Sabtu, 19 November 2011

Islam & Budha

Islam & Budha
Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang



Sesungguhnya agama (yang diridhai)
disisi Allah hanyalah Islam.
(Qur’an, 3:19)



HARUN YAHYA
(ADNAN OKTAR)




















Penerjemah: Yelvi Andri Z.
Editor: -
Penerbit: -



Daftar Isi

 

 

Pendahuluan


Buddha: Sebuah Agama Berhala


Keyakinan Menyimpang Ajaran Buddha          


Ajaran Buddha dan Budaya Materialis Barat


Mungkinkah Buddha Berasal dari Agama yang Benar,

tapi Telah Menyimpang?


Kesimpulan: Yang Hak Telah Datang,

dan Yang Batil Telah Lenyap


Tipu Muslihat Evolusi



KEPADA PEMBACA


Dalam semua buku karya penulis, berbagai permasalahan yang berkaitan dengan keimanan dijelaskan berdasarkan pada ayat-ayat Al Qur’an, dan masyarakat diajak untuk mempelajari dan menjalani hidup berdasarkan firman Allah. Semua pokok bahasan yang menyangkut ayat-ayat Allah dipaparkan sedemikian rupa sehingga tak menyisakan lagi keraguan ataupun tanda tanya dalam benak pembaca. Gaya yang tulus, sederhana dan fasih ini menjamin pembaca dari segala umur dan kelompok masyarakat untuk dapat memahami buku-buku ini dengan mudah. Gaya bertuturnya yang mudah dicerna dan jernih menyebabkan buku-buku ini dapat dipahami dalam sekali baca. Bahkan mereka yang sangat menolak segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah agama sekali pun akan terpengaruh oleh kenyataan-kenyataan yang dipaparkan dalam buku-buku ini, serta tak sanggup menyangkal kebenaran isinya.

Buku ini, beserta semua karya Harun Yahya lainnya, dapat dibaca secara perorangan maupun dibahas dalam kelompok. Para pembaca yang berminat menarik manfaat dari buku tersebut sebaiknya membahas buku dalam kelompok. Dengan demikian, mereka akan dapat saling bertukar pikiran, renungan, dan pengalaman mereka masing-masing.

Selain itu, membantu penyajian dan peredaran buku-buku ini, yang ditulis demi ridha Allah semata, adalah amal ibadah yang tinggi nilainya bagi agama. Semua buku karya penulis ini sangat meyakinkan. Karena itu, bagi mereka yang ingin menyampaikan pesan agama kepada orang lain, salah satu cara yang paling mengena adalah dengan menganjurkan orang lain agar membaca buku-buku ini.

Pembaca diharapkan sudi meluangkan waktu sejenak untuk membaca ulasan singkat buku-buku lain di halaman akhir buku ini, serta mengetahui kekayaan sumber bahan yang mengulas tentang berbagai permasalahan keimanan, yang sangat bermanfaat, sekaligus enak dibaca.

Tidak seperti dalam sejumlah buku tertentu, dalam buku-buku karya penulis ini tidak terdapat pandangan pribadi penulis, penjelasan berdasarkan sumber yang meragukan, maupun gaya penyampaian yang mengabaikan perihal penghormatan dan penghargaan terhadap kesucian. Di dalamnya tidak juga terdapat penjelasan yang bersifat melemahkan semangat, memunculkan keraguan, ataupun memupuskan harapan, yang kesemua ini dapat memunculkan penyimpangan di hati para pembacanya.


Tentang Penulis


Penulis, yang memakai nama pena Harun Yahya, lahir di Ankara pada tahun 1956. Usai menamatkan sekolah dasar dan menengahnya di Ankara, beliau kemudian melanjutkan pendidikan di bidang seni di Universitas Mimar Sinan di Istanbul, serta ilmu filsafat di Universitas Istanbul. Sejak tahun 1980-an, penulis telah menerbitkan banyak buku tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan politik, agama dan ilmu pengetahuan. Harun Yahya terkenal sebagai penulis yang telah menghasilkan karya-karya sangat penting, yang mengungkapkan kepalsuan para evolusionis, ketidakabsahan pernyataan mereka, serta menyingkapkan hubungan gelap antara Darwinisme dengan berbagai ideologi berdarah, seperti fasisme dan komunisme.
   Nama pena beliau terdiri atas nama “Harun” dan “Yahya”, untuk mengenang kedua nabi mulia yang berjuang mengatasi redupnya cahaya keimanan. Stempel Nabi Muhammad yang terdapat pada sampul buku-buku Harun Yahya, menjadi lambang dan memiliki kaitan dengan isi buku. Ini melambangkan Al Qur’an (kitab suci terakhir) dan Nabi Muhammad, penutup para nabi. Dengan tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah, penulis berniat membuktikan kesalahan ajaran-ajaran dasar dari ideologi tak ber-Tuhan, dan untuk menyampaikan “risalah penutup”, dalam rangka membungkam sama sekali berbagai tentangan terhadap agama. Stempel Nabi terakhir, yang dikaruniai hikmah yang agung dan akhlak sempurna, digunakan sebagai tanda niatan penulis dalam menyampaikan risalah penutup ini.
   Semua karya penulis terpusat pada satu tujuan: menyampaikan pesan Al Qur’an kepada masyarakat, mendorong mereka agar memikirkan masalah-masalah mendasar yang berhubungan dengan keimanan mereka (seperti keberadaan Tuhan, keesaan-Nya, serta kehidupan sesudah mati), dan untuk mengungkap landasan berpijak yang lemah serta ideologi-ideologi sesat dari berbagai sistem anti-Tuhan.
   Harun Yahya mendapatkan sambutan luas dari para pembacanya di banyak negara, dari India sampai Amerika, Inggris sampai Indonesia, Polandia sampai Bosnia, serta Spanyol sampai Brasil. Buku-bukunya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Spanyol, Italia, Portugis, Urdu, Arab, Albania, Rusia, Serbo-Kroasia (Bosnia), Polandia, Malaya, Uygur, Turki, serta bahasa Indonesia. Buku-bukunya dibaca dan dinikmati di seluruh dunia.
   Karya-karya Harun Yahya yang telah dinikmai dan dihargai di seluruh dunia, telah berperan penting bagi banyak orang dalam menghidupkan kembali keimanan mereka, dan juga bagi sebagian orang untuk memperoleh petunjuk baru dalam keimanan mereka kepada Tuhan. Hikmah, dan ketulusan serta gaya penyampaian yang mudah dipahami menjadikan buku-buku ini memiliki keistimewaan yang berpengaruh langsung pada orang yang membaca atau mengkaji isinya. Karya-karya tersebut, yang tidak bisa disanggah, memiliki sifat yang cepat mengena, menunjukkan hasil yang jelas, serta merupakan kebenaran yang mustahil dipungkiri. Sulit bagi mereka yang telah membaca dan merenungkan isi buku ini secara sungguh-sungguh untuk mampu secara tulus mendukung filsafat materialistis, ateisme, maupun filsafat dan ideologi menyimpang lainnya. Kalaupun mereka masih mendukung, hal itu sekadar sikap kukuh yang tidak berdalih, karena buku-buku ini membongkar ideologi sesat mulai dari akarnya. Berkat buku-buku Harun Yahya, semua gerakan yang mengingkari Tuhan di masa kini telah dikalahkan secara ideologis.
   Tidak ragu lagi, sifat-sifat yang telah disebutkan tadi berasal dari hikmah dan kejernihan isi Al Qur’an. Dengan rendah hati, penulis bermaksud membuka jalan bagi upaya manusia dalam mencari jalan Tuhan yang lurus. Keuntungan materi bukanlah tujuan diterbitkannya buku-buku ini.
   Dengan demikian, mereka yang menganjurkan masyarakat agar membaca buku-buku ini, yang membuka mata hati dan menuntun masyarakat agar lebih berbakti sebagai hamba Allah, telah memberikan sumbangsih yang tak ternilai.
   Sementara, sebagaimana telah terbukti oleh pengalaman yang sudah-sudah, adalah sia-sia bila kita menyebarluaskan buku-buku lain yang membingungkan pikiran, menyesatkan manusia ke dalam kekacauan ideologis, serta tak jelas manfaatnya dalam mengenyahkan keraguan dalam hati. Sangatlah jelas bahwa pengaruh sekuat itu mustahil terdapat pada buku-buku yang bertujuan menonjolkan bakat sastra sang penulis, dan bukan bertujuan mulia menyelamatkan iman manusia. Mereka yang meragukan ini dapat langsung menyaksikan bahwa tujuan tunggal buku-buku Harun Yahya adalah menyelamatkan redupnya keimanan, serta menebarkan benih nilai-nilai ajaran Al Qur’an. Keberhasilan dan akibat dari upaya ini terwujud dalam keyakinan para pembaca.
   Satu hal yang harus diingat: Penyeab utama dari masih berlangsungnya berbagai kekejaman, pertikaian, dan penderitaan umat manusia pada umumnya adalah merajalelanya sikap tidak beriman kepada Tuhan, yang menjangkit secara ideologis. Cara menghadapi semua ini adalah mengalahkan sikap tersebut secara ideologis, serta menyampaikan berbagai sisi menakjubkan tentang ciptaan Allah, dan akhlak Al Qur’an untuk sungguh-sungguh dijadikan pegangan hidup manusia. Jika kita lihat keadaan dunia kini, yang menjerumuskan manusia semakin cepat ke dalam lingkaran kekerasan, kerusakan akhlak dan pertikaian, tampak jelaslah bahwa upaya ini harus dilaksanakan dengan cepat dan berhasil guna – sebelum terlambat.
   Tak berlebihan bila dikatakan bahwa seri buku Harun Yahya telah memegang peran penting dalam upaya ini. Dengan izin Allah, buku-buku ini akan menjadi jalan bagi manusia abad ke-21 untuk meraih kedamaian, keadilan, dan kebahagiaan seperti yang dijanjikan dalam Al Qur’an.
   Hasil karya Harun Yahya antara lain: The New Masonic Order, Judaism and Freemasonry, Global Freemasonry, Kabbalah and Freemasonry, Knight Templars, Philosophy of Zionism, Kabbalah and Zionism, Islam Denounces Terrorism, Terrorism:The Ritual of the Devil, The Disasters Darwinism Brought to Humanity, Communism in Ambush, Fascism:The Bloody Ideology of Darwinism, The 'Secret Hand' in Bosnia, Behind the Scenes of The Holocaust, Behind the Scenes of Terrorism, Israel's Kurdish Card, The Oppression Policy of Communist China and Eastern Turkestan,Palestine, Solution: The Values of the Qur'an, The Winter of Islam and Its Expected Spring, Articles 1-2-3, A Weapon of Satan:Romanticism, The Light of the Qur' an Destroyed Satanism, Signs from the Chapter of the Cave to the Last Times, Signs of the Last Day, The Last Times and The Beast of the Earth, Truths 1-2, The Western World Turns to God, The Evolution Deceit, Precise Answers to Evolutionists, The Blunders of Evolutionists, Confessions of Evolutionists, The Misconception of the Evolution of the Species, The Qur'an Denies Darwinism, Perished Nations, For Men of Understanding, The Prophet Musa, The Prophet Yusuf, The Prophet Muhammad (saas), The Prophet Sulayman, The Golden Age, Allah's Artistry in Colour, Glory is Everywhere, The Importance of the Evidences of Creation, The Truth of the Life of This World, The Nightmare of Disbelief, Knowing the Truth, Eternity Has Already Begun, Timelessness and the Reality of Fate, Matter:Another Name for Illusion, The Little Man in the Tower, Islam and the Philosophy of Karma, The Dark Magic of Darwinism, The Religion of Darwinism, The Collapse of the Theory of Evolution in 20 Questions, Engineering in Nature, Technology Mimics Nature, The Impasse of Evolution I (Encyclopedic), The Impasse of Evolution II(Encyclopedic), Allah is Known Through Reason, The Qur'an Leads the Way to Science, The Real Origin of Life, Consciousness in the Cell, Technology Imitates Nature, A String of Miracles, The Creation of the Universe, Miracles of the Qur'an, The Design in Nature, Self-Sacrifice and Intelligent Behaviour Models in Animals, The End of Darwinism, Deep Thinking, Never Plead Ignorance, The Green Miracle: Photosynthesis, The Miracle in the Cell, The Miracle in the Eye, The Miracle in the Spider, The Miracle in the Gnat, The Miracle in the Ant, The Miracle of the Immune System, The Miracle of Creation in Plants, The Miracle in the Atom, The Miracle in the Honeybee, The Miracle of Seed, The Miracle of Hormone, The Miracle of the Termite, The Miracle of the Human Body, The Miracle of Man's Creation, The Miracle of Protein, The Miracle of Smell and Taste, The Miracle of Microworld, The Secrets of DNA.
   Buku anak-anak karya Harun Yahya adalah: Wonders of Allah's Creation, The World of Animals, The Glory in the Heavens, Wonderful Creatures, Let's Learn Our Islam, The Miracles in Our Bodies, The World of Our Little Friends:The Ants, Honeybees That Build Perfect Combs, Skillful Dam Builders:Beavers.
   Karya lain mengenai pokok bahasan Al Qur’an: The Basic Concepts in the Qur'an, The Moral Values of the Qur'an, Quick Grasp of Faith 1-2-3, Ever Thought About the Truth?, Crude Understanding of Disbelief, Devoted to Allah, Abandoning the Society of Ignorance, The Real Home of Believers: Paradise, Knowledge of the Qur'an, Qur'an Index, Emigrating for the Cause of Allah, The Character of the Hypocrite in the Qur'an, The Secrets of the Hypocrite, The Names of Allah, Communicating the Message and Disputing in the Qur'an, Answers from the Qur'an, Death Resurrection Hell, The Struggle of the Messengers, The Avowed Enemy of Man: Satan, The Greatest Slander: Idolatry, The Religion of the Ignorant, The Arrogance of Satan, Prayer in the Qur'an, The Theory of Evolution, The Importance of Conscience in the Qur'an, The Day of Resurrection, Never Forget, Disregarded Judgements of the Qur'an, Human Characters in the Society of Ignorance, The Importance of Patience in the Qur'an, General Information from the Qur'an, The Mature Faith, Before You Regret, Our Messengers Say, The Mercy of Believers, The Fear of Allah, Jesus WillReturn, Beauties Presented by the Qur'an for Life, A Bouquet of the Beauties of Allah 1-2-3-4, The Iniquity Called "Mockery," The Mystery of the Test, The True Wisdom According to the Qur'an, The Struggle Against the Religion of Irreligion, The School of Yusuf, The Alliance of the Good, Slanders Spread Against Muslims Throughout History, The Importance of Following the Good Word, Why Do You Deceive Yourself?, Islam: The Religion of Ease, Zeal and Enthusiasm Described in the Qur'an, Seeing Good in All, How do the Unwise Interpret the Qur'an?, Some Secrets of the Qur'an, The Courage of Believers, Being Hopeful in the Qur'an, Justice and Tolerance in the Qur'an, Basic Tenets of Islam, Those Who do not Listen to the Qur'an, Taking the Qur'an as a Guide, A Lurking Threat:Heedlessness, Sincerity in the Qur'an, The Religion of Worshipping People, The Methods of theLiar in the Qur' an, The Happiness of Believers





PENDAHULUAN


Banyak orang merasa tertarik pada gagasan menjadi orang yang “berbeda” atau lebih “unik.” Hampir di setiap masyarakat, semenjak awal sejarah, ada orang yang mencoba tampil ke depan dan menarik perhatian masyarakat melalui gaya hidup, pakaian, gaya rambut, atau cara bicara mereka yang berbeda. Mereka berhasil mendorong munculnya tanggapan masyarakat, sekaligus ketertarikan mereka.
Belakangan ini, masyarakat Barat telah menyaksikan munculnya aliran tak lazim yang menarik perhatian mereka melalui gaya hidupnya yang agak ganjil. Aliran ini dibangun oleh pribadi-pribadi yang ingin menarik perhatian dengan menggunakan budaya, keyakinan, dan filsafat Timur, dan yang terpenting di antaranya adalah ajaran Buddha.
Di seluruh dunia, namun khususnya di Amerika dan Eropa, beberapa orang telah terpengaruh oleh ajaran Buddha, terpikat terutama oleh sifat takhayul, penuh rahasia, dan menakjubkan, yang mereka yakini ada dalam agama ini. Secara umum, orang yang memeluk ajaran Buddha melakukannya bukan karena mereka percaya pada jalan pemikiran filsafatnya, melainkan karena mereka tertarik oleh aura “mistis”nya, tertarik ke dalam takhayul ini karena ditampilkan pada mereka seunik dan semenakjubkan mungkin dibanding segala filsafat lainnya yang mereka temui dalam kehidupan normal.  Misalnya, kisah bagaimana ajaran Buddha datang diceritakan pada mereka sebagai legenda fantastis dan mistis. Buku-buku dan film-film mengenai ajaran Buddha mencerminkan Sang Buddha sebagai sumber misteri besar. Demikian pula, para biksu Buddha ditampilkan sebagai pemilik rahasia, pengetahuan yang misterius. Mereka membuat orang-orang Barat terpesona dengan pakaiannya yang tak lazim, kepalanya yang gundul, cara ibadahnya, upacara yang rumit, tempat tinggal, semedi, yoga, dan cara-cara aneh semacam itu.
Oleh karena itu, ajaran Buddha dijadikan sebagai sebuah sarana penting oleh orang-orang yang ingin menunjukkan bahwa mereka berbeda dari orang lain, dan yang ingin mempertunjukkan citra diri yang telah menemukan sebuah rahasia bernilai. Jika orang biasa di suatu ketika mencukur kepalanya, mengenakan pakaian berwarna terang dan mulai mengajar ajaran Buddha dengan menggunakan kata-kata mistis yang tidak pernah disebutkannya sebelumnya, ia pasti akan menarik perhatian dan rasa penasaran, dan akan dianggap “unik.”
Sejumlah selebriti telah memeluk ajaran Buddha untuk maksud yang hampir sama dengan itu. Mereka berpidato dengan pakaian Buddha Tibet agar terlihat berbeda di mata orang lain, menarik perhatian pada diri mereka, mungkin agar menjadi lebih dikenal lagi oleh masyarakat. Mereka mengunjungi kuil-kuil Buddha ditemani biksu-biksu Buddha dan juga menyampaikan ajakan memeluk ajaran Buddha.
   Anda mungkin telah banyak belajar tentang ajaran Buddha dan memperoleh pengetahuan umum tentangnya melalui media tertulis maupun visual. Dalam buku ini, kita akan meneliti sifat takhayul ajaran Buddha dari sudut pandang Al-Qur’an dan mengajak Anda untuk melihat lebih jelas lagi sisi-sisi menyimpang agama takhayul ini.
Ketika kita merenungkan penampilan ajaran Buddha, patung-patungnya, kepercayaan umumnya, gaya ibadahnya dari sudut pandang Al-Qur'an, kita mulai melihat bahwa filsafat dasarnya dibangun atas ajaran yang amat menyimpang. Dan memang, ibadahnya meliputi kegiatan-kegiatan aneh yang membawa penganutnya menyembah berhala berupa patung dan tanah liat. Sebagai sebuah keyakinan, ajaran Buddha bertolak belakang dengan akal sehat dan pikiran yang waras. Negara-negara tempat agama ini dianut mencampuradukkannya dengan kebiasaan dan tradisi setempat, serta gagasan-gagasan thaghut mereka, ditambah dengan mitos-mitos dan gagasan menyimpang hingga semuanya berkembang menjadi sebuah filsafat yang benar-benar anti Tuhan.
Jika dibandingkan dengan ajaran Brahmanisme, Hindu, Shinto, dan agama Timur penyembah berhala lainnya, ajaran Buddha dianggap memiliki bentuk yang lebih gelap. Orang-orang yang menganut agama ini bukan atas dasar kepercayaan, melainkan karena mereka terpikat oleh “rahasia” Timur Jauh atau hanya untuk menarik perhatian orang lain atas dirinya,  harus mengakui bahwa ajaran Buddha berisi ajaran-ajaran menyimpang yang dapat membawa mereka mengingkari Tuhan, menghubungkan berhala buatan manusia dengan-Nya dan membawa ke arah kehidupan takhayul. Mengabaikan sifat ajaran Buddha yang tak mengindahkan akal sehat dan memeluknya hanya agar tidak ketinggalan dan untuk ikut-ikutan akan menyebabkan kerugian yang besar.
Orang-orang yang menyebarluaskan kepercayaan Buddha sering menampilkannya sebagai sarana penyelamatan. Orang-orang yang merindukan kebebasan dari budaya kekerasan dan kekacauan masyarakat materialistis, ditingkahi oleh kecemasan, kekhawatiran, percekcokan, permusuhan yang tak kenal ampun, sifat mementingkan diri sendiri, dan kepalsuan, berpaling pada ajaran Buddha sebagai jalan untuk mencapai kedamaian pikiran, keamanan, tenggang rasa, dan hidup yang menenangkan.  Namun, secara umum ajaran Buddha bukanlah keyakinan yang membawa kepuasan. Sebaliknya, orang-orang yang memilih ajaran Buddha sering tenggelam menuju keputusasaan yang dalam. Anehnya, orang-orang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi dan pandangan hidup modern pun melihat tak ada salahnya mengemis menadahkan tangan, mempercayai bahwa dalam kehidupan selanjutnya manusia mungkin akan terlahir lagi sebagai tikus atau binatang ternak, dan mengharap pertolongan dari patung-patung yang diukir dari batu atau dibuat dari perunggu. Terhadap orang-orang ini, keyakinan menyimpang ajaran Buddha telah menyebabkan kerusakan jiwa yang parah. Di negara-negara tempat ajaran Buddha tersebar luas, atau di daerah yang ditempati banyak biksu Buddha, pesimisme dan kehilangan harapan jelas mengemuka.
Salah satu alasan yang mendasarinya adalah rasa malas dan keengganan yang disusupkan ajaran Buddha ke hati pemeluknya. Karena kurangnya keyakinan pada kehidupan abadi setelah mati, ajaran Buddha tidak mengajak pemeluknya untuk lebih baik dan mengembangkan dirinya, untuk memperindah lingkungannya, atau meraih kemajuan budaya. Islam selalu mengajak pemeluknya untuk berusaha dan mengamalkan dirinya pada hal yang lebih baik dan lebih indah. Pengajaran akhlak Islam yang terus berkembang menuntut manusia untuk meneliti dan belajar, untuk mengembangkan diri mereka dan bermanfaat bagi masyarakatnya. Dalam salah satu ayat Al-Qur'an (35:28), Allah berfirman bahwa “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang yang berpengetahuan.”
Satu-satunya jalan menemukan kebahagiaan dan kepuasan sejati di dunia ini, menghindari putus asa, ketidakbahagiaan, dan kejahatan yang tak terperikan, adalah mengabdikan diri kepada Allah, Pencipta kita, dan menjalani hidup yang akan mendatangkan ridha-Nya. Tuhan kita, satu-satunya penguasa di langit dan bumi telah menyatakan bahwa bagi seluruh manusia jalan keselamatannya adalah memeluk Al-Qur'an, yang diturunkan sebagai pedoman ke jalan yang benar. Dalam Al-Qur'an (14:1), Allah menegaskan, …(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji.” Orang yang percaya pada agama berhala seperti Buddha harus mengetahui bahwa mereka telah salah jalan:

Maka (Zat  yang  demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu (bisa) dipalingkan (dari kebenaran)? (Al-Qur'an, 10: 32)



BUDDHA: SEBUAH AGAMA BERHALA


Sekitar 2500 tahun yang lalu, ajaran Buddha muncul di timur laut India, dan pada saat itu mengembangkan pengaruhnya melalui Sri Lanka, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Cina, Jepang, Tibet, Mongolia, Manchuria, Korea, dan Nepal. Saat ini, agama ini mempunyai sekitar 330 juta pengikut.
Pengertian ajaran Buddha selalu beragam, sejalan dengan cara pemeluk Buddha memahami arti kehidupan. Bagi beberapa orang, ajaran Buddha merupakan sebuah agama, sementara lainnya menganggapnya sebuah aliran atau bentuk filsafat. Namun dari pandangan kehidupan dan semua kegiatannya, akhirnya jelas bahwa ajaran Buddha adalah agama penyembah berhala dan bersifat takhayul. Karena ajaran Buddha adalah sebuah agama tak mengenal Tuhan dan kurang meyakini adanya Tuhan, agama ini juga menolak adanya malaikat, akhirat yang abadi, neraka, dan Hari Pembalasan.
Siddhartha Gautama, pendiri ajaran Buddha, dilahirkan di kota India Kapilawastu dan hidup antara 563 dan 483 SM. Pada saat itu, agama utama di India adalah Brahmanisme, agama penjajah Arya. Menurut tata nilai kasta Arya yang kaku dan tak tergoyahkan, seluruh masyarakat dibagi atas empat kelompok, yang masing-masingnya dibagi lagi menjadi kasta-kasta. Pendeta Brahma adalah kelompok masyarakat yang paling tinggi dan mereka tanpa ampun menindas rakyat yang kedudukannya lebih rendah.
Gautama dilahirkan sebagai putera seorang pangeran kaya dengan nama lahir Suddhodana, dalam keluarga bangsawan Sakya. Setelah menghabiskan usia mudanya dalam kesenangan dan kemudahan, Gautama meninggalkan istana pada usia 29 dan menjadi pencari ketenangan jiwa yang berlanjut hingga kematiannya di usia 80. Sepanjang kehidupannya, ia membangun dasar-dasar pemikiran yang dengan berlalunya waktu berkembang menjadi ajaran yang sekarang kita sebut ajaran Buddha.
Kata Buddha berarti “orang yang bangkit, atau mendapat pencerahan,” menandakan tercapainya tingkat kejiwaan seperti yang telah dicapai oleh Siddhartha Gautama. Ajaran-ajaran dan kitab-kitab Buddha yang disampaikan pada kita tidaklah berasal dari masa kehidupannya, melainkan ditulis antara 300 hingga 400 tahun setelah kematiannya. Dalam halaman-halaman berikut pada buku ini, kita akan meneliti kitab-kitab ini secara terperinci dan kita akan lihat bahwa semuanya berisi keyakinan palsu, kegiatan-kegiatan yang menyalahi seluruh logika dan menampilkan Buddha secara sesat sebagai sebuah patung yang disembah.

Orang yang Menganggap Buddha
sebagai Tuhan
Dalam keyakinan, filsafat, dan tindakan mendasarnya, agama ini adalah penyembah berhala. Pemeluk Buddha berpegang pada Buddha dengan rasa cinta yang tinggi, rasa hormat dan takut yang dalam, bahkan menganggapnya sebagai tuhan.
Meskipun kita tidak mempunyai catatan dari masa Buddha yang mendukung bahwa ia mengajak pengikutnya untuk menyembahnya, para Brahma, yang memang telah menyembah berhala, segera mulai membuat patung Siddharta. Dan di waktu itu, orang-orang yang memberi cinta berlebihan kepada Buddha mulai menyembah patung ini dan menganggapnya tuhan.
Padahal, seluruh agama yang berdasar pada wahyu Tuhan bersandar pada keimanan terhadap satu Tuhan yang mengakui-Nya sebagai zat yang esa dan tak ada yang menyamai. Dalam Al-Qur'an (22:34) Allah berfirman, “Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya.” Mengingkari keagungan Allah dan menyembah berhala berupa manusia biasa, seperti yang dilakukan penganut Buddha, dilukiskan dalam Al-Qur'an sebagai “mempersekutukan sesuatu dengan Allah.” Di ratusan tempat dalam Al-Qur'an, Allah mengingatkan kita bahwa “perbuatan mempersekutukan” ini adalah dosa yang sangat besar. Misalnya:

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Qur'an, 4: 48)

Kata “mempersekutukan,” atau syirik, berarti bekerjasama. Al-Qur'an menggunakannya dalam hal menyejajarkan makhluk dengan Allah, seperti memperlakukan suatu benda, manusia, atau gagasan-gagasan sama atau lebih tinggi dibanding Tuhan. Penyembah berhala menghormati apa pun gambar, patung, atau benda yang ia hubungkan dengan Tuhan lebih tinggi dari penghormatan pada Tuhan itu sendiri, sehingga mengabdikan sepenuhnya; cinta, hormat, minat, dan baktinya pada hal tersebut. Al-Qur'an (15:96;17: 39; 51: 51) menyebut jalan pikiran sesat ini sebagai “menganggap adanya tuhan lain selain Allah.”
Agama Islam didasarkan pada keyakinan akan keesaan Allah (tauhid). Allah sering mengulangi kata Laa ilaha illahu (‘tidak ada Tuhan selain diri-Nya”), yang merupakan syarat utama keimanan. Oleh karena itu, arti paling dasar dari syirik adalah menyimpang dari kebenaran menuju gagasan keliru bahwa ada hal lain selain Allah yang memiliki “kekuatan dan keperkasaan.” Dalam Al-Qur'an, Allah memperkenalkan dirinya dengan menggambarkan sifatnya dan memberi tahu kita dalam banyak ayat dalam Al-Qur'an bahwa tidak ada tuhan selain Dia. Dalam ayat 59:22-24, Allah memfirmankan nama-Nya yang agung sebagai berikut:

Dialah Allah, Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.

Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

Allah mewujudkan sifat-Nya untuk diperlihatkan pada diri manusia. Misalnya, Dia mempunyai kasih sayang tak terbatas dan mewujudkan sifat-Nya sebagai “Penyayang” dalam diri manusia. Sifat-Nya bisa dilihat pada manusia, meskipun manusia memiliki sifat-sifat ini tanpa usaha dan hasil kerjanya sendiri. Dengan sendirinya, tidak ada zat lain yang bisa memiliki atau menciptakan sifat Allah. Menganggap bahwa mereka mempunyai kemampuan ini berarti “mengada-adakan tuhan lain selain Allah.” Seperti halnya kalangan ajaran Buddha, mereka membuat kekeliruan mempersekutukan makhluk-Nya dengan Allah, menganggap adanya sifat Tuhan pada zat lain, makhluk yang lebih rendah.
Misalnya, Allah Maha Melihat dan mengetahui “segala sesuatu bahkan yang tersembunyi sekalipun” Ketika seseorang melakukan sesuatu diam-diam, tak seorang pun di sekitarnya, dan yakin tak seorang pun melihatnya, sesungguhnyalah Allah melihatnya dan mengetahui segala yang ia perbuat. Dia melihat dan mengetahui segala peristiwa yang terjadi di alam semesta, hingga sekecil-kecilnya, karena Dia adalah Tuhan Yang Esa Yang menciptakan semua itu. Dalam Al-Qur'an (6:103), Allah menegaskan bahwa “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui.”
Di mana pun seseorang berada, pastilah Allah bersamanya. Allah mengetahui apa yang Anda pikirkan saat ini, sewaktu Anda membaca kata-kata ini. Allah memberi tahu kita bahwa Ia melihat kita di mana pun kita berada:

Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur'an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biar pun sebesar zarrah (atom) di bumi atau pun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (Qur'an, 10: 61)                

Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya1455. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Qur'an, 57: 4)

Pandangan ini mengungkap pemahaman keliru pemeluk Buddha, dan sejumlah umat manusia lainnya. Pengikut Buddha menganggap Buddha sebagai maha melihat dan maha mengetahui. Diperbanyaknya patung-patung Buddha di negara-negara yang menjadikannya sebagai agama utama, dan mata Buddha yang dilukiskan di setiap kuil, seluruhnya menjadi saksi keyakinan menyimpang penganut Buddha bahwa Buddha melihat mereka setiap saat dengan matanya yang terbuat dari batu dan kayu dan mendengar dengan telinga kayunya. Karena itu, mereka mengisi rumah-rumah mereka dengan patungnya, dan di depannya mereka melakukan peribadatan.
Jadi, mereka bertindak bertolak belakang dengan akal sehat dan melakukan dosa besar. Dalam Al-Qur'an (7:195), Allah memberi tahu kita bahwa manusia yang mempersekutukan makhluk dengan Allah telah benar-benar tertipu; dan bahwa apa pun yang mereka jadikan tuhan tak punya kekuasaan atas apa pun. “Apakah berhala-berhala mempunyai kaki yang dengan itu ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengannya ia dapat memegang dengan keras589, atau mempunyai mata yang dengan itu ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengannya ia dapat mendengar?” Jangan lupa, “penyembahan berhala” tidak hanya berarti beribadah pada patung benda. Setiap orang yang menghormati orang lain karena apa yang dimilikinya, berpikir bahwa mereka dikuasai orang tersebut, dan berada di bawah kekuatannya, mengagungkannya, tidak mengakui bahwa makhluk fana ini adalah ujian Allah untuknya, itu pun tergolong perbuatan menyembah berhala.  Seperti yang Allah peringatkan dalam Al-Qur'an (2:165):

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Ada pun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).

Buddha adalah hamba tak berdaya yang diciptakan Allah dan diuji di dunia ini. Ia tidak punya kemampuan atau kehendak sendiri untuk mempengaruhi manusia. Adalah karena kehendak Allah-lah ia berbicara, dan ia menjalani kehidupan yang diberikan Allah padanya, menurut takdir yang telah digariskan Allah. Doa Ibrahim AS dalam Al-Qur'an (26:78-82) menyatakan dengan jelas ketidakberdayaan manusia di depan kekuasaan mutlak Allah:

(Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Dia Yang memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.

Buddha menjalani takdir yang telah ditentukan Allah untuknya, dan ketika waktunya tiba, ia mati. Jangan lupa bahwa kalau tidak dikehendaki Allah, tak seorang pun mempunyai keimanan. Adalah Allah Yang menuntun manusia. Jika tidak dikehendaki Allah, tak seorang pun dapat menunjuki orang lain ke jalan yang lurus.  Selain itu, Allahlah yang menunjuki manusia kepada kebenaran dan keindahan. Ajakan dan dakwah untuk mempengaruhi hati manusia hanya terjadi atas izin Allah.  Demikianlah, Dialah satu-satunya kekuasaan mutlak yang harus diagungkan, disembah, dan dimintai pertolongannya. Seperti dinyatakan Allah dalam Al-Qur'an (22:74): “Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa.”
Al-Qur'an memberikan sejumlah contoh manusia yang menyembah berhala. Sebagai contoh, orang-orang kafir dari umat Nabi Ibrahim membuat bentuk-bentuk tuhan mereka, menyembahnya, dan mendengarkan seruannya. Dalam Al-Qur'an (21:52-53) Allah berfirman: “(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" Mereka menjawab, "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya."
Seperti ditunjukkan ayat ini, manusia telah menganut bentuk pemujaan ini sebagai warisan nenek moyangnya yang telah meninggal. Oleh karena itulah, ibadat pada berhala ini, tak peduli masuk akal atau tidak, bisa menjadi sejenis kegiatan masyarakat yang telah dihayati semenjak kecil dan tidak lagi dianggap aneh, bahkan dalam masyarakat modern sekalipun.
Dalam Al-Qur'an (27:24-25), Allah berfirman bahwa kaum Saba’ adalah penyembah berhala, seperti halnya umat Ibrahim:

Aku menemukan dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan setan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk, agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.

Ayat-ayat ini membawa kita pada hal penting lain: setan telah membuat agama-agama berhala terlihat benar dan berarti bagi manusia, untuk menghalangi mereka dari jalan Allah. Padahal, setan mengetahui, misalnya, bahwa matahari bukanlah tuhan yang harus disembah, melainkan ciptaan Allah seperti benda lainnya di alam semesta. Dengan kata lain, setiap agama berhala yang menentang wahyu Allah sebenarnya didasarkan pada wahyu Setan, yang melakukannya sehingga baik laki-laki maupun perempuan tidak menundukkan dirinya pada Allah.
Contoh lain penyembahan berhala yang diwahyukan Allah dalam Al-Qur'an menyebut tentang Bani Israil. Ketika mereka melarikan diri dari Firaun dan kaumnya bersama Musa AS, mereka menemui seseorang yang menyembah berhala dan mereka ingin Musa membuatkan untuk mereka berhala yang serupa. Dalam Al-Qur'an (7:138-139), Allah memberi tahu tentang hal ini:

Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu562, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata, "Hai Musa, buatkanlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)." Musa menjawab, "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)". Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.

Dari ayat ini kita melihat bahwa Bani Israil, yang melakukan kebodohan, menginginkan tuhan yang bisa mereka lihat dengan mata mereka, yang di depannya mereka bisa membungkuk dan mungkin melakukan upacara-upacara yang tidak jelas.  Ini menunjukkan bahwa mereka tidak berpikir tentang kekuasaan Allah atau menghormati-Nya.  Meskipun Musa telah menerangkan kebenaran pada mereka, segera setelah ia meninggalkan mereka, mereka membuat sebuah patung, sebuah kesesatan besar. Dalam Al-Qur'an (7:148-149) Allah memberi tahu kita bahwa segera setelah itu, penyesalan datang pada mereka:

Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara570. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim.

Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata, "Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami, pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi."

Namun bagi orang-orang yang menjadikan patung lembu tersebut sebagai tuhan, Allah memberi jawaban berikut ini (Al-Qur'an 7:152):

Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan.

Ayat di atas menunjukkan bahwa jika Allah berkehendak, Dia bisa mengampuni atau menghukum orang-orang yang mempersekutukan makhluk dengan diri-Nya. Orang-orang yang melakukannya sebenarnya sedang merajut kebohongan, karena kebenaran yang nyata adalah bahwa hanya ada satu Tuhan. Bersujud di depan tuhan-tuhan buatan ini adalah kejahatan besar terhadap Allah. Seperti dinyatakan dalam Al-Qur'an (4:48), Allah dapat mengampuni orang-orang yang melakukan dosa dan kesalahan apa pun, tapi tidak akan mengampuni orang yang mempersekutukan makhluk dengan diri-Nya:

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

Tidak Ada Tuhan
Selain Allah
Dasar Islam adalah pengetahuan bahwa Allah itu ada, dan pemahaman bahwa tidak ada tuhan selain-Nya. Dalam Al-Qur'an, sumber wahyu Islam, Allah memberi tahu kita (2:163) bahwa inilah dasar pijakan agama: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Jelas, hanya ada satu Zat Mutlak, dan segala hal lainnya adalah ciptaan-Nya. Allah menciptakan alam semesta tempat tinggal kita dan, sebelum Dia menciptakannya, tidak ada satu pun yang ada. Tak satu pun, bernyawa atau tak bernyawa, dijadikan ada; tak satu pun selain ruang hampa semata. Saat alam semesta diciptakan, sejak itulah waktu, ruang, dan zat menjadi ada, diciptakan oleh Tuhan Abadi yang tidak tergantung pada apa pun dari mereka. Dalam satu ayat (2:117) dalam Al-Qur'an, Allah menyebut Diri-Nya sebagai Pencipta Maha Sempurna dari alam semesta:

Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:  "Jadilah!" Lalu jadilah ia.

Allah menciptakan segala yang terjadi di waktu ini, dan di setiap saat. Allah tetap menciptakan setiap tetesan hujan yang jatuh, setiap anak yang dilahirkan, fotosintesis yang terjadi di dedaunan, fungsi tubuh-tubuh yang hidup, arah bintang dalam galaksi, setiap benih yang berkecambah, seluruh yang kita tahu dan segala hal yang tidak kita ketahui. Segalanya di alam semesta, besar dan kecil, bergerak menurut perintah-Nya (Al-Qur'an, 27:64):

Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Katakanlah, "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar."

Dari sel-sel makhluk hidup hingga bintang-gemintang di alam semesta, seluruh sistem terjadi dalam aturan dan fungsi yang mengagumkan secara sempurna. Aturan menakjubkan ini, yang dikendalikan di setiap saat, berlanjut dalam keselarasan sempurna karena Tuhan kita meliputi seluruh makhluk yang ada dengan pengetahuan abadi-Nya (Al-Qur'an, 67:3-4).

Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.

Menolak Allah sebagai Pencipta dan memalingkan kesadaran pada segala hal yang telah Dia ciptakan menunjukkan sangat kurangnya kecerdasan. Aturan mengagumkan di alam semesta dan rancang bangun tanpa cacat di semua makhluk hidup menunjukkan pada kita bahwa satu Pencipta telah menciptakan semuanya. Dalam satu ayat (23:91), Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan lain di sisi-Nya, dan tidak ada zat lain di alam semesta mempunyai kekuatan terlepas dari-Nya.

Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.

Allah berada di mana pun dan meliputi segala sesuatu. Dialah satu-satunya yang sejati, Zat mutlak, dan segala sesuatu mematuhi kehendak-Nya. Allah berada di setiap waktu dan setiap tempat. Tidak ada tempat di mana Dia tidak berada; tidak ada makhluk hidup berada di luar kendali-Nya. Dia-lah yang Mahasempurna dan bebas dari segala kelemahan (Al-Qur'an 2:255):

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa pun dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.
KEYAKINAN MENYIMPANG
AJARAN BUDDHA


Keyakinan menyimpang ajaran Buddha sangat beragam di tiap negara, karena sepanjang 2500 tahun yang lalu, agama ini telah tercampur aduk dengan berbagai agama setempat, kebiasaan, dan budaya yang dibuat oleh negara-negara tempat penyebarannya. Saat ini, beragam ajaran Buddha yang dijalankan di Jepang, Cina, Tibet, Sri Lanka, Vietnam, dan Amerika sangat berbeda satu sama lain.
Seperti ditunjukkan sumber-sumber sejarah, Buddha selalu memilih berbicara tentang pemikiran mendasar dan menyampaikan cara peribadatannya secara lisan; penelitian berabad-abad telah menunjukkan bahwa ia tidak meninggalkan satu catatan tertulis pun. Pemeluk Buddha yakin bahwa ajarannya diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi selama 400 tahun, hingga akhirnya terkumpul dalam hukum Pali. Akan tetapi, sebagian besar cendekiawan percaya bahwa sebagian besar kata-kata ini bukanlah perkataan sang Buddha sama sekali, melainkan ditambahkan padanya dalam perjalanan abad hingga mencapai bentuk seperti sekarang ini. Oleh karena itu, ajaran Buddha, yang tidak mengandalkan catatan tertulis apa pun, mengalami banyak perubahan dan penyimpangan sepanjang waktu, dan banyak yang diubah kembali dengan penambahan-penambahan dan penghapusan-penghapusan.
Saat ini, kitab suci Buddha, yang ditulis dalam bahasa Pali, disebut dengan Tripitaka, yang berarti “tiga keranjang.” Tidak diketahui pasti kapan Tripitaka ditulis, namun dianggap mencapai bentuk seperti sekarang ini di Sri Lanka pada suatu waktu di abad pertama SM. Tulisan di dalamnya dibagi dalam bab-bab berikut ini:
1. Vinaya Pitaka: Bab ini, yang berarti “Keranjang Kedisiplinan,” meliputi aturan yang diperuntukkan bagi para biksu dan biksuni dan bagaimana mengikutinya. Juga ada beberapa kesesuaian dengan pembaca yang bukan biksu atau biksuni.
2. Sutta Pitaka: Sebagian besar bab ini ditulis menurut percakapan ketika Buddha menerangkan gagasannya. Oleh karena itu, bab ini disebut “Keranjang Pembahasan.” Kata-kata sang Buddha ini diturunkan selama berabad-abad, dan bercampur aduk dengan legenda-legenda dan keyakinan keliru lainnya.
3. Abhidharma Pitaka: Bab ini berisi filsafat Buddha dan penerjemahan wejangan sang Buddha.
Para biksu Buddha hari ini menganggap perkataan-perkataan ini suci; mereka beribadah dan mengatur kehidupannya menurut perkataan ini. Mereka melukiskan Buddha sebagai tuhan sejati (Tuhan pastilah bukan seperti ini!), dan karena itulah, pemeluk Buddha modern menundukkan diri di depan patung-patungnya, menaruh di depannya sesajian makanan dan bunga, dan berharap pertolongan dari mereka. Jelas, ini benar-benar perbuatan tak masuk akal, dan setiap orang yang percaya bahwa patung batu dan perunggu bisa mendengar atau menolong jelas telah tertipu. Berikut dalam buku ini, kita akan membahas perbuatan-perbuatan sesat mendasar ini lebih terperinci dan melihat bagaimana ajaran Buddha menjadi ajaran rahasia yang memusatkan perhatian pada manusia tanpa memperhitungkan pertanyaan tentang bagaimana tata laksana dunia yang tak bercela ini bisa terjadi, atau bagaimana seluruh alam semesta bisa tercipta.
Sebuah Agama Tak
Kenal Tuhan
Filsafat pemeluk Buddha mengingkari adanya Tuhan, di samping mendasarkan diri mereka pada beberapa akhlak kemanusiaan dan pelarian diri dari penderitaan duniawi. Tanpa dukungan intelektual atau ilmiah agama ini bersandar pada pemikiran kembar tentang karma dan kelahiran kembali (reinkarnasi), sebuah gagasan bahwa manusia akan terus terlahir kembali ke dunia ini, bahwa kehidupan mereka berikutnya ditentukan oleh perilaku mereka di kehidupan sebelumnya. Tak ada kitab Buddha yang merenungkan adanya sang Pencipta, atau bagaimana alam semesta, dunia, dan makhluk hidup terjadi. Tak ada kitab Buddha yang melukiskan bagaimana alam semesta diciptakan dari ketiadaan; atau bagaimana makhluk hidup menjadi ada; atau bagaimana menerangkan bukti, yang bisa dilihat di mana-mana di dunia ini, tentang penciptaan yang tak ada bandingannya. Menurut  tipu daya ajaran Buddha, bahkan tidak diperlukan adanya pemikiran tentang semua ini! Satu-satunya hal penting dalam kehidupan, yang dinyatakan oleh kitab-kitab Buddha, adalah menekan nafsu, menghormati Buddha, dan melarikan diri dari penderitaan.
Oleh sebab itu, sebagai sebuah agama, ajaran Buddha menderita karena cita-cita yang sangat sempit yang menghambat pengikutnya merenungkan pertanyaan mendasar seperti dari mana mereka berasal atau bagaimana alam semesta dan seluruh makhluk hidup terjadi. Jelas, agama ini menghalangi mereka bahkan dari memikirkan hal-hal ini dan menekan mereka ke dalam bentuk sempit kehidupan keduniawian mereka saat ini.

Agama Penindasan
dan Perbudakan
Usaha ajaran Buddha menihilkan seluruh nafsu manusia adalah sisi lain filsafatnya yang sempit. Allah menciptakan berkah dunia ini untuk manfaat dan kesenangan manusia, sehingga mereka bersyukur kepada-Nya. Oleh karena itu, Islam tidak memerintahkan manusia untuk menekan hawa nafsunya atau menanggung rasa sakit dan penderitaan. Sebaliknya, Islam mengajak mereka memanfaatkan hal-hal indah di dunia (tanpa perilaku yang menyimpang dan melawan hukum), bukan mengekang diri mereka tanpa kebutuhan, atau menyebabkan rasa sakit atas diri mereka sendiri. Oleh karena itu, Allah berfirman (Al-Qur'an, 7: 157) bahwa Nabi Muhammad SAW telah “memutuskan dari pengikutnya belenggu mereka”:

(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka temukan tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Pendeknya, Islam adalah agama pembebas yang menyelamatkan manusia dari kebiasaan dan larangan tak bermanfaat, tekanan sosial, dan kecemasan tentang apa yang mungkin dipikirkan orang lain. Agama ini mengajak mereka untuk membawa ketenangan, hidup damai dengan tujuan mendapat ridha Allah. Oleh karena itulah Nabi SAW dalam banyak perkataannya menganjurkan kita untuk menjadikan agama ini sederhana dan mudah.
“Mudahkanlah segalanya untuk manusia, dan jangan membuat kesukaran bagi mereka, dan tenangkanlah mereka (dengan kabar gembira) dan jangan menakuti mereka.”1
“Kamu telah diutus untuk memudahkan segalanya (untuk manusia) dan kamu tidaklah diutus untuk mempersulit mereka.”2
Ajaran Buddha memperbudak pengikutnya dalam biara-biara yang suram dan memaksa mereka hidup dalam penderitaan dan kemiskinan. Anehnya, agama ini melarang makanan yang baik, kebersihan, kenyamanan, anugerah yang Allah ciptakan untuk manusia, menerima penderitaan sebagai kebaikan dan menganjurkan pengikutnya untuk menuju kehidupan yang menyedihkan.
Bagi biksu dan biksuni Buddha, kehidupan itu penuh segala jenis kesukaran. Mereka dilarang bekerja atau mempunyai hak milik, wajib mencari makan untuk diri sendiri dari pintu ke pintu dan mengemis dari manusia, dengan menadahkan tangannya. Karena hal inilah, para biarawan Buddha ini sering disebut biksu/bhikku (pengemis) oleh masyarakat. Para biksu Buddha dilarang menikah atau punya kehidupan berkeluarga dalam bentuk apa pun; mereka mungkin hanya punya satu jubah, yang harus dari kain bermutu rendah berwarna kuning atau merah.
Di samping jubah ini, satu-satunya milik mereka yang lain adalah tempat tidur yang sulit dipakai tidur, silet untuk mencukur kepala mereka, kotak jarum untuk mereka gunakan, sebotol air, dan sebuah mangkuk untuk mengemis. Mereka hanya makan satu kali sehari, umumnya berupa roti dan nasi yang diberi bumbu dan minum air atau air cucian beras. Mereka harus menyelesaikan makan sebelum siang dan tidak diizinkan makan apa pun hingga keesokan harinya. Makanan lain, bahkan obat-obatan dianggap kemewahan terlarang. Seorang biksu dapat makan daging, ikan, atau sayur hanya jika ia sakit, itu pun hanya dengan izin biksu yang lebih tinggi derajatnya. Pendeknya, kekangan ajaran Buddha adalah bentuk penyiksaan diri.
Keadaan ini adalah perwujudan kebenaran ayat dalam Al-Qur'an (10:44) yang menyebutkan. “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.” Namun, bagi mereka yang percaya pada-Nya dan mengabdikan dirinya kepada-Nya, Allah menjanjikan kehidupan yang sangat baik, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi mereka diberikan baik berkah di dunia ini maupun di akhirat. Menurut Al-Qur'an (7:32):

Katakanlah, "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat536." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.

Sisi gelap lain dari ajaran Buddha adalah keputusasaan (rasa pesimis). “Nirwana” yang dijanjikan untuk pemeluknya tidak lebih dari pemutusan gila atas seluruh hubungan dengan kehidupan dengan pemikiran menyedihkan yang membawa pandangan suram tentang dunia. The Catholic Encyclopedia (Ensiklopedia Katolik) menggambarkan sisi gelap ajaran Buddha ini dengan:
Kerusakan parah lain ajaran Buddha adalah rasa pesimisnya yang keliru. Pikiran yang kuat dan sehat memberontak melawan pandangan suram bahwa hidup ini tidak layak dijalani, bahwa setiap bentuk keberadaan kesadaran adalah kejahatan. Pendirian ajaran Buddha ini ditentang oleh suara alam dengan keras yang menyuarakan harapan dan suka cita. Ini adalah protes melawan alam karena memiliki kesempurnaan hidup yang masuk akal. Ambisi tertinggi ajaran Buddha adalah menghancurkan kesempurnaan itu dengan membawa seluruh makhluk hidup menuju keteduhan Nirwana tak sadar. Ajaran Buddha oleh karenanya bersalah karena kejahatan besar melawan alam, sehingga menyebabkan ketidakadilan pada pribadi-pribadi. Semua nafsu yang sah harus ditekan. Kedamaian tak berdosa dikutuk. Penciptaan musik dilarang. Penelitian ilmu alam diabaikan. Perkembangan pikiran dibatasi hanya untuk mengingat kitab-kitab Buddha dan mempelajari metafisika Buddha, yang nilainya sangat kecil. Cita-cita Buddha di dunia adalah pengabaian yang kaku dalam segala hal.3
Islam tidak membuat pengikutnya acuh tak acuh; sebaliknya, Islam menghimbau mereka pada semangat, aktivitas, dan kebahagiaan. Semua orang yang menganut ajaran Islam sangat tanggap pada apa yang terjadi di sekeliling mereka. Mereka tidak memandang dunia seperti ajaran Buddha, sebagai kekacauan yang menipu mata, melainkan tempat ujian, sebuah ajang tempat mereka mengamalkan ajaran akhlak tinggi Al-Qur'an.  Oleh karena itu, sejarah Islam penuh dengan para pemimpin yang adil dan berhasil yang memastikan kehidupan yang nyaman dan bahagia untuk rakyatnya. Dan bertentangan tajam dengan hal ini, ajaran Buddha hanya menghasilkan pengikut yang menyedihkan yang membuat dirinya sendiri menderita, menyeret diri mereka sendiri dan orang lain pada kemandekan dan kemiskinan, dengan satu-satunya pemecahan untuk masalah yang mereka hadapi ialah mengorbankan diri sendiri. Inilah salah satu tipu daya terbesar yang dimainkan setan atas manusia.

Sebuah Agama Kafir
Ajaran Buddha adalah agama kafir, karena menyembah berhala. Bisa dikatakan bahwa ajaran Buddha dewasa ini telah terbagi atas kelompok-kelompok berbeda, dan malah ibadah-ibadah sang Buddha itu sendiri hanya ditemukan pada beberapa di antaranya. Namun, bahkan menerima ajaran Buddha sebagai pedoman sempurna (sebuah kekeliruan yang dialami seluruh aliran Buddha) pun merupakan petunjuk bahwa agama ini memandang Buddha sebagai tuhan.
Menurut sumber-sumber sejarah, para biksu Buddha mulai menyembah Buddha segera setelah kematiannya. Patung-patung dirinya didirikan di setiap tempat, dan keyakinan sesat mendapatkan kekuatan bahwa Nirwana akan benar-benar terwujud dalam dirinya dan terwujud dalam patung-patungnya. Rasa hormat berlebihan para biksu Buddha kepada sang Buddha kemudian menjadi ibadah sesungguhnya. Saat ini, patung-patung raksasa menghiasi setiap negara tempat ajaran Buddha dijadikan agama utama. Di banyak negara dari Asia hingga Amerika Anda bisa melihat patung-patung dan kuil dengan mata Buddha dilukiskan di sana, lagi-lagi menunjukkan pesan bahwa Buddha melihat segalanya dan melihat manusia terus menerus, dan bahwa mereka harus mengingatnya setiap saat dalam kehidupan mereka. Jelas, merupakan keyakinan yang sepenuhnya tak berdasar bahwa seseorang yang telah mati ribuan tahun yang lalu masih bisa melihat orang-orang yang percaya padanya, melindungi mereka, dan mendengarkan doa-doa mereka. Keyakinan dasar yang tidak mampu direnungkan oleh pemeluk ajaran Buddha adalah bahwa Allah, Tuhan seluruh dunia, yang meliputi segala sesuatu dan mengetahui rahasia paling tersembunyi dari segala sesuatu, telah menciptakan sang Buddha, seperti halnya seluruh manusia.

Keyakinan pada Karma
Ajaran karma menganggap bahwa segala hal yang dikerjakan manusia akan membawa dampak bagi dirinya cepat atau lambat, dan akan mempunyai dampak atas apa yang disebut sebagai kehidupan selanjutnya. Menurut keyakinan ini, manusia akan terus terlahir kembali ke dunia ini, di mana mereka harus menanggung akibatnya dalam kehidupan berikutnya atas apa yang telah mereka lakukan di masa lalu. Ajaran Buddha mengingkari adanya Tuhan dan yakin bahwa karma adalah kekuatan tersendiri yang mengatur segala sesuatu.
Karma adalah kata Sanskerta yang berarti “tindakan,” dan mengacu pada hukum sebab akibat. Menurut orang yang meyakininya, seseorang akan mengalami di masa yang akan datang apa yang telah ia lakukan di masa lalu, baik atau buruk. Masa lalu adalah kehidupan manusia sebelumnya; masa depan dianggap sebagai kehidupan baru yang akan dimulai setelah kematian. Menurut keyakinan ini, setiap orang yang miskin dalam kehidupan ini membayar dengan kemiskinannya harga kejahatan yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Keyakinan takhayul ini juga menyatakan bahwa dalam kehidupan berikutnya, seorang yang jahat bisa “diturunkan derajatnya”  dalam kelahiran kembali sebagai binatang atau bahkan tanaman.
Salah satu akibat berbahaya dari keyakinan pada karma adalah bahwa ajaran ini mengajarkan bahwa ketidakberdayaan, kemiskinan, dan kelemahan saat ini merupakan hukuman untuk kejahatan akhlak seseorang. Menurut sistem kepercayaan ini, jika seseorang cacat, itu adalah karena ia telah menimbulkan luka yang serupa pada seorang yang lain dalam kehidupan sebelumnya sehingga ia pantas mendapatkannya. Keyakinan takhayul ini adalah alasan utama mengapa tatanan masyarakat yang tak adil berupa sistem kasta menguasai India selama berabad-abad. (Harus diingat bahwa karma adalah gagasan Hindu, dan ajaran Buddha sebenarnya muncul dari ajaran Hindu.) Karena sistem kasta itu didasarkan pada karma, orang yang miskin, sakit, dan cacat di India dibenci dan ditindas. Kelas penguasa berkasta tinggi yang kaya menganggap keistimewaan mereka sebagai hal alami dan adil.
Dalam Islam, bagaimana pun menjadi orang yang lemah bukanlah suatu pembalasan; ini diperoleh sebagai ujian dari Allah. Lebih jauh, orang lain mempunyai kewajiban amat penting membantu orang-orang yang membutuhkan. Oleh karena itu, Islam, seperti halnya Yahudi dan Kristen, agama-agama lain yang didasarkan pada wahyu Tuhan namun kemudian diubah-ubah, memiliki perasaan yang kuat atas keadilan sosial. Akan tetapi, agama berdasar karma seperti Buddha dan Hindu mengizinkan adanya pembedaan dan membuat hambatan besar untuk perkembangan masyarakat.
Karma didasarkan pada keyakinan adanya kelahiran kembali: gagasan bahwa manusia kembali ke dunia dengan jiwa yang sama namun dalam tubuh yang berbeda. Gagasan tentang “roda kelahiran kembali” ini menganggap bahwa setiap kehidupan mempengaruhi kehidupan selanjutnya. Namun keyakinan ini tidak mampu menjawab satu pertanyaan: bagaimana karma itu terjadi? Jika ajaran Buddha tidak menerima adanya Tuhan, maka siapakah yang menilai kehidupan seseorang sebelumnya  dan mengirimnya kembali ke dunia dalam tubuh yang baru? Pertanyaan ini tidak punya jawaban! Penganut Buddha percaya bahwa karma adalah “hukum alam” yang terjadi sendiri, serta merta, seperti gravitasi atau termodinamika. Padahal, adalah Allah-lah yang menciptakan seluruh hukum alam. Tidak ada hukum alam yang melihat apa yang diperbuat manusia di sepanjang kehidupan mereka, mencatatnya, dan menilai mereka setelah kematian atas dasar itu. Tidak ada hukum alam yang menentukan, sebagai hasil dari penilaian itu, jenis kehidupan baru apa yang akan dipunyai seseorang dan menciptakannya kembali sesuai itu; dan tidak ada hukum alam yang menjalankan proses ini dengan sempurna atas miliaran manusia, atau binatang. Jelas tidak ada hukum alam seperti itu sama sekali, sehingga proses seperti itu pun tidak mungkin ada.
Begitu banyak manusia di seluruh dunia percaya pada kelahiran kembali, meskipun tidak ada dasar yang masuk akal, karena mereka tidak punya keyakinan keagamaan. Karena mengingkari adanya kehidupan abadi setelah kehidupan, mereka takut pada kematian dan berpegang pada gagasan kelahiran kembali sebagai cara melarikan diri dari ketakutan mereka. Keyakinan pada kelahiran kembali, seperti halnya keyakinan pada karma, didasarkan pada kebahagiaan palsu bahwa kematian adalah sesuatu yang tak perlu ditakuti, dan bahwa setiap orang akan mampu mencapai tujuannya dalam kelahiran yang baru.
Jika reinkarnasi tidak terjadi sendiri, seperti hukum alam, maka jelaslah itu bisa terjadi hanya melalui tindakan penciptaan yang luar biasa. Namun tinjauan Al-Qur'an memberi tahu kita bahwa reinkarnasi tersebut adalah  mitos. Kitab yang diturunkan Allah sebagai petunjuk bagi umat manusia secara terbuka menyatakan bahwa reinkarnasi itu keliru belaka.


Reinkarnasi Menurut Islam

Seperti halnya segala hal lain, pandangan seorang Muslim mengenai filsafat karma harus didasarkan pada apa yang Allah katakan dalam Al-Qur'an, yang menyatakan hanya ada satu kelahiran dan kebangkitan. Setiap orang hidup hanya satu kali di dunia ini, lalu ia mati. Dalam ayat 62:8, Tuhan kita memberikan perintah berikut ini:

Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."

Seseorang dibangkitkan setelah kematian, dan menurut seluruh yang telah ia lakukan dan kerja yang ia perbuat, ia diberi ganjaran dengan surga yang abadi atau neraka yang tak berkesudahan. Ini berarti, bahwa manusia memiliki satu-satunya kehidupan di dunia ini, lalu sebuah kehidupan abadi di akhirat. Allah mengatakan sangat jelas dalam Al-Qur'an (21:95) bahwa setelah manusia mati, tidak akan ada yang kembali pada kehidupannya: “Sungguh tidak mungkin atas (penduduk) suatu negeri yang telah Kami binasakan, bahwa mereka akan  sanggup berdiri kembali .” Dan begitu pula:

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) 1022, agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.  Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja.  Dan  di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan1023.

Seperti ditunjukkan ayat ini, ada umat manusia yang akan mati dengan harapan dilahirkan kembali, namun pada saat kematian mereka, dikatakan pada mereka bahwa ini mustahil sama sekali. Dalam ayat lain dalam Al-Qur'an (2:28), Allah mengatakan tentang kematian dan kebangkitan manusia:

Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?

Allah mengatakan bahwa setiap manusia memulai sesuatu dari kematian, yakni, ia tercipta dari unsur tanah, air, dan lumpur yang tak bernyawa. Lalu, Allah “menyempurnakan dan menjadikan seimbang” zat tak bernyawa ini (Al-Qur'an, 82:7) dan menghidupkannya. Pada waktu tertentu setelah seseorang itu dihidupkan, kehidupan itu menemukan akhirnya, dan ia meninggal. Ia kembali ke bumi dan membusuk menjadi tanah, tempat ia menunggu pembangkitan akhir. Setiap orang akan dibangkitkan pada Hari Akhir, ketika, dengan mengingat bahwa pengembalian lain ke bumi adalah mustahil, ia akan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan yang ia lakukan dalam kehidupannya. Dalam Al-Qur'an (44:56-57) Allah berfirman bahwa setelah seorang manusia datang ke dunia, ia akan mengalami hanya sekali kematian: “Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia.  Dan Allah memelihara mereka dari azab neraka, sebagai karunia dari Tuhanmu.  Yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar.”
Ayat ini memperjelas bahwa kematian hanya datang satu kali. Tidak peduli seberapa besarkah manusia ingin mengatasi ketakutan akan kematian dan kehidupan setelah mati yang abadi dan menenangkan dirinya dengan keyakinan palsu tentang karma dan reinkarnasi, kenyataannya adalah bahwa mereka tidak akan kembali ke dunia ini setelah mereka mati. Setiap orang hanya akan mati satu kali, dan seperti dikehendaki Allah, akan mendapatkan kehidupan tak berakhir di akhirat. Menurut kebaikan atau kejahatan yang telah dilakukan seseorang, mereka akan diganjar dengan surga, maupun dihukum dengan neraka.
Selamanya adil, penuh kasih dan sayang, Allah memberikan pahala sempurna untuk apa yang telah dikerjakan setiap orang. Jika seseorang mencari ketenangan dalam keyakinan palsu karena takut mati atau kemungkinan masuk neraka, ia akan mengalami kegagalan. Setiap orang yang mempunyai kesadaran pemikiran, hati nurani, dan rasa takut tentang hal ini pasti akan kembali pada Allah dengan hati yang tulus jika ia berharap terjauh dari sakitnya neraka dan memasuki surga. Ia harus menyesuaikan kehidupannya dengan Al-Qur'an, pedoman sejati umat manusia.
Belum pernah menjadi tua atau muda, cantik atau kaya mampu mencegah setiap orang dari kematian, sehingga tak seorang pun bisa mengabaikan kenyataan kematian. Baik seseorang itu mengabaikan kenyataan tersebut atau tidak, kematian adalah sesuatu yang tidak pernah bisa mereka hindari.

Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah  yang  selalu kamu lari lari darinya. (Qur'an, 50: 19)

Dengan membaca ayat ini, Anda mungkin  merenungkan dekatnya kematian, mungkin kematian lebih dekat pada Anda daripada orang lain; dan Anda mungkin mati setelah Anda selesai membaca buku ini. Ia bisa datang tanpa alasan yang jelas, tanpa rasa sakit, kecelakaan, atau sebab ketuaan. Allah akan mengirimkan Malaikat Maut untuk datang pada saat Anda tiba dan mengambil jiwa Anda.
Kita harus selalu menanamkan dalam ingatan kita akan kenyataan penting ini dan tidak pernah menunda persiapan kematian. Al-Qur'an (63:11) mengingatkan kita bahwa “Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.”  Di sini, Allah memberi tahu kita bahwa kematian tidak bisa ditunda, dan dia menyebutkan kesedihan seseorang yang menemuinya:

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antaramu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?" Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.

Keyakinan Menyimpang ajaran
Buddha tentang Akhirat
Keyakinan ajaran Buddha pada karma tidak memberi ruang pada keyakinan akan akhirat, surga, atau neraka. Keyakinan palsu dan sesat ini (gagasan akan kembalinya seseorang ke dunia setelah kematian terus menerus) bertentangan dengan apa yang diwahyukan Allah dalam Al-Qur'an. Dalam The Religions of India, Edward Washburn Hopkins, seorang profesor Sanskerta dan Ilmu Filsafat Perbandingan, menerangkan bahwa ajaran Buddha tidak percaya pada kehidupan akhirat:
… Cara pikir sistemnya sendiri membawa Buddha ke dalam pesimisme formal dan total, yang mengingkari hari akhirat bagi manusia yang tidak menemukan kebahagiaan dalam kehidupan ini… Dalam percakapannya dengan murid dan orang yang bertanya padanya, ia menggunakan segala cara untuk melarikan diri dari pertanyaan langsung yang berhubungan dengan takdir atau manusia setelah mati. Ia percaya bahwa Nirwana (kepunahan nafsu) membawa akhir sesuatu. Ia tidak percaya pada jiwa abadi… Apa yang berkali-kali dihimbaunya adalah bahwa setiap orang yang menerima ajaran karma tanpa bantahan atau kelahiran kembali sepenuhnya (yakni, bahwa untuk setiap dosa saat ini, hukuman akan mengikuti di kehidupan selanjutnya), harus berusaha keras untuk melarikan diri, jika mungkin, dari kelahiran kembali yang menyakitkan dan tak berujung itu…4
Dari beberapa tulisan ajaran Buddha, kita bisa mengumpulkan informasi berikut ini tentang akhirat:
Baik seseorang itu terlahir di surga, atau di berbagai tingkatan neraka, bentuk kehidupan di tempat-tempat ini hanyalah sementara, seperti halnya mereka di dunia, dan tidak abadi. Seperti halnya dalam agama Hindu, rentang waktu ketika… manusia tetap di tempat-tempat ini tergantung pada besarnya kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan selama di dunia. Ketika waktu yang ditentukan untuk mereka telah berakhir, mereka akan kembali ke dunia lagi. Surga dan neraka tidak lebih dari tempat hidup sementara di mana manusia menerima balasan perbuatan yang telah mereka lakukan sewaktu di dunia.5
Ajaran Buddha mengajarkan bahwa ada semacam surga dan neraka, sebagai ganjaran dan hukuman untuk apa yang telah dilakukan manusia. Namun karena keyakinan ini tidak berpegang pada agama wahyu, ia berisi pertentangan dan hal-hal tak masuk akal. Kesimpulannya, dan bertentangan dengan apa yang Allah wahyukan dalam Al-Qur'an, ajaran Buddha percaya bahwa surga dan neraka itu hanyalah sementara.
Kembali, salah satu sudut pandang tak logis kepercayaan ini adalah gagasan bahwa seluruh sistem di dunia ini terjadi dengan sendirinya. Menurut ajaran Buddha, seperti halnya terjadinya alam semesta dan manusia yang tak terkendalikan, begitu pula perputaran kehidupan dan kelahiran kembali. Tidak ada ruang dalam keyakinan ini untuk seorang Pencipta yang membuat dunia menjadi ada serta kehidupan di dalamnya, dan surga dan neraka, dan membalas manusia atas segala yang telah ia lakukan. Padahal, menerima adanya surga dan neraka sebagai tempat pahala dan hukuman diberikan, tapi tidak menjelaskan bagaimana tempat-tempat tersebut tercipta, benar-benar pernyataan yang sangat tak masuk akal dan tak bisa diterima.
Jadi, siapa yag memberi pahala dan hukuman? Atau lebih jauh lagi, bagaimana tempat itu tercipta? Filsafat karma tidak memberi penjelasan apa pun tentang bagaimana surga dan neraka bisa terjadi tanpa sang Pencipta. Kepercayaan takhayul ini telah diturunkan dari generasi ke generasi, tanpa dipertanyakan atau dijelaskan secara logis. Ajaran Buddha tidak punya penjelasan masuk akal tentang adanya alam semesta atau bagaimana ia berfungsi, dan tidak pula tentang asal muasal bukti seni penciptaan sempurna dalam seluruh makhluk hidup. Untuk alasan ini, ajaran Buddha tidak pernah bisa dianggap lebih dari sekedar gerakan mistis tanpa dasar logika, dan hanya didukung mitos.

Kenyataan yang Menunggu

Kita di Akhirat

Satu-satunya sumber tempat kita bisa mempelajari kenyataan tentang kehidupan di dunia ini dan keyakinan pada akhirat adalah Al-Qur'an, yang diturunkan sebagai pedoman bagi manusia dan sunnah Nabi SAW.
Allah berkata dalam Al-Qur'an bahwa kehidupan di dunia ini adalah masa pengujian sementara untuk setiap orang, dan bahwa kehidupan akhirat itu adalah tempat tinggal yang abadi. Setiap orang akan mendapat balasan di surga atau neraka untuk semua perbuatan yang telah ia lakukan selama kehidupan yang ia jalani di dunia ini. Allah mengungkap kebenaran ini dalam firmannya (Al-Qur'an, 6:32):

Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?

Seseorang yang mengabdi kepada Allah, menyesuaikan kehidupannya dengan pedoman sejati yang telah Dia turunkan dan ajaran Nabi SAW, percaya dengan sepenuh hatinya bahwa pada Hari Akhir, ia akan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya, dan akan menerima balasan surga abadi atau neraka yang tak berkesudahan. Allah telah memfirmankan hal ini pada umat manusia dalam kitab yang telah Dia turunkan dan nabi-nabi yang telah Dia pilih. Namun, ajaran Buddha adalah ajaran yang dibuat manusia, dibangun dari mulut ke mulut atas dasar filsafat yang diusulkan oleh satu orang.
Menggunakan alasan seorang manusia untuk mengubah apa yang datang dari Allah adalah kesalahan serius. Orang-orang yang memenuhi kepalanya dengan gagasan yang setengah matang tentang cara Buddha dan, demi keinginannya meniru artis pop favorit atau bintang filmnya, mulai mengikuti ajaran Buddha sebagai gaya, harus merenungkan hal ini dan membebaskan dirinya dari kesalahan mereka.
Dalam Al-Qur'an, Allah mewahyukan sifat orang-orang yang menyatakan bahwa tidak ada akhirat:

Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan. (Qur'an, 7: 147)

Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami (Al Qur'an) serta (mendustakan) menemui hari akhirat, maka mereka tetap berada di dalam siksaan (neraka). (Qur'an, 30: 16).

“Balasan” dan “siksaan” yang disebutkan dalam ayat-ayat ini akan dimulai pada saat kematian. Orang-orang yang mengetahui kesalahan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia akan merasakan kepedihan tak terperikan:

Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman," (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). (Qur'an, 6: 27)

Dan, sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin." (Qur'an, 32: 12)

Bagaimana pun seringnya mereka mohon dan minta ampunan, mereka akan memulai kehidupan akhirat yang penuh dengan siksaan, tanpa tempat lari, maupun tempat kembali. Penyesalan mereka tidak akan diterima, dan tidak pula keinginan mereka untuk kembali ke dunia akan dipenuhi. Meskipun diperingatkan berkali-kali, orang-orang ingkar Tuhan yang tidak beriman, dan mengabdikan diri di depan patung-patung batu dan kayu yang mereka persekutukan dengan Allah, yang menganut filsafat sia-sia hanya sebagai pertunjukan untuk menarik perhatian orang lain; yang tidak takut pada Tuhan sebagaimana harusnya, akan memasuki penghinaan tak berkesudahan mulai saat mereka menemui Malaikat Maut. Ruh mereka akan dibawa dengan direnggut ke punggung dan sisi mereka, mereka akan diikat dengan belenggu dan dilemparkan ke neraka; ini akan menjadi awal hari akhirat mereka.
Allah tidak akan mengizinkan mereka bicara, dan suara mereka tidak akan lebih keras dari bisikan. (Al-Qur'an, 20: 108). Neraka akan menjadi tempat akhir seluruh orang yang tak percaya pada Tuhan, tidak meyakini kebangkitan atau akhirat, tetap durhaka meskipun telah diberi peringatan dan tidak menjalani kehidupan berakhlak. Ahli neraka, “dibelenggu bersama dengan rantai” (Al-Qur'an, 25:13), akan dilempar ke dalam “neraka yang ditutup rapat.” (Al-Qur'an, 90:20) dan hidup dalam kegelapan asap hitam tebal. Mereka akan mendengar api yang menggelora keras sewaktu menggelegak dan menemukan manusia yang menjerit di dalamnya. Kesakitan mereka yang tanpa akhir tidak pernah dipulihkan, meskipun mereka merajuk, yang menyebabkan mereka berada dalam kecemasan yang tak terlukiskan.
Secara jasmaniah, penghuni neraka akan mempunyai penampilan mengerikan. Mereka akan diikat dengan belenggu dan rantai, dan mata mereka akan kuyu, gelap karena penghinaan. Suatu angin panas akan membakar kulit mereka, yang akan terus diganti untuk dibakar lagi, seperti digambarkan Allah dalam ayat 4:56, “Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab.” Mereka akan dipukul dengan gada dari besi dan diikat dengan “rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta” (Al-Qur'an, 69:32). Muka, sisi, dan punggung mereka akan dikepung dalam api. Air mendidih akan disiramkan pada kepala mereka, dan mereka akan mengenakan pakaian dari ter.
Al-Qur'an juga menceritakan tentang makanan dan minuman mengerikan yang disediakan untuk orang-orang di neraka. Allah menyatakan dalam ayat 69:36 bahwa “tidak ada makanan sedikit pun (untuk mereka) kecuali dari darah dan nanah” yang hampir tidak bisa ditelan manusia di dunia ini. Di neraka yang telah mereka masuki karena melupakan Allah dan mengejar nafsunya di kehidupan ini, mereka akan diberi minum air mendidih yang dicampur nanah. Dan karena tidak ada yang dapat melewati tenggorokan mereka yang robek, mereka tidak mampu menelan. Di neraka. Allah juga akan membuat para pendosa memakan semak pahit berduri dan Zaqqum (pohon neraka):

Sesungguhnya pohon Zaqqum itu1379,  makanan orang yang banyak berdosa. Seperti kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, (Qur'an, 44: 43-45)

Untuk orang-orang yang percaya pada Allah dan kembali kepada-Nya, mereka tidak akan dilaknat dengan keadaan ini, melainkan akan melewati hisab yang mudah. Karena mereka tidak mengikuti filsafat yang sia-sia, dan, karena mencari ridha Allah dan takut pada siksaan-nya di neraka, hidup menurut Al-Qur'an, mereka akan mendapatkan balasan abadi dan diterima di surga, bebas dari rasa takut, kepahitan dan kesedihan. Pada hari itu, Allah berkata, wajah-wajah orang beriman akan bersinar. Seperti yang Allah katakan dalam Al-Qur'an (39:71-73):

Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam dalam rombongan demi rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, "Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?" Mereka menjawab:  "Benar (telah datang)." Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir. Dikatakan (kepada mereka), "Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu,, kamu kekal di dalamnya." Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri. Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga dalam rombongan demi rombongan (pula). Sehingga  apabila  mereka sampai ke surga itu sedang  pintu-pintunya telah terbuka maka berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, kamu kekal di dalamnya."

Setiap orang harus memperhatikan dengan seksama peringatan Allah yang terus diberikan bahwa hari hisab tengah mendekat, bahwa “hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya.” (Al-Qur'an, 22:7). Dalam ayat lainnya, Allah berkata:

Telah dekat kepada manusia hari penghisaban segala amalan mereka, ketika mereka berada dalam kelalaian dan berpaling (darinya). Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al-Qur'an pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, tapi mereka mempermainkan. (Qur'an, 21: 1-2)     

Pada hari itu, orang-orang yang baik akan menerima ganjaran sempurna untuk perbuatan mereka, sedangkan setiap orang yang melakukan kejahatan akan menginginkan akan ada rentang waktu yang jauh antara mereka dengan hari itu. Setiap pribadi akan menghadirkan diri sendiri-sendiri ke hadapan Allah, di mana mereka akan diadili dengan keadilan sempurna:

Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. (Qur'an, 21: 47)

Seluruh filsafat buatan manusia adalah tipu daya yang menjauhkan manusia dari kepercayaan akan adanya Allah dan dari penghambaan pada-Nya. Pemahaman ajaran Buddha tentang akhlak yang hanya bersifat kulit luar saja sepenuhnya bertentangan dengan pola alamiah manusia.  Di satu sisi,  agama ini membiarkan manusia menghindari siksaan hati nurani yang datang karena tidak punya agama, sehingga menjadi sumber spiritualitas yang palsu. Orang-orang yang percaya pada ajaran Buddha menghibur dirinya dengan anggapan bahwa mereka telah mencapai kesempurnaan jiwa dengan menyebabkan rasa sakit atas diri mereka dan mengingkari kebutuhan tubuh. Akan tetapi, satu kebenaran dasar yang tidak mereka perhatikan: bahwa manusia harus mengakui bahwa mereka adalah hamba Tuhan. Perbuatan yang baik akan bernilai hanya jika dilakukan untuk secara sadar mengabdi pada Allah dan mendapat ridha-Nya. Mengekang keinginan dan kehendak hati membawa nilai besar, namun hanya jika dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah, dan hingga tingkat yang Dia bolehkan. Bagi mereka yang melakukan upaya ini tanpa pandangan mencapai ridha-Nya, Allah berkata bahwa “mereka itu sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat.” (Al-Qur'an, 2:217)



Gagasan Ajaran Buddha tentang
Kehidupan di Dunia Ini
Orang-orang yang menerima gagasan karma percaya bahwa perputaran kelahiran kembali tidak akan pernah berakhir, bahwa mereka hidup kembali setelah tiap kematian, hingga mereka mencapai nirwana. Dan, dengan demikian mereka beranggapan bahwa di depan mereka ada peluang yang tak terbatas. Oleh sebab itu, jika seseorang memutuskan melakukan dosa, ia mungkin berpikir ia akan mampu menebusnya di kehidupan berikutnya, meskipun kehidupan berikutnya itu lebih buruk dari yang ada sekarang. Sebuah pemahaman yang didirikan atas dasar keliru seperti ini tidak bisa menghambat seseorang melakukan kejahatan.
Keterikatan dengan dunia ini adalah kelemahan utama manusia. Mereka percaya pada gagasan sesat seperti reinkarnasi terutama karena mereka tidak ingin menyerah pada godaan duniawi. Oleh karena itu, hanya jika seseorang memiliki pandangan yang tepat tentang sifat sesungguhnya dari kehidupan duniawilah ia bisa secara tajam mengubah perilakunya agar hidup dengan akhlak terpuji.
Setiap orang yang sadar akan sifat sesungguhnya kehidupan di dunia ini mengetahui bahwa ia telah diciptakan untuk mengabdi pada Tuhan, Pelindung dan Penolognya, yang telah menciptakan baik dirinya maupun alam semesta. Juga, ia tahu bahwa Allah akan memikulkan tanggung jawab atas pemikiran, perkataan, dan perbuatannya, dan bahwa ia harus mempertanggungjawabkannya pada Allah setelah kematiannya. Allah mengungkapkan alasan penciptaan kehidupan dunia ini dalam Al-Qur'an (67:2): “(Dialah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha perkasa lagi Maha Pengampun.”
Seperti dinyatakan ayat ini, Allah telah menciptakan manusia dan menempatkannya di satu kehidupan ini untuk sementara sebagai ujian. Di sini, Allah mencoba kita dengan hal-hal yang terjadi pada kita, dan membuat kehidupan kita berlanjut untuk memisahkan orang beriman dari orang tak beriman, untuk memurnikan mereka dari dosa-dosa mereka, dan menunjuki mereka pada nilai-nilai akhlak yang mengantarkan ke surga. Dengan kata lain, dunia ini hanyalah sebuah tempat pelatihan, tempat kita bisa memenangkan ridha Allah.
Dalam Al-Qur'an, ayat 2:21, Allah berfirman bahwa Dia telah menciptakan manusia untuk mengabdi kepada-Nya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.”
Allah dengan jelas telah menunjukkan batas yang tidak boleh dilalui manusia, dan jenis perilaku yang akan mendapat ridha-Nya dan jenis yang tidak akan diridhai. Atas dasar perilakunya di dunia, manusia akan mendapat ganjaran atau hukuman di kehidupan abadi yang akan datang. Ini berarti bahwa setiap saat dalam kehidupan ini membawa kita makin dekat baik ke neraka atau surga. Allah mengingatkan hamba-Nya tentang kenyataan ini dan memperingatkan mereka akan hari tersebut dalam banyak ayat dalam Al-Qur'an, termasuk berikut ini (59:18):

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah  dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Orang-orang beriman yang takut pada siksaan Allah, hanya mengabdi kepada-Nya, mematuhi perintah-Nya dengan mutlak, menghindari kejahatan dan bertindak dengan cara yang akan diridhai oleh Allah. Terikat pada Allah dengan ikatan cinta yang kuat, takut kepada-Nya dan peduli pada perintah-Nya dan teguh mengabdi pada-Nya, adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkan keunggulan akhlak yang harus dilakukan seseorang. Dia tidak akan pernah mempertanyakan tujuan itu meskipun bertentangan dengan keinginannya. Dia mungkin punya beberapa akhlak baik yang bertentangan, namun ini akan terbatas, berumur pendek, atau tergantung pada keadaan tertentu.
Ajaran Buddha juga menganjurkan perbuatan baik, tentu saja, tapi perbuatan tersebut tak punya nilai di mata Tuhan. Nilai apakah yang ada dalam perbuatan baik seseorang terhadap lingkungannya jika dia tidak bersyukur kepada Allah, mengingkari keberadaan Zat yang telah menciptakannya dari ketiadaan? Agar perbuatan memiliki nilai, semuanya harus dilakukan dengan keimanan kepada Allah, dengan sebuah tujuan untuk mendapatkan ridha-Nya, dalam takut kepada kemuliaan-Nya, kepatuhan, dan dengan kesadaran akan kekuasaan-Nya. Untuk itu, sifat akhlak orang beriman yang unggul tidak boleh bersandar pada hal yang tidak masuk akal. Ibadah mereka berkesinambungan dan tak terkotori oleh apa pun, seperti diperintahkan Allah dalam Al-Qur'an:

Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya. (Qur'an, 19: 76)

Dan kepunyaan-Nya-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan untuk-Nya-lah keta'atan itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertakwa kepada selain Allah? (Qur'an, 16: 52)

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Qur'an, 18: 46)

Manusia harus waspada akan tumbuhnya keterikatan pada perhiasan kehidupan yang sementara dan menipu ini karena kehidupan di dunia ini sangatlah pendek. Kekayaan, kecantikan, dan harta dunia tidak ada nilainya untuk akhirat. Tubuh mereka yang terkubur akan membusuk; waktu akan menghancurkan harta benda. Setiap orang akan dibawa ke hadapan Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bahkan, jika Anda menanyakan pada seorang berusia tiga puluh tahun apa yang telah ia alami hingga saat ini, ia akan berkata bahwa kehidupannya telah ia lalui sangat cepat. Ia mungkin hidup hingga tiga puluh atau lima puluh tahun lagi dalam cara yang sama, sebelum kehidupannya berakhir.
Dalam beberapa ayat, Allah mengundang perhatian kita bahwa jangka kehidupan di dunia ini pendek. Dia memberitahu kita bahwa di akhirat manusia secara terbuka akan mengakui hal ini:

Dan (ingatlah) akan hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia, selain) hanya sesaat di siang hari… (Qur'an, 10: 45)
Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa bahwa mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja). Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran). (Qur'an, 30: 55)         

Akan sangat tidak bijaksana jika seseorang ditipu oleh daya tarik sementara kehidupan duniawi yang pendek ini dan tak memberi perhatian pada akhirat. Hari ketika manusia akan mempertanggungjawabkan diri pada Allah adalah kenyataan. Dalam Al-Qur'an (10:7-8), Allah memerintahkan:

Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia  serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang  melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya adalah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.

Namun bagi orang-orang yang tidak diperbodoh oleh kehidupan dunia dan memiliih hidup yang abadi di akhirat, Allah memberikan kabar gembira;

Barang siapa yang menghendaki keuntungan di  akhirat  akan  Kami  tambah keuntungan  itu  baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan  dunia  dan  tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat. (Qur'an, 42: 20)

Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan  kepada  golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami coba mereka dengannya. Dan karunia Tuhanmu adalah lebih baik dan lebih kekal. (Qur'an, 20: 131)



AJARAN BUDDHA DAN BUDAYA
MATERIALIS BARAT


Satu alasan mengapa ajaran Buddha telah menarik perhatian dunia adalah karena keberadaannya di Timur Jauh, rumah asalnya, namun berkat propaganda tersebar luas pula di Barat. Awal propaganda ini dimulai dari abad ke-19 dan menarik lebih banyak perhatian pada paruh kedua abad ke-20 ketika menjadi suatu gaya untuk terlihat lebih “unik.”
Awal gaya ini dimulai dari budaya pop tahun 1960-an ketika sejumlah besar pemuda Barat dan beberapa cendekiawan barat berpaling dari agama Kristen tradisional untuk mencari sesuatu yang berbeda dan menemukan apa yang mereka cari di agama-agama Timur Jauh. Tujuan dasar pencarian ini adalah keinginan menarik perhatian dengan menentang aturan yang telah mapan. Ketika mendiang George Harrison dari the Beatles, yang membantu memberi definisi budaya pop 60-an, menyatakan bahwa ia telah menjadi seorang Hindu (agama kafir yang menjadi cikal bakal Buddha) dan kemudian merekam lagu ciptaannya, “My Sweet Lord,” sebuah lagu bagi Krishna, banyak fans Beatles yang meniru pakaiannya. John Lennon menggunakan mantra Buddha dalam lagunya yang berjudul “Across the Universe.” Lagu-lagu himne Buddha, gaya pakaian, dan karya seninya sangat populer di kalangan kaum hippies di tahun 60-an dan 70-an.
Yang menarik, para pencipta terkemuka ekspresi budaya populer ini mengajarkan ajaran Buddha pada masyarakat Barat. Dalam proses ini, Hollywood menjadi lokomotifnya. Umumnya diterima bahwa Hollywood mencerminkan gagasan sayap bebas masyarakat Amerika, dengan sering mendukung gagasan-gagasan anti-agama dan nilai-nilai yang berlawanan dengan akhlak dan keimanan Kristen. Misalnya, sebagian besar film dengan giat menyampaikan pesan teori evolusi pada pikiran penonton. Dalam argumen “evolusi menentang penciptaan,” film-film “ilmiah” hampir selalu berjalan beriringan dengan Darwinisme. (Propaganda Hollywood yang anti agama dan pro-Darwin dimulai dengan film yang terkenal, Inherit the Wind.) Dan, kecenderungan film-film saat ini untuk melecehkan Islam adalah strategi yang sudah sangat terbukti.
Namun, meskipun Hollywood secara umum tidak mendukung agama-agama wahyu seperti Kristen dan Islam, ketika sudah menyinggung Buddha, justru menunjukkan sikap yang sepenuhnya berlawanan dengan itu, dengan menggambarkan agama ini sebagai cahaya yang menarik, sebagai sesuatu yang damai dan manusiawi. Film-film seperti Seven Years in Tibet, dengan bintang Brad Pitt dan Kundun, tentang kehidupan Dalai Lama, yang disutradarai oleh Martin Scorcese, telah dibuat untuk mempopulerkan ajaran Buddha di antara masyarakat penikmat film.
Untuk menyebarkan propaganda Buddha, kehidupan pribadi aktor dan aktris sama pentingnya dengan film yang mereka bintangi. Ketua Agung Sekolah Buddha Tibet Nyingma telah mengumumkan Steven Seagal, yang dikenal karena perannya dalam film-film action telah mengalami reinkarnasi dari sang Lama di abad ke-15 (seorang biksu Buddha Tibet atau Mongolia)! Aktor terkenal Richard Gere, di samping menulis buku yang memperkenalkan ajaran Buddha, telah membangun pula Tibet House di New York bersama Richard Thurman, ayah dari aktris Uma Thurman. Pemeluk Buddha terkenal lainnya adalah Tina Turner, Harrison Ford, Oliver Stone, Herbie Hancock, dan Courtney Love.
Tentu, kehidupan pribadi seseorang dan keyakinan pribadi tidak bisa diganggu orang lain. Manusia bebas memilih agama apa pun yang mereka inginkan. Namun jika orang-orang ini mempelajari Islam yang benar, pastilah hati mereka akan hangat.  Akan tetapi, gambaran yang ditampilkan sejauh ini membawa kita pada satu kesimpulan penting: ajaran Buddha menarik perhatian, dianut dan dan didorong di dunia Barat di tempat budaya materialis mengemuka. Budaya materialisme Barat telah terasing dari dasar Yudeo-Kristen kejiwaannya sendiri.
Tapi mengapa? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita pertama-tama harus menentukan sifat dasar materialisme Barat. Dasar-dasar budaya ini diletakkan di abad ke-18; kerangka teorinya didirikan di abad ke-19 dan, meskipun ada kemerosotan berlanjut atas kerangka teori ini, telah menjadi gerakan massa di abad ke-20. Hakikatnya, budaya ini:
-      Mengingkari adanya Tuhan dan percaya bahwa alam semesta terjadi secara kebetulan.
-      Percaya bahwa makhluk hidup muncul dalam bentuk sekarang ini melalui evolusi dan bahwa Darwinisme dapat menerangkan fenomena kehidupan dan “asal muasal” makhluk hidup.
-      Percaya bahwa manusia hanyalah jenis binatang tertinggi dan mengabaikan adanya jiwa manusia.
-      Menolak gagasan kehidupan setelah kematian, kebangkitan, Hari Pembalasan dan adanya surga dan neraka yang abadi.
Anggapan-anggapan budaya materialistis ini, yang semuanya palsu, biasanya akan bertentangan dengan agama-agama wahyu. Namun hebatnya, seluruh anggapan keliru ini punya kesesuaian dengan budaya lainnya: ajaran Buddha.

Temuan Huxley tentang
Ajaran Buddha
 Sebagai agama tanpa Tuhan, Buddha tidak menerima adanya Tuhan, akhirat yang abadi, surga, atau neraka. Agama ini beranggapan bahwa jiwa manusia tidak berbeda dengan jiwa binatang dan meyakini pengembalian karena karma yang terus menerus ke dunia nyata. Menurut penganut Buddha, seekor ikan bisa kembali menjadi binatang menyusui di kehidupan berikutnya, dan seorang manusia bisa kembali menjadi cacing. Gagasan “perpindahan jiwa” antar jenis makhluk hidup ini memiliki kesejajaran penting dengan teori Darwin tentang evolusi.
Seorang peneliti Buddha menggambarkan berikut ini hubungan antara ajaran Buddha dengan evolusi:
Ajaran Buddha… sangat bergembira karena teori evolusi. Kenyataannya filsafat Buddha benar-benar memerlukan evolusi terjadi: segalanya dipandang sementara, secara tetap menjadi ada untuk sementara, lalu memudar. Gagasan jenis makhluk hidup yang tak berubah tidak sejalan dengan ilmu Ontologi Buddha.6
Oleh karena itu, para pengikut teori Darwin merasa bersimpati pada ajaran Buddha dan mendukungnya semenjak abad ke-19:
Darwinis yang pertama-tama mengagumi ajaran Buddha adalah Thomas H. Huxley yang, setelah Darwin sendiri mengajukan teorinya, memainkan peran yang terpenting selanjutnya dalam penyebaran Darwinisme. Huxley muncul di layar sebagai pendukung Darwin yang paling bersemangat dan terkenal sebagai “anjing bulldog Darwin.” Perdebatannya dengan para ilmuwan dan pendeta dalam mempertahankan gagasan penciptaan ini, dan semangatnya menulis dan berpidato menjadikannya Darwinis paling terkenal di abad ke-19.
Kenyataan yang kurang begitu diketahui adalah minat Huxley yang besar pada ajaran Buddha. Bahkan sewaktu menghadapi perwakilan agama-agama wahyu seperti Yahudi dan Kristen, ia menganggap Buddha sebagai cocok untuk peradaban sekuler yang ingin dia lihat terbangun di Barat. Ini dibahas dalam artikel Philosophy East and West, “Buddhism in Huxley’s Evolution and Ethics,” yang meliputi penggambaran berikut ini mengenai ajaran Buddha dari buku Huxley dengan judul yang sama:
[Ajaran Buddha] adalah sebuah sistem yang tidak mengenal Tuhan seperti yang dianut Barat; yang mengingkari jiwa manusia, yang menganggap keyakinan pada keabadian sebagai kekeliruan dan mengharapkannya sebuah dosa; yang menolak pentingnya doa dan pengorbanan; yang menawarkan manusia untuk tak melihat apa pun selain upaya penyelamatan… tapi [ajaran Buddha] tersebar luas di kalangan umat beragama di Dunia Lama dengan kecepatan mengagumkan dan masih dengan campuran takhayul asingnya sebagai dasar, keyakinan dominan sejumlah besar manusia.7
Satu-satunya alasan kekaguman Huxley pada ajaran Buddha adalah karena agama ini (seperti Huxley dan penganut Darwinisme lainnya) tidak percaya pada Tuhan.
Menurut Vijitha Rajapakse, seorang profesor pada Hawaii University dan penulis Buddhism in Huxley’s Evolution and Ethics, Huxley melihat garis sejajar antara ajaran Buddha dan gagasan sesat atheis Yunani kuno. Ini menambah kekagumannya;
Kecenderungan Huxley yang terbukti mengaitkan pemikiran penganut Buddha dengan gagasan Barat, yang dikedepankan dengan mengagumkan dalam komentar-komentarnya tentang konsep zat hidup, lebih lanjut dicontohkan dalam bentuk pembahasan lainnya. Ia menemukan sikap tak percaya pada Tuhan yang dianut oleh penganut Buddha awal sebagai berkesesuaian dengan pandangan Heracleitus dan mengacu, di samping itu, pada “banyak kesesuaian Stoikisme dengan ajaran Buddha.”…8
Rajapakse mencatat bahwa para atheis (anti Tuhan) dan agnostis (tak peduli ada atau tak adanya Tuhan) juga pengagum berat ajaran Buddha. Kesesuaian antara ajaran Buddha dengan filsafat materialis Barat pada saat itu membentuk sebagian pemikiran David Hume, seorang ahli filsafat dan atheis Skotlandia abad ke-18 dengan penentangan atas agama. Rajapakse menulis, “Cukup menarik, kesesuaian yang ada antara sudut pandang pemeluk Buddha dan pengikut Hume atas pertanyaan mengenai pentingnya jiwa dengan tepat dicatat oleh pengamat Buddha awal” dan selanjutnya:
Ny. Rhys Davids [penerjemah yang mempelopori alih bahasa kitab Buddha dari Pali ke Inggris], misalnya, menerangkan bahwa “dengan memperhatikan keyakinan pada jiwa atau ego yang bebas, ketetapan abadi, kebebasan dari penderitaan, ajaran Buddha mengambil sudut pandang dua ribu empat ratus tahun yang lalu dari ajaran Hume dua abad yang lalu.”9
Seperti dikemukakan oleh Rajapakse dalam artikelnya, ajaran Buddha merasuki banyak pemikir Inggris Viktorian karena mereka melihatnya sesuai dengan filsafat leluhur abad ke-19, atheisme dan Darwinisme. Friedrich Nietzsche, ahli filsafat Jerman yang terkenal, meninjaunya dengan memihak Buddha pula atas alasan yang sama.

Simpati Nietzsche pada
Ajaran Buddha
Nietzsche, salah satu pemikir atheis abad ke-19 yang paling gigih, memendam kebencian mendalam atas ajaran Kristen dan mengutarakan dalam kegigihannya itu budaya dan akhlak yang sesat. Pandangannya membantu mendirikan fasisme di abad ke-20, khususnya Nazisme. Nietzsche menyerang Kristen karena mendukung kebaikan cinta, kasih sayang, rendah hati, dan kebenaran Tuhan. Oleh karena itu, ia pun juga menentang dasar-dasar akhlak Islam dan Yudaisme sejati. Ia membenci agama wahyu tidak hanya karena dasar-dasar akhlaknya, melainkan terutama karena atheisme fanatiknya. Dalam artikelnya tentang Nietzsche, peneliti Amerika Jason DeBoer menulis bahwa “atheisme adalah bagian penting pemikiran Nietzsche,” dengan menambahkan bahwa:
Ia bukan pengkritik yang tidak berat sebelah: Nietzsche membakar kebencian pada agama Kristen, dan tulisannya yang menentang Tuhan sangat penuh kebencian.10
Seperti yang bisa kita bayangkan, Nietzsche mengarahkan kebenciannya hanya pada agama-agama wahyu, bukan pada yang sesat. Sebaliknya, seperti ditulis DeBoer:
Nietzsche, meskipun salah satu atheis yang paling  kasar dalam sejarah, sebenarnya tidaklah sepenuhnya anti agama… [Dia] menghormati dan memuji banyak segi dari agama lainnya, termasuk yang percaya pada berhala dan bahkan ajaran Buddha.11
Dalam kajiannya tentang buku Robert G. Morrison Nietzsche and Buddhism: A Study in Nihilism and Ironic Affinities, akademisi Inggris David R. Loy mengatakan hal berikut ini tentang itu:
Membandingkan Nietzsche dengan ajaran Buddha seolah industri rumah tangga, dan alasan bagusnya: kelihatannya ada kesesuaian mendalam antara mereka. Morrison menunjukkan bahwa mereka punya banyak ciri-ciri umum yang mirip: keduanya menekankan pemusatan manusia dalam alam tanpa Tuhan dan tidak melihat adanya makhluk abadi dalam kekuasaan sebagai pemecahan pada masalah kehidupan… Keduanya mempercayai [a] manusia sebagai aliran kekuatan psikofisika ganda yang terus berubah, dan dalam aliran ini tidak ada hal berdiri sendiri atau tak berubah (‘ego’ atau ‘jiwa’).12
Sumber gagasan keliru yang punya kemiripan antara Nietzsche  dengan ajaran Buddha sebenarnya tidak lebih dari sikap acuh tak acuh dan kesombongan. Setiap oarang yang memandang alam semesta dan alam ini dengan kecerdasan sadar bisa melihat bukti yang jelas tentang adanya Tuhan. Ini telah didukung oleh penemuan-penemuan ilmiah modern: Teori Big Bang dan Prinsip Antropi (prinsip bahwa setiap perincian alam semesta telah diatur seksama untuk membuat kehidupan ini dimungkinkan) telah meluluhlantakkan gagasan alam semesta tanpa Tuhan yang diusulkan Nietzsche dan para atheis lainnya. Ilmu pengetahuan mempunyai bukti yang jelas bahwa alam semesta telah diciptakan dan diatur dalam keseimbangan luar biasa. Bukti-bukti ini menunjukkan tidak absahnya teori evolusi Darwin, dan justru mendukung adanya rancangan cerdas dan membuktikan kebenaran penciptaan. Hasil penemuan ilmiah dan sosiologi ini juga telah mengesampingkan gagasan-gagasan pemikir abad ke-19 seperti Marx, Freud, dan Durkheim. (Untuk informasi lebih lanjut, silakan baca artikel Harun Yahya “A Turning point in History: The Fall of Atheism” di www.harunyahya.com/70the_fall_of_atheism _scie34.php 

Ajaran Buddha:
Spiritualitas Palsu Menuju Budaya Materialis
Ironisnya, kesaksian ilmiah menentang atheisme ini sangat terkait dengan mengapa ajaran Buddha tersebar di dunia Barat. Pendiri atheisme dan budaya materialis melihat bahwa teori mereka jatuh. Untuk mencegah cepatnya pertumbuhan gerakan menuju agama wahyu, mereka melawannya dengan mendukung keimanan sesat seperti ajaran Buddha. Dengan kata lain, ajaran Buddha, dan agama Timur Jauh lainnya seperti itu, merupakan penguatan materialisme spiritual.
Tapi mengapa budaya materialis Barat harus membutuhkan penguatan seperti itu? Penulis Barat Michael Baigent, Richard Leigh, dan Henry Lincoln telah meneliti perkembangan (dan kejatuhan) gagasan di dunia Barat selama 2000 tahun terakhir. Di abad ke-20, mereka menerangkan, dunia Barat telah jatuh ke dalam “krisis makna.” Dengan kata lain, jalan hidup yang diterapkan atas masyarakat Barat oleh filsafat materialis telah menelanjangi kehidupan manusia tentang makna dengan memotongnya dari kepercayaan mereka pada adanya Tuhan dan dari beribadat kepada-Nya. Tiga penulis berikut ini menerangkan hal itu:
Hidup menjadi semakin kehilangan makna, kehilangan arti penting, sebuah gejala yang tak teratur, yang muncul tanpa tujuan yang jelas.13
Di samping krisis makna ini, jatuhnya teori materialis pada tingkat ilmiah telah membuka jalan untuk arus kembali pada agama-agama wahyu, khususnya Islam. Oleh karena itu, keyakinan pada satu Tuhan bertumbuh jumlah pengikutnya: jumlah orang-orang yang percaya dan melakukan ibadat agama mereka meningkat, dan pandangan serta nilai-nilai keagamaan dianggap punya tempat lebih penting dalam kehidupan masyarakat.
Ajaran Buddha dan kepercayaan kafir semisalnya bersemangat menghambat gerakan ini dengan menawarkan, kepada orang-orang yang kebingungan karena krisis makna yang disebabkan oleh budaya materialis, sebuah jalan yang sesat menuju penyelamatan. Ajaran Buddha, Tao, Hindu, dan versi-versinya seperti aliran Hare Krishna, Wicca, dan kecenderungan Zaman Baru yang bersama-sama membawa ajaran sesat, agama UFO yang menyibukkan dirinya dengan pesan-pesan yang disebut suci yang diyakini telah turun dari ruang angkasa, semua ini adalah ajaran palsu yang dipeluk oleh orang-orang yang tidak ingin lari dari pandangan atheis dan materialis, tapi pada saat bersamaan bersemangat pula mencari penyejuk jiwanya. Di samping itu, banyak orang yang menjadi pemeluk Buddha sangat terpengaruh oleh keinginan untuk meniru secara membabi buta dan tanpa mempelajari sesuatu yang tidak mereka pahami, hanya untuk menarik perhatian dan bersikap seolah-olah mereka sadar dan berpikiran canggih.
Untuk memahami mengapa pandangan-pandangan ini tak berdasar, kita hanya perlu meletakkannya pada saringan pemikiran. Kita telah meneliti pandangan karma, dasar beberapa agama Timur Jauh, dan melihat bahwa pandangan itu tidak mempunyai dasar yang masuk akal. (Untuk pembahasan lebih terperinci, silakan lihat Harun Yahya: Islam and Karma, Ta Ha Publisher, London, 2003). Agama-agama ini tidak meyakini adanya Tuhan, dan tidak pula meyakini kekuasaan  pamungkas keputusan ilahi atas umat manusia. Jadi, bagaimana mereka bisa meyakini bahwa setiap orang akan menerima ganjaran atas apa yang telah mereka lakukan, dalam kehidupan berikutnya? Siapa yang menentukan hal ini? Orang-orang yang mengagumi “makhluk luar angkasa” juga percaya pada omong kosong yang serupa. Bagaimana bisa seorang manusia membangun filsafat hidup atas dasar UFO, yang nyata tidak nyatanya masih sangat bisa diperdebatkan? Meskipun makhluk-makhluk dari luar angkasa itu ada, mereka, tentu juga perlu diciptakan dulu. Tapi, apakah jaminan bahwa mereka bisa memperlihatkan pada umat manusia jalan yang benar?
Orang-orang yang terperangkap dalam gagasan takhayul seperti ini harus memikirkan perkataan Allah dari Al-Qur'an berikut ini (56:57): “Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan?”  Mereka harus mengikuti jalan-Nya, seperti yang telah Dia perintahkan:

Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)521, karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (Qur'an, 6: 153)



MUNGKINKAH BUDDHA BERASAL DARI AGAMA YANG BENAR, TAPI TELAH MENYIMPANG?



Meskipun hingga titik ini kita telah meneliti ajaran Buddha sebagai bersifat takhayul dan palsu, namun pada saat yang sama kita juga harus mengatakan bahwa di dalamnya ada beberapa dasar-dasar akhlak yang baik. Naskah-naskah ajaran Buddha mengingatkan manusia menentang pencurian, mendorong mereka untuk tolong-menolong satu sama lain dan membersihkan diri mereka dari mementingkan diri sendiri dan ambisi-ambisi duniawi. Seluruh hal ini menunjukkan bahwa ajaran Buddha mungkin dimulai dari agama yang didirikan atas dasar wahyu Allah, namun kemudian terkotori dengan berlalunya waktu.
Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman pada kita bahwa untuk setiap umat, Dia mengirimkan rasul-rasul untuk menyampaikan peringatan-Nya:

Sesungguhnya Kami mengutus kamu [Muhammad] dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. (Qur'an, 35: 24)

Dan sungguh Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya… 827……(Qur'an, 16: 36)

Di tempat lain dalam Al-Qur'an, Allah menegaskan bahwa, “Tiap-tiap umat mempunyai rasul” (10:47).  Ayat-ayat ini menunjukkan pada kita bahwa Allah pastilah telah mengirimkan seorang rasul pada orang-orang Hindu; dan salah satu dari mereka mungkin adalah Siddhartha Gautama. Ajaran Buddha mirip dengan agama-agama wahyu di salah satu keyakinannya: bahwa sepanjang sejarah nabi-nabi telah datang untuk mewahyukan kebenaran yang sama pada umat manusia, namun setelah mereka, pengikutnya telah melecehkan kebenaran agama ini. Jelas, setelah kematian Gautama, ajarannya mungkin telah kehilangan akarnya dan menjadi menyimpang justru dalam hal, bercampur aduk dengan agama dan budaya negara tempat penyebarannya, dan berbaur dengan beragam mitos dan  takhayul setempat. (Namun, tentu hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.)
Jika memang begitu, tidak diragukan bahwa kisah hidup Siddharta Gautama akan sangat berbeda dengan cerita-cerita mitos tentangnya yang kita kenal saat ini. Ada versi bertolak belakang tentang kisah hidupnya: sebuah tanda yang jelas bahwa kenyataan sesungguhnya mungkin sangat berbeda dengan “sejarah” yang sekarang kita kenal. Beberapa ajaran akhlak dasar sesungguhnya yang disampaikan ajaran Buddha pada kita percaya bahwa agama ini mungkin telah berkembang dari sebuah agama yang aslinya percaya pada satu Tuhan. Cendekiawan Barat JM Robertson menerangkan keimanan pemeluk Buddha pada “rantai nabi-nabi.”
[Ajaran Buddha] tidaklah menyatakan diri sebagai ajaran baru. Tradisi yang ada mengatakan bahwa ajaran ini telah disebarluaskan jauh sebelumnya, bahwa Gautama dengan begitu hanyalah salah satu dari daftar panjang para Buddha yang muncul dalam jangka waktu itu yang seluruhnya mengajarkan ajaran yang sama. Nama-nama dua puluh empat orang Buddha yang muncul sebelum Gautama telah tercatat… Diyakini bahwa setelah kematian setiap Buddha itu, agamanya berkembang pada suatu kali dan kemudian memudar. Setelah terlupakan, Buddha yang baru muncul dan mengajarkan Dharma, atau kebenaran yang hilang.14
Semua ini mendukung bahwa ajaran Buddha bisa jadi salah satu keyakinan yang menyimpang, yang telah terkotori yang kemudian mundur ketika datangnya nabi-nabi. Di pihak lain, ajaran-ajaran Buddha adalah suatu bentuk konservatif yang mengingatkan kita tentang penyimpangan turun temurun yang dapat terjadi selama kemunduran agama sejati.
Dalam Al-Qur'an, Allah mengatakan bahwa umat Nasrani dan Yahudi telah jatuh pada perangkap yang sama dan telah menyembunyikan agama mereka dengan tambahan-pengurangan serta larangan yang tak bermanfaat. Misalnya, gagasan keliru ajaran Buddha tentang menyingkir dari dunia dan membiarkan diri menderita juga muncul dalam ajaran Kristen ketika mengalami kemunduran selama bertahun-tahun. Allah memfirmankan kekeliruan ini dalam Al-Qur'an (57:27):

Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik. (Al-Qur'an, 57:27)

Ajaran Buddha bisa saja tadinya agama yang benar yang telah runtuh setelah perkembangan kependetaan. Ajaran ini pastilah telah mundur jauh lebih buruk dibanding Yahudi atau Kristen. Meskipun demikian, banyak pula ajaran kedua agama ini yang telah menyimpang dengan berlalunya waktu, meski mereka masih mengabdi pada wahyu Allah dan beriman kepada-Nya. Meskipun intisari ajaran Buddha sebenarnya datang dari sumber yang benar, agama ini telah sepenuhnya meninggalkan intisarinya itu dan dipermak dalam upacara-upacara takhayul, dengan hanya sedikit dasar-dasar akhlak yang benar yang tertinggal.
Ajaran Buddha mirip dengan keyakinan satu Tuhan Yahudi, Kristen, dan Islam dalam bentuk lain: ajaran ini juga meyakini adanya Hari Kiamat dan adanya seorang penebus umat manusia: Bagi Yahudi dan Kristen dia adalah al-Masih, sedangkan bagi umat Islam dia adalah Imam Mahdi.
Hari Kiamat adalah masa yang segera mengikuti Akhir Zaman. Baik Al-Qur'an dan hadits Rasulullah SAW berisikan sejumlah petunjuk bahwa pada Akhir Zaman, akhlak Islam akan tersebar di seluruh dunia. Al-Qur'an berkata bahwa Isa AS tidaklah wafat, bahwa ia tidaklah terbunuh melainkan diangkat ke sisi Allah ketika ia masih hidup, dan bahwa ia akan datang kembali ke dunia. Nabi Muhammad SAW juga mengumumkan kabar gembira bahwa Isa akan diutus ke dunia lagi, dan pada Akhir Zaman ketika ia berada di sini, dunia akan penuh dengan kedamaian, keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran. Perkataan Nabi mengungkapkan bahwa Imam Mahdi akan membantu Isa dalam tugas sucinya. (Untuk perincian lebih lanjut, silakan lihat Harun Yahya, Jesus Will Return, Ta-Ha Publishers, London, 2001.)
Dalam hadits Nabi, Akhir Zaman terbagi dalam dua masa berbeda. Di masa pertama, Allah akan diingkari terang-terangan; jumlah orang yang hidup sesuai nilai-nilai agama cuma sedikit; biaya hidup dan tekanan jiwa karena harta benda akan besar. Akan ada kelaparan. Manusia akan menderita bencana alam; ketidakadilan akan tersebar luas, perang dan pertikaian akan meningkat, dan sikap tak kenal kasihan serta kekejaman akan lebih mengemuka dibanding cinta, kasih, dan sayang. Sesudah itu, umat manusia akan diselamatkan dari filsafat tak mengenal Tuhan dan anti agama yang merupakan sumber sesungguhnya dari seluruh kebengisan mereka dan kembali pada nilai-nilai agama. Hasilnya, pertikaian, ketidakadilan, dan kekejaman akan berakhir. Sebagai ganti kecemasan dan tekanan, umat manusia akan hidup dalam kebahagiaan, kedamaian, keamanan, dan kesejahteraan. Seluruh dunia akan dipenuhi kekayaan dan kemakmuran.
Dalam Islam, juga dalam Yahudi dan Kristen, ada kepercayaan pada Imam Mahdi, al-Masih, dan Akhirul Zaman. Alkitab, yang terdiri dari Perjanjian Lama (Taurat dan tulisan Isa lainnya) serta Perjanjian Baru (empat Injil dan kitab-kitab serta tulisan-tulisan lainnya) menawarkan beberapa gambaran tentang akhir zaman. Kitab-kitab Injil khususnya berhubungan dengan datangnya Isa AS dan menunjukkan kesesuaian penting dengan apa yang dituliskan dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi SAW.
Meskipun nama Isa tidak ada dalam Perjanjian Lama, tentu saja Alkitab berbahasa Ibrani telah menyebut kata al-Masih itu sebagai penyelamat dari keturunan Daud AS. Dan di beberapa tempat dalam Perjanjian Lama ada keterangan tentang apa yang akan terjadi pada Akhir Zaman. Al-Masih, yang kedatangannya telah dijanjikan dan perkataannya disebutkan dalam Perjanjian Lama, adalah, seperti disebutkan pula dalam Al-Qur'an, Isa AS. Terlepas dari sebutan “al-Masih,” orang ini disebut pula dengan penggambaran lain semisal “raja,” “penguasa,” dan “yang paling suci.”15
Perjanjian Lama membicarakan kedatangan al-Masih, dan banyak disebutkan tentang kerajaan yang akan didirikannya di bumi. Beberapa hal penting yang disebutkan tentang dirinya adalah bahwa ia lebih besar dari bangsa-bangsa di bawah kekuasaannya, bahwa ia adalah keturunan Daud AS dan bahwa ia mirip dengan leluhurnya, Daud (yang pada masanya mendirikan kekuasaannya di mana pun yang ia inginkan). Beberapa naskah yang berkesesuaian dari Perjanjian Lama adalah sebagai berikut:
Orang yang berbantah dengan Tuhan akan dihancurkan; atas mereka Ia mengguntur di langit. Tuhan mengadili bumi sampai ke ujung-ujungnya; Ia memberi kekuatan kepada raja yang diangkat-Nya dan meninggikan tanduk kekuatan orang yang diurapi-Nya.'' . (1 Samuel 2: 10)
Tetapi pada zaman raja-raja, Allah semesta langit akan mendirikan suatu kerajaan yang tidak akan binasa sampai selama-lamanya, dan kekuasaan tidak akan beralih lagi kepada bangsa lain: kerajaan itu akan meremukkan segala kerajaan dan menghabisinya, tetapi kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya. (Daniel 2: 44)
Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum. Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya. Beginilah firman Allah, Tuhan, yang menciptakan langit dan membentangkannya, yang menghamparkan bumi dengan segala yang tumbuh di atasnya, yang memberikan nafas kepada umat manusia yang mendudukinya dan nyawa kepada mereka yang hidup di atasnya: ''Aku ini, Tuhan, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa, untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara. (Yesaya 42:1-7)
Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran; ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik.  Ia tidak akan menyimpang dari kebenaran dan kesetiaan, seperti ikat pinggang tetap terikat pada pinggang. (Yesaya 11:4-5)
Perjanjian Baru memberi informasi lebih banyak tentang kedatangan kedua kalinya Isa ke dunia:
Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada. (Yohanes 14:2-3)
Dan berkata kepada mereka: ''Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.'' (Kisah Rasul-rasul 1:11)
Jadi, apabila orang berkata kepadamu: Lihat, Ia ada di padang gurun, janganlah kamu pergi ke situ; atau: Lihat, Ia ada di dalam bilik, janganlah kamu percaya. Sebab sama seperti kilat memancar dari sebelah timur dan melontarkan cahayanya sampai ke barat, demikian pulalah kelak kedatangan Anak Manusia. (Matius 24: 26-27)
Di hadapan Allah yang memberikan hidup kepada segala sesuatu dan di hadapan Kristus Yesus yang telah mengikrarkan ikrar yang benar itu juga di muka Pontius Pilatus, kuserukan kepadamu: Turutilah perintah ini, dengan tidak bercacat dan tidak bercela, hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diri-Nya, yaitu saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan. Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorang pun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin. (1 Timotius 6: 13-16)
Kerajaan yang akan datang dan terwujud dengan kedatangan kedua Isa akan menjadi masa keadilan, kemakmuran, dan akhlak yang tinggi:
Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. (Matius 5:5)
Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. (Matius 6:9-10)
Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kamu akan melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar.  Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir.'' (Lukas 13: 28-30)
Seperti telah kita sebutkan sebelumnya, ajaran Buddha juga telah meramalkan dan mengharapkan adanya al-Masih penyelamat. Buddha berkata bahwa 1000 tahun setelahnya, sang Metteya (atau Maitreya) akan datang dan membawa kasih sayang Tuhan ke seluruh jagad raya; dan dengan kedatangannya ini, agama akan mencapai kesempurnaan. Berikut ini adalah beberapa contoh tentang harapan ini dari tulisan pemeluk Buddha dari dua negara berbeda. Pertama Birma/Myanmar:
Buddha berkata: “Lingkaran kami adalah lingkaran bahagia, tiga pemimpin telah hidup… Buddha yang mulia adalah diriku, tapi setelahku, Maitriya datang. Sewaktu lingkaran bahagia ini masih berlangsung, sebelum dongeng tahun demi tahun akan berlalu. Buddha ini, yang bernama Metteya, akan menjadi raja agung seluruh manusia.”16
Sekarang, dari Sri Lanka:
Aku bukanlah Buddha pertama [yang bangkit] yang datang ke bumi, dan bukan pula yang terakhir. Pada saatnya tiba, Buddha lain akan muncul di dunia, Yang Suci, yang mulia lagi tercerahkan, yang diberkati dengan kebijaksanaan meyakinkan memeluk jagad raya, pemimpin manusia yang tak terbandingkan… Dia akan mewahyukan padamu kebenaran abadi yang sama, yang telah aku ajarkan kepadamu. Dia akan membangun hukum [agama]nya. Dia akan mengumumkan kehidupan yang benar sepenuhnya sempurna dan murni, seperti yang sekarang aku umumkan. Pengikutnya akan berjumlah ribuan, sedang pengikutku cuma ratusan. Ia akan dikenal sebagai Maitreya.17



KESIMPULAN: YANG HAK TELAH DATANG, DAN YANG BATIL TELAH LENYAP


Di masa lalu, manusia menyembah patung-patung yang terbuat dari kayu dan batu dan memohon pada mereka pertolongan. Mereka takut pada patung-patung ini, percaya bahwa patung-patung itu sedang melihat mereka dan akan marah jika seseorang melakukan dosa. Sang Buddha adalah patung Buddha. Namun pemeluk Buddha yang menyamakan Buddha dengan Tuhan, dan orang yang ikut-ikutan dan menjadi pemeluk Buddha untuk menarik perhatian pada diri mereka, tidak mengetahui betapa jauhnya mereka tertipu. Karena mereka tidak percaya pada akhirat yang abadi, surga atau neraka, tidak pernah terlintas dalam benak mereka bahwa mereka akan mempertanggungjawabkan dirinya di hadapan Allah. Karena mereka percaya bahwa mereka telah berada di jalan yang benar, mereka menanggapi dengan sangat suka cita ketika diajak mengikutinya.
Seluruh utusan yang memperingatkan agama kafir yang diikuti manusia dan mengajak manusia pada keesaan Allah menghadapi tanggapan yang serupa. Dalam Al-Qur'an (38:4-7), Allah berkata:

Dan  mereka heran  karena mereka kedatangan  seorang  pemberi peringatan (rasul)  dari kalangan  mereka;  dan orang-orang kafir berkata:  "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta". Mengapa ia  menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. Dan  pergilah   pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): "Pergilah kamu dan tetaplah    (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya  ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki1297. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir1298; ini (mengesakan Allah),  tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan,

Dalam buku ini, kami mengajak pemeluk Buddha dan seluruh manusia yang, apa pun alasannya, merasa simpati dengan agama takhayul ini untuk memahami kebenaran bahwa tidak ada tuhan selain Allah; dan menerima bahwa Allah itu Esa dan tidak ada yang lain. Kami mengajak mereka untuk memasuki Islam, agama Ibrahim, Musa, Isa, dan Nabi Muhammad SAW. Seorang yang menganggap leluhurnya meyakini agama yang mempersekutukan makhluk dengan Allah, dan dia sendiri pun memperskutukan hal itu dengan Allah, mula-mula mungkin akan sulit mengambil keputusan ini. Mereka mungkin tidak memahami bagaimana, setelah menyerahkan diri pada kekuatan-kekuatan yang pernah dia persekutukan dengan Allah, dia bisa menyembah Allah saja. Jika demikian, dan mungkin demikian, satu-satunya Zat yang menolong dan memberi makannya pada saat ini, satu-satunya Zat yang melihatnya dan melindunginya adalah Allah. Zat Yang memberinya kehidupan dan menyembuhkannya ketika ia sakit adalah Allah, Penguasa Segala Dunia, Yang menciptakan bumi ini menurut keputusan yang telah tertentu. Seperti difirmankan dalam Al-Qur'an (81:29), manusia telah menyerahkan diri pada kehendak Allah, pada saat ketika mereka tidak punya kekuatan untuk berharap kecuali Allah menghendaki, tidak dapat bertindak kecuali dengan kehendak Allah. Seperti Allah firmankan sendiri dalam Al-Qur'an (11:56), “Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan  Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya724.”
Setan bisa memperlihatkan pada para pemeluk Buddha, dan setiap orang, bahwa mustahil terbebas dari mempersekutukan sesuatu dengan Allah. Namun, ini hanyalah tipuan yang datang dari setan; Al-Qur'an (14::22) menyebutkan bahwa, pada hari Kiamat, setan akan berkata, "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun  telah  menjanjikan  kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak  dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku…” dan semua orang yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah akan ditinggalkan seorang diri.
Seperti kita ketahui, selamat dari kekeliruan mempersekutukan ciptaan-Nya dengan Allah membutuhkan perubahan niat yang tulus, yang mengubah pemikiran seseorang menuju keesaan Allah. Dan apa pun keadaan dirinya, seseorang itu memutuskan untuk percaya pada Allah dan menyesuaikan kehidupannya dengan penuh iman pada Al-Qur'an. Pastilah, keimanan dan keteguhannya akan mendatangkan bantuan Allah, berkah yang tak ada bandingnya, kasih sayang, dan kekayaan. Tak disangkal lagi, Allah akan membawa seseorang itu ke jalan yang benar, melindunginya dari usaha setan untuk menyesatkannya.
Setiap orang yang merendahkan dirinya pada Allah melihat bahwa kebahagiaan dan kepuasan sejati bisa ditemukan hanya dalam keimanan, dan dalam keimanan pada keesaan Allah. Dalam Al-Qur'an (65:2-3), Allah memberi kabar gembira pada orang-orang beriman:

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…

Oleh karena itu, seseorang yang menyesali kesalahannya mempersekutukan sesuatu dengan Allah harus meninggalkan berhala-berhalanya tanpa ragu lagi. Orang yang percaya bahwa sang Buddha adalah tuhan (dan pasti Tuhan tidak seperti itu) yang melihat dan mendengarkan segalanya, memberi kekuatan, marah dan menentukan, harus mengganti pemikirannya dan meninggalkan pemahaman yang sesat. Dan orang yang terjebak dalam gagasan karma yang tak berdasar dan menolak adanya akhirat yang abadi, harus menggunakan akalnya untuk menyelamatkan dirinya dari kekeliruan ini, karena “Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang seIalu mereka kerjakan.” (Qur'an, 7: 139)




KETERANGAN GAMBAR


12 Mata yang dilukis di empat sisi kuil Buddha di Katmandu Nepal melambangkan gagasan bahwa Buddha melihat segala hal setiap saat. Pada dasar takhayul pemeluk Buddha ini ada gagasan bahwa Buddha adalah patung dengan kekuatan manusia super.

13  Pagoda Shwedagon, kuil Buddha yang terkenal di Rangoon, Myanmar.

14 Sebuah patung Buddha dari Nepal, yang dianggap mewakili kebijaksanaan dan keahlian.

15 “… Allah menghapuskan  yang  batil  dan  membenarkan  yang  hak dengan kalimat-kalimat-Nya (Al Qur'an).”  (Qur’an 42:24)

17 “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja.” (Qur’an 29:56)

20 Patung Buddha di atas dan di halaman depan buku ini sangat penting artinya bagi keyakinan sesat pemeluk Buddha. Agama sesat ini membawa manusia menerima gagasan luar biasa bahwa patung-patung bisa memberi kebaikan pada mereka.

21 “(Kenapa) kamu menyeruku supaya kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak kuketahui padahal aku menyeru kamu (beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun?” (Qur’an 40:42)

22 Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami lihat dikerjakan bapak-bapak kami". Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk ?. (Qur’an 5:104)

22 Gua Yun-kang di Cina bagian selatan yang ditemukan dari abad ke-5.

24 Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu ada-adakan; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. (Qur’an 53:23)

25 Kiri: Sebuah patung Chenresig yang disebut oleh kalangan Buddha Tibet sebagai “Pelindung Tibet.” Dengan sebelas kepala dan beberapa tangan, Chenresig punya beberapa nama dalam tradisi Buddha Tibet. Tapi tidak ada orang yang pintar yang pernah mempercayai omong kosong bahwa patung yang terbuat dari kayu dan batu bisa punya segala kekuatan atau kekuasaan.

Bawah: Istana Potala di lembah Sungai Lhasa, yang berisi makam-makam Dalai Lama-Dalai Lama sebelumnya, merupakan bangunan terbesar di Tibet. Umat Buddha Tibet saat ini menyembah di depan istana dan menunjukkan rasa hormat yang besar, yang menunjukkan bagaimana mereka mempertuhankan Dalai Lama.

26 Salah satu patung raksasa yang dibangun umat Buddha di Katmandu untuk menunjukkan keimanan sesatnya.

27 “… Kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain dari-Nya; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan." (Qur’an 18:26)

27 Kuil Vat Ong Teu di Vientiane, Laos. Pendirian kuil ini dilakukan untuk menyebarluaskan keyakinan ajaran Buddha yang sesat dan menggelapkan pikiran, yang kegiatan-kegiatannya mengajak manusia pada kemalasan dan tak punya harapan.

29 “Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang bathil dan sesungguhnya orang-orang mu'min mengikuti yang haq dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka.” (Qur’an 47:3)

“… Sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang bathil dan sesungguhnya orang-orang mu'min mengikuti yang haq dari Tuhan mereka.”(Qur’an 47:3)

30 “Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (Qur’an 7:148)

31 Seorang wanita Hindu di daerah Shravanbelagola di India, sesat karena berdoa meminta pertolongan dari patung batu Gomateshwara.

32 Atas: Buddha Amida adalah salah satu Buddha yang melambangkan cahaya tak terbatas, menurut kepercayaan umat Buddha yang tak masuk akal. Buddha ini saja cukup menunjukkan betapa bodohnya agama Buddha itu.
Kiri: Patung dewa Buddha Jepang yang disebut Avalokiteshvara.

33 “Dan apabila dikatakan  kepada  mereka:  "Ikutilah  apa  yang  diturunkan Allah".  Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami lihat dikerjakan oleh bapak-bapak kami." Dan  apakah  mereka  (akan mengikuti  bapak-bapak  mereka)  walaupun  syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang bernyala-nyala (neraka)?” (Qur’an 31:21)
36 “Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (Qur’an 52:43)

39 “Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan?” (Qur’an 20:89)

41 “Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu seperti itu? Maha Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.” (Qur’an 30:40)

41 Kehidupan umat Buddha penuh dengan upacara-upacara tak masuk akal. Selama perayaan Tahun Baru di Tibet, misalnya umat Buddha memegang cabang-cabang potongan kayu dengan doa yang tertulis di dalamnya dan melempar konfeti ke udara.

43 “…Katakanlah, "Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan  sesuatu pun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali". (Qur’an 13:36)

44 Perayaan Tahun Baru di biara Nechung di Tibet dirayakan dengan upacara tak masuk akal penuh takhayul.

46 Ada 300 bentuk berbeda Buddha di Biara Wat Saket di Laos. Umat Buddha tidak dapat mengukur Tuhan menurut kekuasaan sebenarnya dan terang-terangan mempertuhankan Buddha. Mereka menyepelekan Allah, Pencipta langit dan bumi, dan lebih suka menyembah manusia tanpa kekuatan bahkan untuk menolong dirinya, berharap menerima keuntungan dari patung-patungnya.

47 “… Mereka tidak menyembah melainkan seperti nenek moyang mereka menyembah dahulu...”(Qur’an 11:109)

49 “Dan hanya kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya kebangkitan, akan rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebathilan.” (Qur’an 45:27)

51 “Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi  antaraku  dan  antaramu.  Dia mengetahui  apa yang di langit dan di bumi. Dan orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada  Allah, mereka  itulah  orang-orang yang merugi.” (Qur’an 29:52)

53 “Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa.” (Qur’an 37:4)

55 “…Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya…”(Qur’an 26:28)
56 “Yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya).” (Qur’an 87:2)

58 “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya…” (Qur’an 11:6)

61 “Kepunyaan-Nya-lah  apa yang ada di langit dan apa yang ada  di  bumi.  Dan Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Qur’an 42:4)

64 Di Tibet, penyampaian kitab Buddha adalah salah satu cara ibadah terpenting. Khususnya, para biksu yang telah sepenuhnya meninggalkan kehidupan duniawi melakukan pekerjaan ini sendiri. Tanpa gagasan mengenai bentuk sesungguhnya hidup setelah kematian, orang-orang ini meninggalkan kehidupan duniawinya demi tujuan sia-sia.

65 Selama berabad-abad, perpustakaan di Tibet telah dimusnahkan. Namun kitab-kitab tertulis oleh para biksu Tibet masih dipertahankan di daerah-daerah tetangga. Seluruh kitab umat Buddha mengajak manusia menuju kehidupan mimpi buruk. Agama sesat dan suram ini menyatakan bahwa setelah mereka mati, manusia bisa saja kembali ke dunia sebagai sapi atau tikus dan mengutuk mereka untuk hidup dalam ketakutan dan kecemasan.

67 Para biksu yang menerjemahkan kitab dari bahasa kuno penting artinya dalam ajaran Buddha. Dalam foto di halaman depan, Buddha melihat dan mendorong para biksu melakukan pekerjaannya. Bawah: teks Sanskerta dari abad ke-11 berisi bagian tentang kehidupan Buddha. Mereka yang menganut keyakinan menyimpang dalam kitab ini mengalami kemerosotan akhlak dan kejiwaan yang parah, karena mereka kurang percaya pada kehidupan setelah mati. Sangat lumrah jika umat Buddha mengalami masalah kerohanian karena mereka percaya bahwa mereka bisa lahir kembali sebagai tikus, monyet, sapi, atau beberapa binatang lain.

68 Ajaran Buddha adalah agama palsu yang didirikan atas dasar penyembahan berhala. Para biksu Buddha yang tumbuh dewasa dalam keyakinan ini menghabiskan kehidupannya menyembah sang Buddha.

69 “Apakah berhala-berhala mempunyai kaki yang dengan itu ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengannya ia dapat memegang dengan keras589, atau mempunyai mata yang dengan itu ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengannya ia dapat mendengar?…”(Qur’an 7:195)

70 Menurut ajaran Buddha, kelaparan, ketakutan, dan kesakitan menuntun jalan menuju kebenaran.

71 Umat Buddha zaman sekarang percaya bahwa semakin besar rasa sakit yang mereka tanggungkan, dan semakin besar kelaparan dan ketakutan yang mereka derita, semakin cepat pula mereka akan tercerahkan. Namun, sebenarnya ini bukanlah pencerahan, melainkan kehidupan tak manusiawi atau pelecehan diri sendiri. Suatu ayat dalam Al-Qur'an (40:31) menyebutkan, “…Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.”  Perbuatan menyimpang umat Buddha ini sangat bertentangan dengan akhlak Islami.

73 Gambar ini menunjukkan Buddha dan pengikutnya, dengan mangkuk di tangannya, menerima sedekah. Kebiasaan umat Buddha yang tak masuk akal ini terus berlanjut hingga hari ini. Orang-orang yang jatuh ke dalam kesesatan ajaran Buddha, wajib mengemis, meskipun mereka tak punya kebutuhan, dan terhina. Bukannya bekerja untuk penghidupannya, ajaran Buddha membawa manusia pada kemalasan dan keputusasaan, dan mengutuk mereka menjalani keadaan hidup terbelakang. Padahal, Islam menganjurkan hal sebaliknya: agama yang dinamis yang membuat pengikutnya bersemangat dan menganjurkan mereka melakukan pekerjaan yang bermanfaat. Sebaliknya dengan gelapnya ajaran Buddha, Islam menganjurkan kebersihan, kehormatan, dan kerja yang menguntungkan serta mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

75 Orang yang tidak punya kedudukan biksu mau tak mau harus membantu para biksu mengumpulkan sedekah, karena percaya bahwa mereka akan mendapatkan pahala di kehidupan masa depannya. Para biksu Buddha berjalan di jalanan di waktu subuh, dengan mangkuk di tangannya, menerima sedekah dari orang-orang. Namun perbuatan tak masuk akal ini, yang dilakukan atas nama ibadah tidak akan mendatangkan kebaikan pada mereka di dunia ini maupun nanti, kecuali jika Allah menghendaki sebaliknya.

77 Umat Buddha menghabiskan hari-harinya tanpa melakukan apa-apa, pekerjaan yang menggelapkan jiwa yang tidak akan mendatangkan keuntungan di dunia ini maupun di akhirat. Padahal Islam mengajak manusia pada kesejahteraan, keindahan, dan kepuasan hidup di dunia dan akhirat, dan melarang segala jenis perbuatan yang menentang fitrah manusia.

79 Seorang biksu Buddha membakar dirinya untuk memprotes tindakan pemerintah di Saigon. Foto ini cukup memperlihatkan keadaan rohani yang gelap dan pemahaman sesat yang dibawa oleh ajaran Buddha.

82 Atas: Mata yang dilukis pada beberapa kuil menggambarkan mata Buddha, yang dianggap melihat segala hal. Jenis kuil seperti ini, patung Buddha, dan lukisan mata sering dilihat di negara-negar tempat ajaran Buddha diterima luas, yang jelas memperlihatkan bagaimana ajaran Buddha menjadikan Buddha sebagai berhala.
Kanan: Biara Samye adalah salah satu kuil Tibet yang paling terkenal, tempat umat Buddha memutar-mutar tabung doanya dan memohon doanya. Upacara-upacara yang dilakukan oleh para biksu kadang-kadang berlangsung sehari penuh. Namun umat Buddha mengabaikan kenyataan bahwa Buddha tidak akan mendengarkan mereka atau menjawab doa-doa mereka. Seperti halnya seluruh manusia, Gautama adalah hamba yang tak berdaya yang diciptakan Allah; hanya Allah yang bisa menjawab doa-doa:

“Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) do'a yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka, melainkan seperti orang  yang  membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya769. Dan do'a (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” (Qur'an, 13: 14)

83 “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu  dan  kepada (nabi-nabi) sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Qur’an 39:65)

85 Menurut teori karma, orang-orang miskin, cacat, atau sakit sebenarnya membayar harga perbuatan jahat yang dilakukannya di kehidupan sebelumnya. Oleh karena itu, mereka pantas mendapatkan kesialannya sekarang. Pemahaman sesat ini menyebabkan ketidakadilan di mana-mana dalam masyarakat ketika kepercayaan karma tersebar luas.

87 Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. Dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga. (Qur’an 10:66)

88-89 “Dan betapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorang pun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar? (Qur’an 19:98)

90-91 “Maka  tidakkah  menjadi  petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin) berapa banyaknya Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka, padahal mereka  berjalan  (di bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.” (Qur’an 20:128)

90 Sisa-sisa Petra di Yordania

91 Sisa-sisa Coliseum di Roma

95 “Dan  mereka  tidak  mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat…” (Qur’an 39:67)

97 Menurut kepercayaan Buddha yang tak rasional, adanya alam semesta, manusia, kematian, dan kelahiran kembali adalah proses yang tak terkendali. Orang yang percaya tentang pernyataan tak masuk akal seperti ini jiwanya tidak seimbang. Mereka hidup dalam tekanan dan ketidakbahagiaan yang disebabkan gagasan menakutkan bahwa segala yang ada di dunia ini karena kebetulan.  Padahal, Islam mengajarkan bahwa bahwa Allah mengendalikan segala yang terjadi di alam semesta. Orang yang memahami hal ini mempercayai Allah di setiap saat, hidup dalam kebahagiaan karena pertolongan dan perlindungannya.

99 “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda  gurau  dan  main-main. Dan  sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Qur’an 29:64)

100 “Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Qur’an 17:81)

103 “Dan   sesungguhnya   Jahannam   itu  benar-benar  tempat yang  telah   diancamkan  kepada  mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya. Jahannam  itu mempunyai  tujuh  pintu.  Tiap-tiap  pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.” (Qur’an 15:43-44)

104 “Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan1528. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. (Qur’an 74:26-29)

107 “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu….” (Qur’an 3:185)

111 “(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya..” (Qur’an 2:112)

115 “Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada yang menunjuki kepada kebenaran?"  Katakanlah "Allah-lah  yang menunjuki kepada kebenaran".  Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk  kecuali (bila) diberi petunjuk?…” (Qur’an 10:35)

116 “… Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka...” (Qur’an 7:173)

117 Atas: Kitab-kitab Buddha menganjurkan semedi sebagai cara terbaik mencapai rasa sejahtera dan menghindari kecemasan setiap hari. Padahal ini sangat menipu. Orang yang melakukan semedi untuk mendorong masalah keluar dari pikirannya akan berhadapan dengan kecemasan yang sama ketika semedi itu berakhir. Mencoba melupakan kecemasan mungkin bisa menenangkan diri sementara waktu, namun tidak menghilangkannya. “Bius” sementara atas otak tidak ada gunanya. Satu-satunya jalan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan adalah tunduk pada takdir yang telah ditentukan oleh Satu-satunya Tuhan yang benar. Orang beriman yang mengetahui bahwa tak selembar daun pun jatuh kecuali karena kehendak Allah, mengetahui pula bahwa segalanya yang terjadi padanya hanyalah cobaan. Sepanjang kehidupannya, seseorang diuji dengan segala hal yang ia alami dan dengan segala perbuatan yang ia lakukan. Dan dalam kehidupan ahirat yang akan ditemuinya, sebagian besar dari yang akan diterimanya hanyalah balasan bagi kebaikannya.
Kiri: Patung Buddha di Kuil Wat Po di Bangkok.
119 Saat ini, gerakan mistis seperti semedi/meditasi dan yoga sangat populer di Barat. Namun, jalan yang benar menuju kedamaian nurani, kebahagiaan, dan hati yang baik tidaklah ditemukan dalam pembiusan otak sementara itu, melainkan datang dari mengimani Allah, tunduk kepada-Nya dengan hati yang beriman, dan menjalani jalan yang akan diridhai-Nya.

120 “Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat seperti itu? …” (Qur’an 30:40)

122 Di sekitar kuil Buddha, Anda bisa melihat ratusan bendera doa yang diikatkan pada tali. Menurut kepercayaan takhayul ini, doa yang dituliskan pada bendera paling mungkin dikabulkan jika dibawa angin. Seperti gagasan Buddha lainnya, ini melulu mitos belaka. Karena mengingkari keberadaan Tuhan, umat Buddha tak mampu menerangkan kepada siapa mereka berdoa dan mengapa. Dalam Al-Qur'an, Allah mengingatkan kita bahwa hanya doa yang dimohonkan pada Allah, satu-satunya Tuhan, akan diterima.

122 “Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) do'a yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka.” (Qur’an 13:14)

123 “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku…” (Qur’an 2:186)

124 “Apakah berhala-berhala itu mendengar (do'a) mu sewaktu kamu berdo'a (kepadanya)?, atau  (dapatkah)  mereka memberi manfa'at kepadamu atau memberi mudharat?”…

125 … (Bukan karena itu) sebenarnya kami melihat nenek moyang kami berbuat demikian". (Qur’an 26:72-74)

126 Umat Buddha dengan tekun melakukan tradisi yang diwarisi dari leluhur mereka; mereka menghabiskan hari demi hari memohonkan doa di sekitar kuil dan memutar-mutar roda permohonan. Namun jika menganggap cara ini merupakan jalan keselamatan, pemeluk Buddha benar-benar telah tertipu. Patung kayu dan batu tempat mereka membungkuk, membakar dupa, dan berdoa tidak dapat mendengar permohonan atau menjawab doa-doa mereka.

127 “Dan hanya kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya kebangkitan, akan rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebathilan.” (Qur’an 45:27)

128 Upacara-upacara aneh yang dilakukan di tempat-tempat yang dipersembahkan pada nama Sang Buddha menunjukkan kesesatan kepercayaan pemeluk Buddha. Dalam upacara-upacara sesat ini, patung batu Buddha disembah, meskipun mereka tak punya kekuatan untuk memberi kebaikan atau pun membahayakan mereka. Tidak masuk akal mengharapkan pertolongan dari patung-patung ini, tapi orang yang telah tercuci otaknya oleh ajaran Buddha telah mencapai suatu titik di mana mereka tidak mampu lagi mengetahui omong kosong ini.

129 “Demikianlah, karena sesungguhnya Allah,  Dia-lah  yang  hak dan sesungguhnya  apa  saja  yang  mereka seru selain dari Allah itulah yang batil.” (Qur’an 31:30)

130 Kepercayaan dan upacara-upacara ajaran Buddha membuat manusia sakit secara rohani, tanpa mengindahkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, keindahan, atau pun peradaban secara umum.
Mereka sudah demikian tertipu dalam kepercayaannya, sehingga mereka beribadah dengan lilin terbakar.

131 Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." (Qur’an 7:33)

132 Menurut ibadah Buddha, kalung manik-manik seperti dalam gambar ini adalah suci. Umat Buddha mengulang-ulang doa pada sang Buddha jutaan kali (mereka tidak akan pernah mendapat apa pun dari doa-doa mereka). Umat ini, yang telah melupakan Tuhan, berharap pertolongan dari hamba tak berdaya yang telah diciptakan Tuhan, dan membawa dirinya sendiri pada penderitaan besar jika tidak meninggalkan keyakinan sesat mereka.

133 “… Sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Qur’an 22:62)

134 “Mereka menjawab: "Kami melihat bapak-bapak kami menyembahnya". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata." (Qur’an 21:53-54)

135 Umat Buddha melakukan ibadah aneh di depan patung Buddha. Di sini, salah satu jemaatnya bersujud di tanah menunjukkan penghormatan. Hal pertama yang mereka lakukan setelah memasuki kuil adalah membungkuk di depan patung Buddha dan menyentuhkan mukanya ke lantai.

Islam menolak keyakinan kafir umat sesat dan memerintahkan setiap orang untuk menyembah Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, satu-satunya Tuhan alam semesta. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman, “Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), dan  sembahlah  Tuhanmu  sampai  datang  kepadamu  yang diyakini (ajal).” (Qur'an, 15: 98-99)
136 “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah…” (Qur’an 2:165)

137 Sebuah terompet sepanjang 4,5 meter yang disebut radong sangat penting dalam ibadah Buddha dan digunakan selama upacara mereka. Ajaran Buddha telah berubah menjadi agama upacara, ritual, dan perayaan yang menyebabkan masyarakat merugi besar, baik di dunia maupun di akhirat nanti.

138 Biksu Buddha harus menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang amat berbeda dengan yang diikuti orang beragama Buddha biasa. Setelah makan siang, mereka tidak makan apa-apa lagi hingga keesokan harinya, dan harus bersemedi tiap malam tanpa berhenti. Kebiasaan aneh ini tidak ditemukan dalam agama yang benar. Sebaliknya Allah selalu memerintahkan apa yang mudah bagi hamba-hamba-Nya; dalam Al-Qur'an Dia berkata: “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (Qur'an, 92: 5-7)

139 “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar  kezaliman  yang besar.” (Qur’an 31:13)

140 Meskipun ajaran Buddha mempunyai ribuan aturan dan upacara, tak satu pun menunjukkan keyakinan pada akhirat yang abadi, sehingga menyebabkan kerusakan rohani yang besar pada orang yang terperosok dalam kesesatannya. Di samping sifat takhayulnya, perbuatan tak adil umat Buddha menunjukkan kurangnya keikhlasan. Di tempat ajaran Buddha tersebar luas, banyak yang menderita kemiskinan parah, tapi tidak ada uang yang disisihkan dari pembangunan kuil kafir yang dipersembahkan pada Buddha. Penolakan kebenaran tentang akhirat menyebabkan umat Buddha mengalami keruntuhan akhlak dan rohani, mengasingkan mereka dari dunia luar, menyebabkan mereka tak peduli keadilan atau mempedulikan orang lain. Orang yang punya pandangan gelap dan suram ini tak mampu menemukan atau menerapkan pemecahan yang cerdas atas masalah-masalah masyarakat.

141 “Dan mereka menyembah selain dari Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfa'atan,  dan  mereka  berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah…" (Qur’an 10:18)

142 Dalam waktu tertentu, ajaran Buddha terlihat merupakan jalan akhlak yang tinggi, pertolongan sesama dan pengorbanan diri. Padahal kenyataannya, orang-orang yang hidup dalam penderitaan di negara-negara Buddha seperti Nepal, Tibet, dan Kamboja jelas menunjukkan bahwa pertolongan sesama dan pengorbanan diri ini bukanlah kenyataan.

143 Nepal adalah salah satu negara tempat di mana ajaran Buddha adalah yang terkuat, tapi rakyat Nepal sangat miskin. Di daerah Mustang di pinggang pegunungan Himalaya, rakyat hidup di rumah-rumah kumuh yang terbuat dari lumpur.

147 “Jika kamu menyeru mereka, mereka tidak mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu.

Tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu seperti yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui (Qur'an, 35: 14)

148 Banyak patung-patung kuno Buddha berukuran raksasa. Dipercaya bahwa Buddha dimuliakan dengan patung seperti ini. Tapi betapa pun besarnya, patung-patung itu tidak mampu menyelamatkan siapa pun dari datangnya pembalasan Allah. Dalam Al-Qur'an (7:191-192), Allah menyeru umat yang kafir dengan firmannya: “Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhada-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatu pun?  Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang. Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya, dan kepada dirinya sendiri pun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.”

150 Karikatur Thomas H. Huxley

152 David Hume

154 Friedrich Nietzsche, salah satu atheis paling gigih dalam abad ke-19

156 Ajaran Buddha dan sistem kepercayaan menyembah berhala lainnya semakin mendapat dukungan di dunia Barat. Setelah kemerosotan tajam materialisme dan atheisme di dunia saat ini, banyak kepercayaan takhayul, khususnya ajaran Buddha, melakukan lebih banyak lagi propaganda untuk menghentikan arus kebangkitan agama yang benar. Untuk memahami sifat sesungguhnya ajaran yang tak berdasar ini, kita tak perlu banyak pertimbangan, cukup menggunakan telaah akal sehat.

160 Pemeluk Buddha, atau orang yang beralih ke ajaran Buddha hanya karena keinginan  meniru atau menarik perhatian tidak mengetahui betapa mereka tengah tertipu. Ajaran Buddha menjauhkan mereka dari seluruh keindahan dan nilai seni dan membawa pengikutnya ke dalam negeri kegelapan dan kesuraman.

163 “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu…” (Qur’an 16:36)

166  “Negeri-negeri (yang telah Kami binasakan) itu, Kami ceritakan sebagian dari berita-beritanya kepadamu. Dan sungguh telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata…” (Qur’an 7:101)

168  “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu …” (Qur’an 110:1-3)

171 “Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya686.…” (Qur’an 10:25-26)

174 Katakanlah: "Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan dimulai dan tidak (pula) akan mengulangi.” (Qur’an 34:49)

181 Charles Darwin

183 Ahli Biologi Prancis Louis Pasteur

184 Ahli Biologi Rusia Alexander Oparin

185 Salah satu tipu muslihat terbesar para ahli evolusi adalah cara mereka membayangkan bahwa kehidupan dapat muncul secara tiba-tiba di tempat yang mereka sebut sebagai bumi primitif, yang digambarkan seperti gambar di atas. Mereka mencoba membuktikan pernyataan ini dengan penelitian seperti percobaan Miller. Tapi mereka kembali gagal karena menghadapi kenyataan ilmiah. Hasil yang diperoleh pada tahun 1970 membuktikan bahwa atmosfer bumi yang mereka gambarkan sebagai bumi primitif itu sepenuhnya tak cocok untuk kehidupan.

186 Seluruh informasi tentang makhluk hidup tersimpan dalam molekul DNA. Cara penyimpanan informasi yang sangat efisien ini saja sudah menjadi bukti yang jelas bahwa kehidupan tidak muncul secara kebetulan, melainkan telah dirancang dengan maksud tertentu, atau lebih tepatnya, diciptakan secara ajaib.

191 Mutasi, pecahnya atau perubahan yang terjadi pada molekul DNA, adalah sebab dari akibat luar seperti radiasi atau reaksi kimiawi. Bocah lelaki Vietnam yang termutasi ini adalah korban senjata nuklir.

192 Capung fosil berusia 150 – 200 juta (dari masa Jurasik Baru) tidak berbeda dengan jenis makhluk yang hidup saat ini.

193 Teori evolusi menyatakan bahwa makhluk hidup secara bertahap berevolusi dari jenis lainnya. Catatan fosil, sebaliknya, jelas menggagalkan pernyataan ini. Misalnya, pada zaman Cambrian, sekitar 550 juta tahun yang lalu, puluhan makhluk hidup yang telah punah sama sekali muncul secara tiba-tiba. Makhluk hidup yang digambarkan pada gambar di atas mempunyai bentuk tubuh yang sangat rumit. Kenyataan ini, yang disebut sebagai “Ledakan Cambrian” dalam buku-buku ilmiah merupakan bukti nyata penciptaan.

197 Penggambaran khayali manusia “primitif” sering dibuat di cerita-cerita yang ditulis dalam koran-koran dan majalah pro-evolusi. Satu-satunya sumber cerita ini, yang didasari oleh gambaran khayal, adalah khayalan penulisnya. Tapi evolusi dikalahkan oleh kenyataan ilmiah, makin sedikit laporan tentang evolusi yang muncul di majalah-majalah ilmiah sekarang.

199 Dibandingkan kamera dan mesin perekam suara, mata dan telinga jauh lebih rumit, jauh lebih sukses dan mempunyai rancangan yang jauh lebih unggul dibanding produk teknologi tinggi ini.

202 Seseorang yang melihat anjing laut melihatnya dalam otaknya. Demikian pula, adalah otaknya yang meneliti dan memeriksa ciri-ciri makhluk yang ia lihat dalam otaknya. Hal-hal yang ia pelajari mengungkapkan kepadanya kesempurnaan ciptaan Allah dan keutamaan kebijaksaan dan pengetahuan-Nya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar