dengan jenis makhluk yang hidup saat
ini.
193 Teori evolusi menyatakan bahwa
makhluk hidup secara bertahap berevolusi dari jenis lainnya. Catatan fosil,
sebaliknya, jelas menggagalkan pernyataan ini. Misalnya, pada zaman Cambrian,
sekitar 550 juta tahun yang lalu, puluhan makhluk hidup yang telah punah sama
sekali muncul secara tiba-tiba. Makhluk hidup yang digambarkan pada gambar di
atas mempunyai bentuk tubuh yang sangat rumit. Kenyataan ini, yang disebut
sebagai “Ledakan Cambrian” dalam buku-buku ilmiah merupakan bukti nyata
penciptaan.
197 Penggambaran khayali manusia “primitif”
sering dibuat di cerita-cerita yang ditulis dalam koran-koran dan majalah
pro-evolusi. Satu-satunya sumber cerita ini, yang didasari oleh gambaran
khayal, adalah khayalan penulisnya. Tapi evolusi dikalahkan oleh kenyataan
ilmiah, makin sedikit laporan tentang evolusi yang muncul di majalah-majalah
ilmiah sekarang.
199 Dibandingkan kamera dan mesin
perekam suara, mata dan telinga jauh lebih rumit, jauh lebih sukses dan
mempunyai rancangan yang jauh lebih unggul dibanding produk teknologi tinggi ini.
202 Seseorang yang melihat anjing laut
melihatnya dalam otaknya. Demikian pula, adalah otaknya yang meneliti dan
memeriksa ciri-ciri makhluk yang ia lihat dalam otaknya. Hal-hal yang ia
pelajari mengungkapkan kepadanya kesempurnaan ciptaan Allah dan keutamaan
kebijaksaan dan pengetahuan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar